Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Halal tapi Belum Laku

Ekonomi berlabel syariah sedang ngetren di Indonesia. Malaysia lebih dulu.

24 Juni 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LABEL syariah lagi naik daun di Indonesia. Setelah beberapa bank syariah melenggang gemilang, kini ada pula kantor pegadaian yang ikut melirik jalan syariah. Itulah Perusahaan Umum Pegadaian. Dalam seminar berjudul "Menumbuhkan Usaha Wong Cilik Lewat Jalur Pegadaian" di Jakarta, awal Juni lalu, Deddy Kusdedi, direktur utama perusahaan milik pemerintah itu, menyatakan akan mengembangkan bisnis pegadaian syariah dengan modal Rp 30 miliar. Beda pegadaian syariah dengan yang konvensional hanya pada misinya, yaitu membantu kebutuhan dana masyarakat sekaligus meningkatkan kesejahteraan umat Islam dengan syarat yang ringan. Sedangkan pegadaian konvensional cenderung "menggencet" konsumennya. Apakah pegadaian dengan janji manis dan label yang indah itu bakal laku di pasar? Bisa ya, bisa tidak. Yang jelas, tak semua bisnis berlabel syariah melenggang mulus di pasar. Ini setidaknya dialami PT Citra Marga Nusapala Persada. Perusahaan konstruksi jalan tol milik Siti Hardijanti Indra Rukmana alias Tutut Soeharto itu pernah menerbitkan obligasi syariah pada 1994. Obligasi adalah surat utang yang diterbitkan suatu perusahaan untuk meraup investasi. Dalam obligasi konvensional, investor memperoleh bunga berdasarkan tingkat suku bunga tertentu. Sedangkan dalam obligasi syariah, investor memperoleh keuntungan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudarabah). Tapi, menurut Ir. Adiwarman Azwar Karim, anggota Dewan Syariah Bank Muamalat Indonesia, obligasi Tutut itu tak laku di pasar. "Masyarakat kita belum terbiasa dengan sistem bagi hasil," kata Adiwarman. Langkah Tutut salah musim. Pada 1994, sistem ekonomi syariah belum populer. Bank Muamalat Indonesia saja baru berdiri pada akhir 1997. Sebetulnya, halalkah bisnis obligasi? Hukum obligasi konvensional, menurut Adiwarman, jelas haram. Alasannya, obligasi memungut bunga, baik dalam bentuk diskonto maupun bunga atas pokok. Bunga adalah riba yang diharamkan dalam Islam. Sedangkan obligasi syariah, menurut Adiwarman, halal. Obligasi itu dapat dilakukan dalam bentuk akad bagi hasil, akad jual-beli, atau akad pinjaman (qard). Walau umum dipraktekkan di kalangan pengusaha menengah ke bawah, obligasi syariah relatif tidak populer di Indonesia. Pemerintah sendiri belum pernah mengeluarkan obligasi syariah. Namun, itu bukan berarti bisnis yang mirip-mirip obligasi syariah belum ada. Menurut Syafii Antonio, pengamat ekonomi syariah dari Tazkia Institute Jakarta, ada dua perusahaan yang menerima penyertaan modal di bursa saham dalam bentuk reksadana syariah, yaitu PT Danareksa, badan usaha milik negara, dan Permodalan Nasional Madani, perusahaan swasta dalam bidang investasi. Tak seperti reksadana konvensional, reksadana syariah membatasi kliennya hanya pada perusahaan yang memiliki produk bisnis utama (core business) yang halal. Perusahaan yang mengeluarkan produk tak halal bakal ditampik, misalnya bank konvensional, perusahaan makanan dari daging babi, bisnis pelacuran, atau produksi media pornografi. Baguskah pasar reksadana? "Selama ini, animo masyarakat terhadap reksadana syariah cukup baik," kata Syafii Antonio. Semangat mengembangkan ekonomi syariah di Indonesia sedang menggeliat. Indikasinya, setelah Bank Muamalat Indonesia, belakangan beberapa bank konvensional membuka bank syariah, antara lain Bank IFI Syariah, Bank Syariah Mandiri, dan BNI Syariah (cabang Pekalongan). Ketika krisis ekonomi melanda Indonesia, bank-bank syariah tenang-tenang saja menikmati untung, sementara bank-bank konvensional terengah-engah. Selain bank, belakangan ada perusahaan asuransi jiwa yang berlabel syariah, yaitu PT Asuransi Takaful Keluarga. Tahun ini, organisasi Masyarakat Ekonomi Syariah lahir. Namun, perkembangan ekonomi syariah di Indonesia tak segemilang di Malaysia. Berkembang sejak 1980-an, sistem perbankan dan sistem pasar modal Islam di negeri berpenduduk mayoritas muslim itu telah berhasil di- operasikan bersandingan dengan sistem konvensional. "Bank syariah sekarang jadi tren. Ini pasar baru yang sedang berkembang," kata Dr. Ghazali Atan, Chief Executive Officer Komplek Metrowangsa Sdn. Bhd., perusahaan reksadana syariah di Kuala Lumpur. Malaysia juga diakui sebagai negara pertama di dunia yang berhasil menjalankan pasar uang antarbank Islam. Jadi, jika mau belajar, tak perlulah ke Negeri Cina. KMN, Agus Hidayat, Muchid Bintani (Malaysia)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus