Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Difabel

Hanya 20 Persen Difabel Dapat Akses Alat Pengampu Tubuh

Pengadaan alat pengampu tubuh yang terakses dan murah bagi difabel belum memadai di negara-negara berkembang.

24 Juni 2020 | 10.00 WIB

Seorang guru menjajal berjalan menggunakan tongkat karya siswanya, di Kairo, Mesir, Selasa, 4 September 2018. Siswa sekolah teknologi informasi di Kairo merancang tongkat navigasi untuk para penyandang tunanetra. REUTERS/Mohamed Abd El Ghany
Perbesar
Seorang guru menjajal berjalan menggunakan tongkat karya siswanya, di Kairo, Mesir, Selasa, 4 September 2018. Siswa sekolah teknologi informasi di Kairo merancang tongkat navigasi untuk para penyandang tunanetra. REUTERS/Mohamed Abd El Ghany

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Pergerakan Difabel Indonesia atau Perdik menyatakan hanya 20 persen penyandang disabilitas yang dapat mengakses alat pengampu organ tubuh atau assistive tools.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua Pergerakan Difabel Indonesia untuk Kesetaraan, Ishak Salim mengatakan banyak penyandang disabilitas yang tinggal di daerah terpencil belum mendapatkan akses untuk membeli atau bantuan assistive tools. Beberapa alat pengampu tubuh misalkan tongkat putih untuk tunanetra, alat bantu dengar bagi tunarungu atau tuli, hingga alat bantu proses belajar mengajar bagi penyandang disabilitas mental intelektual.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

"Saat ini assistive tools yang tersedia lebih banyak untuk penyandang disabilitas fisik. Itupun belum merata sebarannya," kata Ishak Salim dalam sebuah diskusi daring bertajuk 'Strategi Penguatan Organisasi Disabilitas' pada Minggu, 14 Juni 2020.

Ishak menjelaskan, saat ini hanya ada dua lembaga yang aktif melakukan pengadaan bantuan peralatan pengampu secara gratis, di antaranya United Cerebral Palsy atau UCP dan Organisasi Harapan Nusantara atau Ohana. Lantaran masih kurangnya pengadaan alat pengampu bagi difabel sensorik serta mental dan intelektual, banyak dari mereka menggunakan peralatan lain yang jauh dari kriteria kegunaannya secara fisik.

Contoh, penyandang disabilitas netra dan berusia lanjut di Makassar, Sulawesi Selatan, memakai sapu lidi sebagai pengganti tongkat putih tunanetra. Difabel sensorik rungu yang belum mendapatkan akses alat bantu dengar maupun pembelajaran bahasa isyarat membuat mereka berkomunikasi alakadarnya.

Ishak Salim menambahkan, dari sekitar 80 persen literatur yang membahas alat pengampu disabilitas, sebanyak 45,2 persen berfokus pada teknologi untuk mobilitas, sedangkan 35,5 persen berfokus pada teknologi untuk penglihatan. Jenis alat pengampu itupun sebagian besar berupa kaca mata dan prostetik atau organ tubuh artifisial untuk pemenuhan unsur estetika. "Alat pengampu untuk berkomunikasi, mendengar, dan kemampuan kognitif belum terwakili," ucap Ishak.

Pada 2016, Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO memperkirakan lebih dari 1 miliar penyandang disabilitas dan di antaranya adalah para lanjut usia yang membutuhkan satu atau lebih alat pengampu tubuh. Namun pengadaan peralatan yang terakses dan murah belum memadai di negara-negara berkembang.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus