BELUM ada sebuah pun bekas kebakaran di kota Tarempa bulan Juni
tahun lalu (TEMPO 19 JUIi 1975) sempat dibenahi, musibah baru
muncul pula di kawasan kepulauan Natuna itu. Kali ini angin
kencang serta gelombang besar telah menyapu korban di Tarempa
dan kota-kota kecamatan seperti Midai dan Sedanau pertengahan
Desember tahun lalu. Gilirannya terutama temhok-tembok pantai,
yaitu sepanjang 250 meter di pantai Tarempa, 270 meter di
Sedanau ditambah ratusan meter jalan binasa di Sedanau.
Dibanding bencana-bencana yang sering menimpa Tanahair ini,
tentu kerusakan ini tak seberapa. Namun bagi daerah Riau
Kepulauan yang kocek anggarannya selalu tipis, sudah pasti
kejadian ini merupakan musibah besar. Karena itu ketika menerima
lapolan. Bupati Firman Eddy SH, dengan pilu menanggapinya
sehagai kejadian yang serius.
Sebab jangankan memperbaiki yang sudah pernah ada, untuk
sedikit-sedikit membuat yang baru sudah cukup memusingan kepala
pejabat-pejabat kepulauan di sini. Tentu semua karena anggaran
yang tipis tadi. Belum lagi karena faktor letak pulau-pulau yang
terpencil disertai sarana angkutan yang selalu mengecewakan.
Sebagai contoh, untuk melaksanakan proyek Inpres, seperti
membangun Puskesmas di Natuna. Untuk ini anggaran dari
Pemerintah Pusat sudah ditetapkan Rp 3 juta. Tapi ternyata dalam
pelaksanaannya menelan biaya dua kali lipat. Ini berarti,
Pemerintah Daerah Riau Kepulauan dengan berat hati harus
merobek-robek persediaan anggaran yang selalu kecil itu.
Kontraktor
Itu soal biaya. Tapi kalau sudah sampai pada pelaksanaannya,
kesulitan baru muncul pula. Siapa yang mau melaksanakannya?
Menurut penuturan Idrus Ahmad, Kepala DPU Riau Kepulauan, di
antara kontraktor-kontraktor yang ada hanya satu-dua saja yang
berani mengikuti tender apabila mereka sudah tahu letak proyek
dan jumlah anggaran yang disediakan. Karena itu tak jarang pihak
Pemerintah Daerah sendiri terpaksa turun tangan. "Kerja
sendiri" ungkap Idrus pula. Jadi sudah terang, tak ada permainan
potong-memotong uang Inpres di sini.
Meskipun Gubernur Riau sudah menjanjikan akan membantu
pembangunan akibat kebakaran di Tarempa dulu, bagaimana
kerusakan akibat gelombang kali ini? Sebab kalau tembok-tembok
penghalang air laut itu tidak segera diperbaiki, sudah pasti
Tarempa akan tenggelam jika gelombang datang cukup besar.
Tembok-tembok itu sendiri sudah tiga kali mengalami perbaikan,
tapi swadaya masyarakat untuk mempertahankannya agar tetap utuh
rupanya belum pantas diharapkan. Maklum, hempasan harga kopra
yang sama dengan harga 1/3 kilogram beras itu cukup membuat
ruwet fikiran penduduk kepulauan Natuna.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini