Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Diplomasi Gaya Megawati

Serangan Amerika Serikat ke Afganistan membuat pemerintah repot bersikap.

21 Oktober 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BETAPA terjepitnya posisi Presiden Megawati Sukarnoputri akhir-akhir ini. Di dalam negeri ia mesti mendengar teriakan para demonstran dari berbagai organisasi Islam yang menggelar aksi hampir setiap hari. Mereka meminta agar pemerintah mengutuk keras Amerika Serikat yang sewenang-wenang menyerang Afganistan. Pemerintah dituntut pula memutuskan hubungan diplomatik dengan negara adidaya itu. Tapi ini mustahil dipenuhi karena Indonesia secara ekonomi amat bergantung pada Amerika. Lalu apa yang dilakukan Mega? Presiden mencoba lepas dari jepitan itu dengan datang ke Masjid Istiqlal Ahad dua pekan silam, untuk menghadiri peringatan Isra Mi?raj Nabi Muhammad. Di situ, Presiden berupaya menarik simpati umat Islam lewat pidatonya. Dengan tegas Megawati menyatakan bahwa pemerintah Indonesia menolak aksi serangan sebuah negara ke negara lain dengan dalih mencari atau menangkap teroris. Menurut Presiden, ukuran dan aturan internasional harus diperhatikan agar tindakan memerangi kekerasan atau terorisme tidak menjadi tindak kekerasan dan teror baru. Dan tidak seorang pun atau negara mana pun dibenarkan melakukan penyerangan terhadap orang atau bangsa lain. Kendati Megawati tak menyebut negara mana yang dimaksud, orang gampang menebak. Jelas, Presiden sedang menyindir aksi serangan Amerika ke Afganistan. Sikap Presiden itu lebih keras daripada pernyataan pemerintah sebelumnya. Pada 8 Oktober lalu, sehari setelah Amerika membombardir Kabul, pemerintah hanya menyatakan rasa prihatin yang mendalam atas terjadinya serangan militer itu. Untuk ukuran negara yang mayoritas penduduknya Islam, sikap ini dinilai sejumlah kalangan terlalu lunak. Perubahan sikap Mega tidak bisa dilepaskan dari aksi demo yang kian marak. Malah, sejumlah organisasi massa Islam spontan juga mengangkat seruan jihad untuk membela Afganistan dan berniat melakukan aksi sweeping terhadap warga Amerika. Dan Majelis Ulama Indonesia pun akhirnya menganjurkan untuk berjihad. Hubungan Indonesia dan Amerika Serikat juga dipersoalkan. Sejumlah ormas Islam radikal mendesak pemerintah agar memutuskan hubungan diplomatik dengan Amerika. Sejumlah ormas Islam bahkan menyerukan untuk memboikot semua produk yang berbau Amerika. Semua isu itu diangkat oleh ormas-ormas Islam yang berdemonstrasi silih berganti di Jakarta dan juga kota besar lainnya seperti Surabaya, Bandung, dan Solo. Aksi-aksi itu bahkan bergulir menjadi semacam bola liar yang bisa mengancam pemerintahan Megawati. Tanda-tandanya bukan tak ada. Di markas Gerakan Pemuda Islam di Menteng, Jakarta, misalnya, terpampang poster yang menyudutkan pemerintah: ?Islam di Indonesia jangan dijual ke teroris Amerika.? Front Pembela Islam (FPI) pun tidak menyangkal bahwa posisi Megawati bisa terancam. Menurut Ketuanya, Rizieq Syihab, arus yang mendesak pemutusan hubungan diplomatik Indonesia dan Amerika Serikat kian besar dan sulit dibendung. Kalau Megawati mengabaikan tuntutan itu, kata Rizieq, bisa-bisa dia akan terjungkal. Megawati rupanya cepat menangkap gelagat. Ia menyadari betul bagaimana tekanan yang datang bertubi-tubi dari sejumlah kecil kelompok Islam. Apalagi setelah Wakil Presiden Hamzah Haz seperti menunjukkan sedikit perbedaan sikap. Ia tampak lebih tegas mengecam serangan Amerika Serikat. Jika situasi yang berpotensi membuka konflik elite ini dibiarkan, posisi Megawati jelas tak diuntungkan. Hanya, walaupun akhirnya sikap Mega cukup keras terhadap Amerika, tidak mungkin Indonesia menentang Amerika secara frontal. ?Nggak mungkin kita minta Ibu Mega membuat kebijakan radikal dan melawan semua negara yang sudah setuju dengan serangan Amerika Serikat ke Afganistan. Kita tidak bisa membayangkan menjadi singa ketika kenyataannya hanya kucing kecil,? kata Rizal Mallarangeng, salah satu penulis teks pidato Megawati. Karena itu, menurut Rizal Mallarangeng yang juga pengamat politik dari CSIS, ada semacam keniscayaan politik agar Megawati tidak selalu hanya berjalan lurus. Kadang ia perlu berbelok ke kiri dan kanan untuk memperlebar dukungan. Sikap Megawati yang sedikit ketus terhadap Amerika memang membuat banyak kalangan senang. Menurut Wakil Ketua Komisi I DPR, Astrid Susanto, sikap pemerintah itu menunjukkan pemerintah mendengarkan aspirasi yang ada di masyarakat dan DPR. Pernyataan pemerintah yang awalnya cenderung lunak, menurut Astrid, bisa dipahami. ?Dalam diplomasi internasional memang dibutuhkan tahapan-tahapan dan sikap hati-hati. Namun, ketika serangan itu sudah membabi buta, ya tentu pemerintah harus mengeluarkan sikap yang lebih tegas,? ujar anggota Fraksi Partai Demokrasi Kasih Bangsa itu. Ketua Partai Amanat Nasional Abdillah Toha juga menyambut baik. ?Tampaknya Presiden Megawati sudah bisa lebih menyerap aspirasi umat Islam,? katanya. Abdillah menyatakan bahwa PAN bisa memahami bahwa pemerintah cukup repot untuk bersikap terhadap Amerika. Sekretaris Umum MUI Din Syamsudin pun menghargai dan bahkan berterima kasih atas pernyataan Presiden Megawati itu. ?Secara substansial itu cukup keras, apalagi disampaikan dalam forum resmi umat Islam,? ujar Din. Tapi rupanya perubahan sikap Megawati sulit dipahami oleh pemerintah Amerika dan Australia. Juru bicara Gedung Putih, Ari Fleischer, menyatakan bahwa pemerintah Amerika menolak sikap Indonesia. Perdana Menteri Australia John Howard malah melontarkan kritik tajam. Pernyataan Megawati dalam peringatan Isra Mi?raj dinilai sebagai melemahnya dukungan Indonesia terhadap upaya Amerika memerangi teroris. Reaksi Menteri Luar Negeri Australia, Alexander Downer, seperti dikutip ABCNews, lebih keras lagi. Ia meminta Indonesia diam meski mendapat tekanan di dalam negeri. Belakangan, Kedutaan Besar Australia di Jakarta mengoreksi pernyataan itu. Menurut siaran pers yang ditandatangani Atase Pers Kirk Coningham, Downer tak pernah mengeluarkan ucapan seperti itu. Sebaliknya, ia justru bisa memaklumi sikap hati-hati dalam diskusi terbuka di negeri Islam mengenai aksi Amerika di Afganistan. Menanggapi reaksi Amerika dan Australia, Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda mengatakan bahwa sikap pemerintah Indonesia tak pernah berubah. Pernyataan Megawati di Istiqlal hanya penjelasan yang terkesan lebih tajam. Menurut Pejabat Direktur Penerangan Luar Negeri Wahid Supriyadi, sikap Indonesia juga tak melemah dalam memerangi terorisme dan tetap mengutuk terorisme dengan cara-cara yang tidak melawan hukum. Sebetulnya semua itu cuma persoalan diplomasi. Dan Megawati sedang mempertontonkan gayanya sendiri . Wicaksono, Andari K. Anom, Agus Hidayat, Kurie Suditomo (Hong Kong)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus