Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Dirundung Si Kepala Batu

Pohon apel di Malang diserang hama semacam jamur yang sulit diberantas. Dijuluki sebagai si kepala batu. Yang diserang pucuk-pucuk daun. Berbagai obat-obatan hama dicoba untuk membasminya, tapi tak berhasil. (dh)

3 Februari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PETANI apel di Kabupaten Malang sedang dirundung malang. Bukan lantaran serangan hama wereng atau tikus seperti di banyak daerah lain. Melainkan oleh sejenis jamur yang karena sulitnya diberantas lantas dijuluki petani sebagai hama si kepala batu. Dan memang letaknya di Kecamatan Batu. Yang diserang hama ini hanya pohon apel. Di kabupaten ini luas kebun apel meliputi lebih dari 2.500 hektar. Ini termasuk perkebunan perusahaan besar seperti Taman International (17 hektar), PT Sumber Bumi Makmur (14 hektar), Tambu Raya (11 hektar) dan Sumber Alam Semesta (10 hektar). Juga termasuk kebun milik kalangan yang dikenal penduduk sebagai orang gedean. Yakni beberapa pejabat pemerintah dari berbagai kalangan di berbagai tempat. Selama ini produksi apel daerah ini rata-rata 300 ribu ton setahun. Menurut perhitungan Dinas Pertanian Kabupaten Malang cukup lumayan untuk membendung pemasukan apcl Australia misalnya. Lebih-lebih di berbagai daerah lain di Indonesia jenis tanaman yang satu ini dikenal sebagai sulit tumbuh. Kecuali barangkali di daerah Lembang (Bandung Utara) di Jawa Barat yang iklimnya memang sejuk seperti di Batu. Pohon apel di Malang saat ini umumnya rata-rata sudah berumur 12 tahun. Keluhan petani terdengar sejak dua tahun lalu. Mula-mula ada sejenis ulat tanah menggerilya banyak pohon petani. Ini bisa dibasmi. Tapi sesudah itu muncul hama yang disebut petani sebagai si kepala batu tadi. Kasrie, Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Malang menyebut hama berujud jamur ini sebagai penyakit mildow. Yang diserang pucuk-pucuk daun sehingga memblokir tangkai dan daun baru tak sempat tumbuh. Berbagai obatobatan yang selama ini dikenal penduduk seperti moristan dan daitim sudah dicoba untuk membasminya. Tidak berhasil. Petani yang jengkel karena obat-obatan kimia tidak mempan mengusir hama tadi, ada yang mencoba membasuh pucuk-pucuk apel itu dengan sabun deterjen. Juga gagal. Sesudah itu ada pula yang mengecat pucuk apel itu dengan kalkarim. Jamur hilang. Namun beberapa waktu kemudia.n pohonnya sendiri mati. Begitulah, di Batu sekarang ini kelihatan pohon apel yang mengering di sana sini. Kasrie dari Dinas Perkebunan belun tahu apa obat yang tepat untuk membasmi hama ini. Atmaja, pemilik kebun seluas 2 hektar menyebut obatnya adalah caratin. Tapi obat yang dibacanya di buku ini katanya tidak dikenal di Indonesia. Hanya ada di luar negeri. Tatat Tarmana, pemilik 2 hektar kebun apel yang lain mempunyai percobaan begini. Ia menyemprotkan moristan dicampur dengan belerang dan gamping. Hasilnya -- kebun milik mahasiswa Institut Teknologi Bandung ini masih subur-subur pohonnya. Tak heran ia merasa beruntung. Apabila beberapa waktu lalu harga apel Malang hanya Rp 200 sekilo sekarang sudah menjadi Rp 300. Sebab Tatat tidak banyak saingan. Namun sementara Tatat senang, banyak petani uring-uringan. Karenanya tak heran jika sebagian di antara mereka yang mulai banting stir ke usaha lain.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus