Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Penengah Konflik Rumah Ibadah

Kajian Pusat Studi Agama dan Demokrasi Paramadina merekomendasikan forum kerukunan umat beragama tidak berfungsi memberikan rekomendasi pendirian rumah ibadah. Berfokus memfasilitasi dialog antar-umat beragama.

 

29 Februari 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kajian Pusat Studi Agama dan Demokrasi Yayasan Wakaf Paramadina menemukan kelembagaan forum kerukunan umat beragama perlu diperkuat.

  • Fungsi rekomendasi pendirian rumah ibadah seharusnya bukan tugas FKUB karena menghambat peran utamanya memfasilitasi dialog antar-umat beragama.

  • Kinerja pemerintah daerah dalam pemeliharaan kerukunan belum optimal, misalnya dalam pemberian anggaran untuk FKUB yang masih bergantung pada kepala daerah.

WARUNG bakmi tenda di dekat Pasar Wonogiri, Jawa Tengah, menjadi tempat favorit Sutopo Broto dan koleganya untuk menggelar pertemuan. Seperti malam setelah hujan reda, Selasa, 25 Februari lalu, saat Sutopo bersama tiga laki-laki yang rambutnya telah banyak beruban asyik berdiskusi sambil menikmati bakmi goreng dan capcai. “Kami selalu ngumpul setiap ada kesempatan,” kata Sutopo, yang merupakan Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Wonogiri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Warung itu bukan satu-satunya tempat berkumpul pengurus FKUB Wonogiri periode 2018-2022. Mereka kadang bertemu di kantor FKUB atau warung wedang favorit mereka. Yang disebut kantor itu adalah rumah pribadi Sutopo, seorang purnawirawan polisi. FKUB sebenarnya berhak menempati salah satu ruang di Kantor Kesatuan Kebangsaan dan Perlindungan Masyarakat Kabupaten Wonogiri. “Tapi semua lebih suka di rumah saya, suasananya lebih cair,” ujarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemberitaan mengenai FKUB mencuat ketika Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. mempertimbangkan revisi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksana Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragam, dan Pendirian Rumah Ibadah. Pernyataan itu muncul setelah ada larangan perayaan Natal bersama 2019 di Kabupaten Dharmasraya dan Sijunjung, Sumatera Barat, dari tokoh masyarakat setempat.

Kerukunan antar-umat beragama kembali terusik oleh peristiwa penolakan renovasi Gereja Paroki Santo Joseph di Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau, awal Februari lalu. Bahkan Presiden Joko Widodo sampai memerintahkan Mahfud dan Kepala Kepolisian RI Idham Azis turun langsung ke lapangan. “Semestinya daerah bisa menyelesaikan ini, tapi saya lihat tidak ada pergerakan. Jadi saya perintahkan Menko Polhukam dan Kapolri tegas," ucap Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Rabu, 12 Februari lalu.

Ihsan Ali Fauzi dari Pusat Studi Agama dan Demokrasi (Pusad) Yayasan Wakaf Paramadina menilai isu kerukunan umat beragama di Indonesia masih penting, terbukti menjadi sorotan Presiden Jokowi. “Ada lembaga swadaya masyarakat yang menyarankan FKUB dibubarkan dan Peraturan Bersama Menteri Tahun 2006 (PBM 2006) direvisi atau diganti, tapi dasarnya apa?” tutur Ihsan, Selasa, 18 Februari lalu. Menurut dia, untuk menjawab pertanyaan seperti perlukah lembaga yang memberikan izin pendirian rumah ibadah, diperlukan data yang benar sebagai dasar.

Sekretafiat FKUB Wonogiri, Jawa Tengah (kanan)./ Tempo/Ahmad Rafiq

Ihsan mengungkapkan, Pusad memiliki pangkalan data FKUB seluruh Indonesia. Pusad menghimpun profil sekurangnya 168 FKUB dari 548 FKUB tingkat provinsi dan kabupaten/kota di 31 provinsi. Dari pangkalan data itu, Pusad membuat kajian bertajuk “Meninjau Kembali Peraturan Bersama Menteri 2006 dan Peran FKUB: Temuan dari Pangkalan Data”. “Berdasarkan profil dan kinerja FKUB itu, dapat diketahui apakah kita masih bisa berharap kepada FKUB. Jika masih ada harapan, apa saja yang harus diperkuat?” ujar Irsyad Rafsadie, peneliti Pusad yang bersama Ihsan menyusun laporan tersebut.

Riset Pusad menemukan bahwa kinerja pemerintah daerah dalam pemeliharaan kerukunan belum optimal. Pemberian anggaran untuk FKUB, misalnya, sangat bergantung pada preferensi pribadi kepala daerah dan kedekatan personalnya dengan pengurus FKUB. “Di PBM 2006 disebutkan pemerintah dapat memberikan dukungan dana, jadi bukan harus atau wajib. Tak disebutkan bagaimana mekanismenya,” ucap Irsyad.

Anggota FKUB Wonogiri wakil Kristen Katolik, Lilik Dwi Sularyanto, mengatakan mereka hanya mendapat dukungan anggaran standar dari Kementerian Agama tanpa menerima hibah dari Pemerintah Kabupaten Wonogiri. Artinya, Lilik menjelaskan, mereka hanya memiliki anggaran operasional sekitar Rp 40 juta setahun. “Dari pemerintah daerah  hanya dapat mobil dinas,” katanya.

FKUB Kota Surakarta lebih beruntung. Mereka mendapat dana hibah dari pemerintah daerah setempat yang cukup besar. Pada 2017, mereka menerima anggaran untuk kegiatan hingga Rp 585 juta. “Sehingga kami tak hanya mengurusi izin tempat ibadah, tapi juga melakukan riset,” tutur Ketua FKUB Kota Surakarta Subari.

Berbeda dengan Subari, Ketua FKUB Provinsi DKI Jakarta Dede Rosyada tidak mau membicarakan anggaran. Tapi dia mengakui memperoleh dana hibah dari pemerintah DKI. Lembaganya juga mendapat fasilitas kantor. “Hibah itu tidak boleh terus-menerus sehingga diikat dengan keputusan gubernur bahwa untuk FKUB dialokasikan setiap tahun karena sebagai tangan gubernur untuk bidang kerukunan,” ujar mantan Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tersebut.

Pusad juga menemukan bahwa peran FKUB untuk memfasilitasi komunikasi antar-umat beragama terhambat oleh tugas mengeluarkan rekomendasi pendirian rumah ibadah. “Bagaimana FKUB bisa menjadi mediator, penengah, dan perajut dialog kalau dia bisa ditarik menjadi pihak yang bertikai dalam pendirian rumah ibadah?” tutur Ihsan. Menurut dia, 70 persen isi PBM 2006 adalah upaya memperkuat dialog antar-umat beragama. “Kegiatan FKUB yang bertujuan membangun komunikasi justru kerap dilakukan secara seremonial saja,” tulis Ihsan dalam kajiannya.

Pusad menyarankan fungsi pemberian rekomendasi tempat ibadah FKUB itu dicabut. Namun, jika pemerintah tetap ingin mempertahankannya, fungsi itu harus diperjelas dengan panduan dan petunjuk teknis. Irsyad mencontohkan, harus ada tahap pertemuan masyarakat dan mekanisme yang memfasilitasi pendapat semua pihak secara baik dan adil. “Sehingga rekomendasi itu menjadi simbol telah terjadinya kesepakatan dan konsensus di masyarakat, bukan hanya surat yang tidak ada maknanya.”

Dalam kajian ini, Pusad menyebutkan FKUB Kota Surakarta berkinerja bagus karena paling banyak mengeluarkan rekomendasi pendirian rumah ibadah. “Dari 396 permohonan, semuanya dikabulkan,” kata Ihsan. Ternyata, hal itu disumbang oleh peraturan wali kota saat masih dijabat Joko Widodo pada 2011 yang berisi prosedur pendirian rumah ibadah. “Ada prosedur dalam mengeluarkan rekomendasi untuk menghindari konflik, misalnya ada pertemuan antara pendiri rumah ibadah dan warga sekitar,” ucap Irsyad.

Menurut Subari, Pemerintah Kota Surakarta memang memberikan kemudahan dalam perizinan tempat ibadah. “Tempat ibadah lama tidak memerlukan gambar teknis untuk memproses izin mendirikan bangunan,” kata Subari. Mereka juga tidak dikenai retribusi untuk penerbitan izin. Ia mengatakan beberapa fasilitas itu memang sangat membantu, terutama untuk tempat ibadah yang sudah masuk kategori bangunan kuno.

Sementara FKUB Surakarta paling banyak meluluskan permohonan, FKUB Wonogiri menjadi yang paling banyak menolak permohonan, yakni 50 dari 250 permohonan. Sutopo heran terhadap kesimpulan Pusad itu. “Saya yang mengisi kuesionernya, tidak seperti itu,” tuturnya.

Menurut dia, rekomendasi hanya dibutuhkan untuk perizinan tempat ibadah baru. “Selama tiga tahun terakhir, hanya ada satu tempat ibadah baru dan prosesnya sudah selesai,” ujar Sutopo. Sedangkan yang lama hanya butuh surat keterangan dari FKUB. Semua permohonan yang diajukan, dia melanjutkan, sudah selesai diproses.

Pusad juga menilai FKUB DKI Jakarta bisa menjadi contoh bagi daerah lain karena satu-satunya FKUB yang memiliki mekanisme kaderisasi. “Ini poin yang krusial karena baik-buruknya FKUB itu tergantung siapa yang duduk di sana,” kata Irsyad.

FKUB DKI Jakarta, Irsyad menjelaskan, mempunyai program pelatihan yang dikembangkan bersama Pusad yang dinamai Sekolah Agama dan Bina Damai (SABDA). Ini pelatihan selama seminggu mengenai kerukunan dan manajemen konflik. “Belakangan, SABDA menjadi syarat untuk orang bisa menjadi pengurus FKUB,” ucapnya.

DODY HIDAYAT, AHMAD RAFIQ (SURAKARTA)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Dody Hidayat

Dody Hidayat

Bergabung dengan Tempo sejak 2001. Saat ini, alumnus Universitas Gunadarma ini mengasuh rubrik Ilmu & Teknologi, Lingkungan, Digital, dan Olahraga. Anggota tim penyusun Ensiklopedia Iptek dan Ensiklopedia Pengetahuan Populer.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus