MAKSUD hati membantu polisi, apa daya petugas jalan raya (DLLAJR) mencekalnya. Itulah nasib para sopir bus yang beroperasi di jalur Surabaya, Probolinggo, Banyuwangi, Malang, Jember, dan lain-lain. Alasannya, para sopir itu mengenakan kaus lengan panjang bertuliskan ''Aku Cinta Tertib Lalu Lintas -- Polda Ja-Tim'' di punggungnya, bukan seragam yang diharuskan. Sopir Moesbah, 57 tahun, misalnya. Ia, Senin pekan lalu tak memakai seragam bus Akas berwarna oranye seperti biasanya. Ia mengenakan kaus pembagian polisi dalam apel tertib lalu lintas di kantor Polda Ja-Tim dua hari sebelumnya. Tatkala bus masuk Situbondo dalam perjalanannya ke tujuan terakhir Banyuwangi, seorang petugas DLLAJR menindaknya. Moesbah dituduh melanggar peraturan tentang seragam sopir. Kartu pengawasan sementara (KPS), yang sering disodorkan pada petugas DLLAJR untuk diparaf, dicabut. Artinya, para sopir itu tak boleh melanjutkan perjalanannya untuk mengangkut penumpang. Setelah bus dikosongkan, Moesbah diperintahkan kembali ke Probolinggo tanpa penumpang. Moesbah, yang menjadi komandan para sopir bus dalam apel ''tertib lalu lintas'' oleh polisi lalu lintas Ja-Tim, hanya satu contoh. Menurut pemberitaan, ada 55 trayek yang dicabut karena soal seragam tadi. Maka, bagi para sopir, tindakan itu sungguh sulit dimengerti. Sebab mereka mendapat kaos kampanye ''tertib lalu lintas'' untuk Operasi Zebra 1993 itu dari polisi. Tapi mengapa bus yang mereka kemudikan dicekal? Dengan pencabutan KPS itu, berarti bus tak bisa dipakai menelusuri daerah-daerah operasinya mengangkut penumpang. Maka, Suharsono, direktur utama Akas Group yang punya 1.300 bus itu, angkat bicara. ''Kalau yang salah awak bus, mengapa KPS-nya yang dicabut, bukan SIM-nya?'' katanya. Karenanya, ia akan mengklaim kerugian itu kepada para sopir gara-gara busnya tak bisa jalan alias tak menelurkan duit. ''Kami akan mengklaim Rp 100.000 sampai Rp 200.000 kepada awak bus itu,'' katanya. Berita pencekalan trayek bus itu pun sampai Kepala Polda Ja- Tim, Mayjen. Emon Rivai Arganata. Maka pekan lalu ia memanggil Kadit Lalu Lintas Kolonel St. Sumarsono dan Kepala DLLAJR Ja-Tim, Kolonel CPM Sonny Baksono. Seusai pertemuan, kedua pejabat yang mengurus jalan itu menjelaskan bahwa telah terjadi kesalahpahaman. Menurut Sonny, DLLAJR tak mencekal 55 trayek bus seperti diberitakan. Pihaknya mengaku cuma menjatuhkan sanksi bagi sopir tujuh bus dari Akas, Tjipto, dan Jawa Indah. Yang dicabut selama seminggu itu pun cuma KPS, bukan ijin trayeknya. Untuk menghindari kesalahpahaman, kata Kadit Lalu Lintas Soemarsono, disepakati ada jalan keluar. Para sopir bisa saja memakai kaos kampanye ''tertib lalu lintas'' itu dengan celana seragam oranye yang diwajibkan para pengusaha bus. Kelonggaran ini diberikan sampai berakhir Operasi Zebra '93, Februari nanti. ''Asal mereka tetap memakai celana seragam oranye dan tak lupa pakai sepatu,'' kata Soemarsono. Sebelumnya memang sudah ada kesepakatan antara pengusaha bus dan DLLAJR, bahwa para awaknya mesti berpakaian seragam. Putusan ini berlaku sejak awal tahun ini. ''Kalau sampai terjadi pelanggaran, sesuai dengan kewenangan kami, KPS-nya langsung kami tahan seminggu,'' kata Sonny. ''Dan kalau mereka masih bandel juga, saya akan cabut izin trayeknya. Dengan keluarnya kebijaksanaan Kepala Polda, kini para sopir boleh lega. Namun mereka tak habis mengerti, mengapa harus menanggung kerugian pengusaha bus. Sebab, mereka merasa membantu berkampanye ''tertib lalu lintas'' dengan memakai kaos yang dibagi-bagikan oleh polisi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini