Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi memulai sidang perdana permohonan sengketa perselisihan hasil pemilihan kepala daerah Bolaang Mongondow Selatan, Sulawesi Utara, hari ini. Dalam persidangan tersebut, pemohon yaitu pasangan calon bupati dan wakil bupati Bolaang Mongondow Selatan nomor urut satu, Arsalan Makalalag dan Hartina S. Badu, membeberkan dugaan politik uang yang terjadi selama masa kampanye hingga menjelang hari pemungutan suara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kuasa hukum pasangan calon Arsalan-Hartina, Fanly Katili, mengatakan telah terjadi dugaan politik uang atau money politics yang massif selama proses pilkada berlangsung. “Politik uang yang diduga dilakukan oleh oknum kepala dinas pendidikan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan di lokasi Tempat Pemungutan Suara,” kata Fanly saat membacakan gugatan kliennya di Ruang Sidang Panel III Mahkamah Konstitusi, Selasa, 14 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Fanly mengatakan terjadi serangan fajar yang diduga dilakukan oleh pejabat dinas pendidikan tersebut di hari pencoblosan. Pejabat tersebut diduga membagikan sejumlah uang dengan nominal pecahan Rp 50.000 kepada masyarakat yang menuju maupun yang sudah berada di lokasi TPS di wilayah Kecamatan Pinolosian, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan.
“Kami laporkan ke Bawaslu, tapi Bawaslu tidak menindaklanjuti karena katanya bukan sebagai pelanggaran pemilihan. Itu juga kami heran,” kata Fanly.
Di samping itu, Fanly juga mengatakan ada praktik politik uang yang menyasar murid sekolah dasar hingga siswa sekolah menengah pertama (SMP). Ia mengatakan beberapa kepala sekolah diduga membagikan buku, seragam sekolah, sepatu, hingga tas bergambar pasangan calon nomor urut dua, Iskandar Kamaru-Deddy Abdul Hamid. Pasangan calon ini merupakan kandidat inkumben.
"Buku tersebut bergambarkan paslon, tapi yang dituliskan bupati. Karena kebetulan yang maju inkumben,” ujarnya.
Menurut Fanly, pembagian barang-barang kepada siswa tersebut terjadi selama masa kampanye hingga masa tenang. Siswa yang menerima langsung bungkusan tersebut. Lalu pemberi menitipkan pesan agar menyampaikan kepada orang tua mereka untuk memilih Iskandar-Deddy. “Ada buktinya,” kata Fanly.
Dalam persidangan dengan nomor perkara nomor 11/PHPU.BUP-XXIII/2025 ini, kubu Arsalan-Hartina meminta Mahkamah Konstitusi untuk memerintahkan KPU Bolaang Mongondow Selatan mendiskualifikasi Iskandar-Deddy. Pasangan calon Iskandar-Deddy merupakan pemenang pilkada Bolaang Mongondow Selatan.
Sesuai penetapan KPU, Iskandar-Deddy meraih 33.356 suara dan Arsalan-Hartina sebanyak 14.105 suara. Pasangan calon Arsalan-Hartina yang diusung oleh Partai Golkar dan Partai NasDem tidak menerima penetapan hasil pilkada tersebut. Mereka lantas mendaftarkan permohonan sengketa hasil perselisihan pilkada ke Mahkamah Konstitusi.
Pada persidangan selanjutnya, Mahkamah Konstitusi mengagendakan pemeriksaan termohon dan pihak terkait. Pihak termohon adalah KPU Bolaang Mongondow Selatan dan pihak terkait adalah pasangan calon Iskandar-Deddy. Mereka akan menanggapi gugatan Arsalan-Hartina tersebut.
Pilihan Editor : "Partai Coklat" dalam Kisruh Pilkada