Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Dikepung dari Darat dan Laut

Jakarta "siaga satu". Angkatan Laut dan warga sipil pun dilibatkan dalam pengamanan sidang istimewa.

9 November 1998 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LALAT pun tak akan lolos. Begitu agaknya kiasan yang bisa dipakai untuk menggambarkan ketatnya penjagaan di Gedung MPR/DPR Senayan, yang pekan ini dipakai untuk Sidang Istimewa (SI) MPR. Untuk menjaga gedung tersebut dari aksi demonstrasi para mahasiswa selama SI berlangsung, sepasukan aparat dari berbagai kesatuan bersiaga di sana. Pasukan Brigade Mobil Polri saja mencapai 20 satuan setingkat kompi (SSK), artinya sekitar 2.000 orang. Jumlah itu masih diperkuat dengan sekitar 2 SSK, satuan tugas sipil seperti Keamanan Rakyat Terlatih dan Pemuda Pancamarga. Di dalam gedung sendiri ada sekitar 200 anggota satpam Sekretariat Jenderal MPR/DPR. Semua pasukan pengamanan yang antara lain dilengkapi dengan senapan berisi peluru kosong dan gas air mata tersebut terbagi dalam enam lapis. Kendaraan pendukung pun sudah terpajang: sembilan tank baja, tujuh panser, kendaraan penyemprot air, dan beberapa ekor kuda. Masih belum cukup, gulungan kawat baja putih setinggi satu meter terbentang di depan gedung. Kawat standar pasukan NATO tersebut bisa dialiri listrik. Tampaknya ABRI benar-benar mempersiapkan diri untuk perhelatan besar ini agar Gedung MPR/DPR tak "kebobolan" para aktivis. Gelar pasukan itu pun tak hanya dilakukan di sekitar Senayan, tapi juga di berbagai sudut kota lainnya, sehingga menjelang SI MPR 10-13 November, Jakarta seperti "siaga satu". Aparat berseragam hijau loreng dengan senjata di tangan berjaga di tempat umum seperti perempatan jalan raya, pasar, pertokoan, gedung perkantoran, serta kantong-kantong pemukiman. Beberapa kendaraan bertuliskan PHH (pasukan huru-hara) Kodam Jaya parkir di tempat-tempat tertentu. Itu masih ditambah dengan mobil-mobil unit reaksi cepat (URC) milik Polri yang mondar-mandir di jalan-jalan, sebagian lagi nongkrong di pinggir jalan tol. Kepada Darmawan Sepriyosa dari TEMPO, Kapolda Jaya Mayjen Noegroho Djajoesman menuturkan bahwa semua kekuatan satuan pengamanan sidang istimewa kali ini mencapai 118 SSK dari Polri dan 50 SSK dari Kodam. Para penjaga keamanan ini mendapatkan uang saku Rp 10 ribu per minggu dan jatah makan Rp 7.500 sehari yang diambil dari dana Departemen Hankam. Walau tampak seram, persiapan keamanan seperti ini terhitung biasa untuk perhelatan akbar semacam SI MPR. Yang tidak biasa, pengamanan kini juga dilakukan lewat laut dan dilakukan secara besar-besaran. Ada 18 kapal perang, 4 kapal Angkatan Laut, 6 pesawat udara Nomad, dan unsur-unsur keamanan laut bersiaga di Teluk Jakarta. Persiapan seperti ini malah membuat banyak pihak bertanya-tanya. "Ini kan agenda nasional penting,?? kata Kepala Staf AL Laksamana Madya Widodo A.S. Hal yang juga baru dalam pengamanan SI kali ini adalah dilibatkannya warga sipil. Suatu hal yang dikecam kalangan prodemokrasi karena menghadapkan rakyat dengan rakyat. Bahkan FKP MPR secara resmi sudah minta agar warga sipil ini cukup berpatroli di wilayah masing-masing. Tergabung dalam yang disebut potensi masyarakat (potmas), mereka terdiri dari anggota Pemuda Pancasila, Warga Jaya, Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia, Pramuka, hansip, satpam, pemadam kebakaran, dan sebagainya. Senjatanya? "Biasanya tongkat kayu," ujar Henry Koestomo, komandan satuan tugas Tenaga Bantuan Sukarela (Tebas), kepada Hardy R. Hermawan dari TEMPO. Banser NU, yang semula ikut, mulai Sabtu pekan lalu menarik diri. Alasannya, mau mengonsentrasikan diri pada keamanan intern. Sebagai gantinya ratusan orang yang mengaku warga Banten mulai Jumat malam berdatangan dan sesumbar akan mencapai 40 ribu orang saat SI berlangsung. Kapolda Mayjen Noegroho, yang bertindak sebagai penanggung jawab operasi, mengatakan bahwa jumlah satuan sipil itu sekitar 120 SSK. Tidak semua kekuatan nonmiliter ini dikerahkan di Gedung DPR/MPR, melainkan disebar di seluruh Jakarta dan sekitarnya. "Untuk mengantisipasi kalau terjadi sesuatu," ujar Noegroho kepada Purwani Diyah Prabandari dari TEMPO. Asal mereka jangan main tebas saja, ya Pak? Wicaksono, Ali Nur Yasin, Hani Pudjiarti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus