Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Ekspansi petani sonder

Kec. sonder, penghasil cengkih berubah menjadi kota. panen cengkih merosot karena hama. pabrik penyulingan minyak cengkih bilik pt. sonalia diduga sebagai penyebabnya. (dh)

8 April 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JANGAN bicara soal cengkeh di Minahasa, jika tak menyebut Kecamatan Sonder. Jenis tanaman itu sudah dikenal penduduknya sejak 1845. Karena itu jangan heran jika kecamatan berpenduduk 15.000 jiwa dengan 10 buah desa itu berpenghasilan paling tinggi di Minahasa, yaitu 750 dolar AS per-kapita. Kota Sonder sendiri, sebagai ibukota kecamatan, dibangun tak dengan APBD. Semua yang ada berupa listerik, air bersih, pasar, rumah sakit, bioskop-bioskop dan gedung-gedung pemerintahan berasal dari saku penduduk. Rumah-rumah tinggal juga malahan dibangun secara berlumba-lumba agar lebih bagus dari lainnya. Dan yang dapat dijumpai akhir-akhir ini adalah ibukota kecamatan iu telah lahir sebagai sebuah kota. Tapi masa suram para petani cengkeh di Sonder terjadi ketika musim panen dua tahun belakangan ini. Dengan 370. 000 pohon cengkeh, musim panen baru lalu diperkirakan akan menghasilkan bunga cengkeh sekitar 4.000 ton. "Ternyata yang ada hanya 2.200 ton," tutur Camat Sonder, H. Mandang.Bagi para petani penyebabnya datang dari pabrik penyulingan minyak cengkeh milik PT Sonalia di Desa Sendangan, di Kecamatan Sonder pula Pabrik ini telah melalap daun-daun cengkeh sehagai bahan bakunya yang biasanya menjadi humus menyuburkan pohonnya. Tapi karena daun-daun itu diambil, humus berkurang. Dan sekitar 30.000 batang cengkeh di lereng Lengkoan mati. Cleoptera Ada pula dugaan lain. Pohon-pohon itu mati karena polusi udara yang berasal dari cerobong asap pabrik minyak cengkeh itu. Tapi sebuah tim survey dari Dinas Perkebunan Sulawesi Utara mengungkapkan bahwa kematian batang-batang cengkeh itu tak lain disebabkan hama penggerek batang, yaitu cleoptera Hama ini muncul karena humus tanah sebagai penyerap air terganggu akibat daun-daunnya yang gugur diambil untuk bahan baku pabrik tadi. Dan batang cengkeh yang banyak menyerap air mengundang datangnya si cleoptera. Lain lagi pendapat Kepala Dinas Perkebunan Minahasa, ir. W. Montong. Menurut Montong, penyebabnya tak lain karena para petani Sonder "merasa diri telah berpengalaman dan kurang mengindahkan penyuluhan." Di samping pohon-pohon cengkeh sudah cukup berumur dan jarak penanaman terlampau dekat juga tanah selalu digarap untuk ditanami jenis holtikultura, kata Montong Meskipun pendapat ini ditolah oleh para petani Sonder, tapi diam-diam mereka ikuti. Buktinya mereka mulai menebangi pohon-pohon yang sudah mati, menggannnya dengan jenis Zanzibar dan membuang tanaman sela. Dengan kesibukan peremajaan itu pula para petani menemukan sumber penghasilan baru, yaitu berdagang bibit cengkeh Dengan modal Rp 10 tiap biji, setelah disemaikan setahun kemudian dapat dijual sebagai bibit dengan harga Rp 300 per-batang. Karena merasa daerah Sonder sudah begitu sempit untuk bertani, akhir-akhir ini para petani di sini mulai meluaskan usaha dengan membeli tanah-tanah pertanian di luar wilayah mereka. Terutama di daerah Kabupaten Bolaang Monondow, di selatan sana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus