Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kasus dugaan pemaksaan penggunaan jilbab di SMA Negeri 1 Banguntapan, Bantul, Yogyakarta kini tengah diselidiki Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Pemerintah Provinsi DI Yogyakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hari ini, pihak sekolah dipanggil oleh Dikpora untuk penjelasan kasus yang sempat viral tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pantauan Tempo, pihak sekolah yang dipanggil pun tampak telah merapat di Kantor Dikpora DI Yogyakarta di Jalan Cendana Nomor 9, Semaki, Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta.
Pemanggilan dengan agenda klarifikasi yang dijadwalkan pukul 13.00 WIB itu masih berlangsung hingga 14.45 WIB.
"Ya kami sedang klarifikasi baik sekolah maupun yang mengadukan, untuk lebih jauh kami dalami permasalahan sebenarnya apa," kata Kepala Dikpora DIY Didik Wardaya Senin, 1 Agustus 2022.
Didik menuturkan, pihaknya telah memberikan kesempatan kepada siswi yang diminta paksa memakai jilbab itu untuk tetap di SMAN 1 Bantul atau memilih di tempat lain. Hal ini, kata dia, agar siswi bersangkutan nyaman dalam melanjutkan sekolahnya.
"Kalau memilih di tempat lain, akan kami carikan sekolahnya," kata dia.
Didik mengakui, pihaknya juga sudah berkomunikasi dengan pendamping siswi tersebut. Bahwa siswi itu kemungkinan akan berpindah ke salah satu sma negeri di wilayah Kota Yogyakarta.
Didik menuturkan, belajar dari kasus tersebut, sekolah khususnya negeri wajib memahami soal aturan tentang seragam sekolah yang ada di peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 45 tahun 2014.
"Bahwa dalam aturan itu seragam sekolah itu ada seragam nasional dan seragam pramuka," kata dia.
Seragam nasional untuk SMA yang wajib adalah abu-abu putih. Kemudian untuk pramuka dan seragam ciri khas sekolah itu memang dianjurkan.
"Nah kemudian untuk di daerah ada seragam tambahan seperti baju adat Jawa yang di Yogya dikenakan setiap hari Kamis pahing," kata dia.
Adapun soal penggunaan jilbab, Didik mengatakan, tak ada aturan yang mengharuskan.
"Boleh pakai jilbab, boleh tidak. Ada muslimah memang diatur jilbab putih, tetapi itu bagi yang memakai," kata dia.
Didik menuturkan, dari kasus ini, pihaknya juga menelusuri adanya dugaan informasi penjualan paket jilbab berlogo SMAN 1 Banguntapan yang sempat beredar.
"Iya kami telusuri juga soal itu, kami membentuk semacam satgas menelusuri soal itu, karena tidak boleh jual beli seragam, sesuai dengan peraturan menteri," kata dia.
Didik belum mengetahui apakah selain satu kasus ini, ada kasus serupa lain.
"Masih kami dalami juga, ini apakah benar pemaksaan atau bagaimana kami belum tahu," katanya.
Soal ancaman sanksi yang akan diberikan jika terbukti ada pelanggaran, Didik mengatakan akan melihat rekomendasi tim.yang dibentuk.
"Rujukan (sanksi) bisa melihat peraturan pemerintah No 94 tahun 2021 tentang disiplin pegawai apakah itu termasuk kategori di sana," kata dia.
Jika ada guru terbukti melanggar, pihak Badan Kepegawaian Daerah (BKD) yang akan turun tangan.
Kepala sekolah SMA Negeri 1 Banguntapan Bantul sempat dipanggil Dinas Pendidikan DIY pada pekan lalu untuk klarifikasi awal.
Saat itu kepala sekolah bersangkutan menyatakan bahwa yang terjadi bukan pemaksaan, melainkan imbauan.
Namun yang terjadi, berdasar temuan Ombudsman RI, siswi bersangkutan merasa terintimidasi dan bahkan merasa depresi.
PRIBADI WICAKSONO