JANGAN bicara soal cengkeh di Minahasa, jika tak menyebut
Kecamatan Sonder. Jenis tanaman itu sudah dikenal penduduknya
sejak 1845. Karena itu jangan heran jika kecamatan berpenduduk
15.000 jiwa dengan 10 buah desa itu berpenghasilan paling tinggi
di Minahasa, yaitu 750 dolar AS per-kapita.
Kota Sonder sendiri, sebagai ibukota kecamatan, dibangun tak
dengan APBD. Semua yang ada berupa listerik, air bersih, pasar,
rumah sakit, bioskop-bioskop dan gedung-gedung pemerintahan
berasal dari saku penduduk. Rumah-rumah tinggal juga malahan
dibangun secara berlumba-lumba agar lebih bagus dari lainnya.
Dan yang dapat dijumpai akhir-akhir ini adalah ibukota kecamatan
iu telah lahir sebagai sebuah kota.
Tapi masa suram para petani cengkeh di Sonder terjadi ketika
musim panen dua tahun belakangan ini. Dengan 370. 000 pohon
cengkeh, musim panen baru lalu diperkirakan akan menghasilkan
bunga cengkeh sekitar 4.000 ton. "Ternyata yang ada hanya 2.200
ton," tutur Camat Sonder, H. Mandang.Bagi para petani
penyebabnya datang dari pabrik penyulingan minyak cengkeh milik
PT Sonalia di Desa Sendangan, di Kecamatan Sonder pula Pabrik
ini telah melalap daun-daun cengkeh sehagai bahan bakunya yang
biasanya menjadi humus menyuburkan pohonnya. Tapi karena
daun-daun itu diambil, humus berkurang. Dan sekitar 30.000
batang cengkeh di lereng Lengkoan mati.
Cleoptera
Ada pula dugaan lain. Pohon-pohon itu mati karena polusi udara
yang berasal dari cerobong asap pabrik minyak cengkeh itu. Tapi
sebuah tim survey dari Dinas Perkebunan Sulawesi Utara
mengungkapkan bahwa kematian batang-batang cengkeh itu tak lain
disebabkan hama penggerek batang, yaitu cleoptera Hama ini
muncul karena humus tanah sebagai penyerap air terganggu akibat
daun-daunnya yang gugur diambil untuk bahan baku pabrik tadi.
Dan batang cengkeh yang banyak menyerap air mengundang datangnya
si cleoptera.
Lain lagi pendapat Kepala Dinas Perkebunan Minahasa, ir. W.
Montong. Menurut Montong, penyebabnya tak lain karena para
petani Sonder "merasa diri telah berpengalaman dan kurang
mengindahkan penyuluhan." Di samping pohon-pohon cengkeh sudah
cukup berumur dan jarak penanaman terlampau dekat juga tanah
selalu digarap untuk ditanami jenis holtikultura, kata Montong
Meskipun pendapat ini ditolah oleh para petani Sonder, tapi
diam-diam mereka ikuti. Buktinya mereka mulai menebangi
pohon-pohon yang sudah mati, menggannnya dengan jenis Zanzibar
dan membuang tanaman sela. Dengan kesibukan peremajaan itu pula
para petani menemukan sumber penghasilan baru, yaitu berdagang
bibit cengkeh Dengan modal Rp 10 tiap biji, setelah disemaikan
setahun kemudian dapat dijual sebagai bibit dengan harga Rp 300
per-batang.
Karena merasa daerah Sonder sudah begitu sempit untuk bertani,
akhir-akhir ini para petani di sini mulai meluaskan usaha dengan
membeli tanah-tanah pertanian di luar wilayah mereka. Terutama
di daerah Kabupaten Bolaang Monondow, di selatan sana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini