Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) saling melempar bola panas terkait siapa yang menginisasi kenaikan PPN 12 persen. Hal ini bermula saat Ketua DPR sekaligus Ketua DPP PDIP Puan Maharani mewanti-wanti dampak kenaikan PPN menjadi 12 persen per 1 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat itu dia menyarankan agar pemerintah mendengarkan masukan dari berbagai kalangan, termasuk para pakar, terhadap potensi yang bisa ditimbulkan atas kebijakan itu. “Karena masih ada kekhawatiran bahwa kebijakan ini dapat memperburuk keadaan bagi kelas menengah dan pelaku usaha kecil," kata Puan melalui keterangan tertulis pada Kamis, 19 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Membalas pernyataan Puan Maharani, Anggota DPR Fraksi Partai Gerindra, Heri Gunawan, mengatakan PDIP tak perlu bermain drama dengan berpura-pura membela masyarakat atas kenaikan PPN 12 persen. Dia menyebut sikap PDIP yang berubah kini bisa dipandang sebagai sikap oportunis yang memanfaatkan panggung demi pencitraan.
“Sebaiknya PDIP mengambil sikap tegas sebagai oposisi terhadap pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Apalagi PDIP sudah memiliki pengalaman 10 tahun menjadi oposisi pemerintahan SBY," katanya melalui keterangan tertulis pada Ahad, 22 Desember 2024.
Dengan demikian, kata dia, konfigurasi politik di parlemen akan menjadi jelas, siapa yang pendukung pemerintah dan siapa oposisi. Dia menuturkan, kenaikan PPN 12 persen merupakan tanggung jawab PDIP, yang kala itu menjadi pimpinan pengesahan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Dia menyatakan, dasar kenaikan pajak itu adalah Pasal 7 Ayat (1) UU HPP yang mengamanatkan tarif PPN sebesar 11 persen berlaku 1 April 2022 dan tarif PPN 12 persen berlaku paling lambat 1 Januari 2025. Berdasarkan ketentuan UU HPP, kenaikan tarif PPN dilakukan dalam dua tahap, yang mana tahap pertama sudah dilakukan pada 2022.
"Waktu itu PDIP paling bersemangat menyampaikan kenaikan PPN dan bahkan mau pasang badan, sehingga aneh menjelang pemberlakukan tahap kedua, PDIP berpaling muka dan mengkritik dengan keras,” ujar dia.
Dia menjelaskan bahwa pembahasan tingkat I UU HPP dilakukan di Komisi XI DPR. Ketika itu, yang mengetuai panitia kerja atau Panja adalah kader PDIP, Dolfie Othniel Frederic Palit. Selain itu, sebagai partai terbesar di DPR, PDIP juga mengirim paling banyak anggota di Panja.
Menurut dia, pembahasan di tingkat I terbilang lancar dan hampir semua fraksi menyatakan setuju terhadap UU HPP. Kemudian, pembahasan dilanjutkan pada tingkat II yakni di rapat paripurna DPR.
"Konfigurasinya tidak berbeda. Perlu diketahui, waktu itu Ketua DPR juga dijabat oleh kader PDIP, Puan Maharani,” ujar Heri.
Menanggapi pernyataan Heri Gunawan, Ketua DPP PDIP, Deddy Yevri Sitorus, membantah tudingan bahwa fraksi partainya yang mengusulkan kenaikan PPN menjadi 12 persen. Dia mengatakan, kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen melalui pengesahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), bukanlah atas dasar inisiatif fraksi PDIP.
Deddy Sitorus menyatakan, pembahasan UU tersebut sebelumnya diusulkan oleh pemerintahan Joko Widodo pada periode lalu. PDIP, kata dia, sebagai fraksi yang terlibat dalam pembahasan, kemudian ditunjuk sebagai Ketua Panitia Kerja atau Panja.
“Jadi, salah alamat kalau dibilang inisiatornya PDI Perjuangan, karena yang mengusulkan kenaikan itu adalah pemerintah dan melalui Kementerian Keuangan," kata Deddy melalui keterangan tertulis, pada Ahad, 22 Desember 2024.
Dia menjelaskan bahwa ketika itu, UU tersebut disetujui dengan asumsi bahwa kondisi ekonomi Indonesia dan global dalam kondisi yang baik-baik saja. Namun, kata Deddy, seiring perjalannya waktu, ada sejumlah kondisi yang membuat banyak pihak, termasuk PDIP meminta agar penerapan kenaikan PPN menjadi 12 persen dikaji ulang.
"Jadi, sama sekali bukan menyalahkan pemerintahan Pak Prabowo, bukan, karena memang itu sudah given dari kesepakatan periode sebelumnya," kata dia.
Annisa Febiola berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Apa yang Dikhawatirkan APINDO Jika PPN 12 Persen Diterapkan