Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bekas-bekas kebakaran masih teronggok. Gereja berkapasitas lebih dari 500 orang itu kini lengang, sementara pita kuning dari kepolisian masih melilit di tiang-tiang. Itulah suasana sebuah gereja di daerah Kanungu, 320 kilometer dari Kampala, ibu kota Uganda, hingga Kamis pekan lalu. Maklum, sekitar 500 orang lebih anggota sekte Movement for the Restoration of the Ten Commandments of Godsebut saja sekte Sepuluh Perintah Allahyang bermarkas di gereja itu baru saja tewas secara masal, Jumat dua pekan lalu. Diperkirakan, mereka membakar diri karena suatu kepercayaan. Polisi setempat hingga kini masih menyelidiki kasus itu.
Ada pemandangan tak lazim terjadi sepekan sebelum peristiwa tersebut. Banyak penduduk kawasan Kanungu yang melego barang-barang milik pribadi mereka ke para pedagang pasar tradisional. Tak pelak, pasar yang berada di tengah permukiman komunitas Katolik itu dipenuhi benda loak seperti ketel, kompor, dan sepeda motor. Ketidaklaziman lain, ada sebagian orang sibuk membeli berbotol-botol minuman Coca-cola dan berliter-liter minyak. Keganjilan itu baru jelas hubungan sebab-akibatnya, ya, setelah peristiwa bunuh diri massal itu terjadi.
Sepuluh Perintah Allah adalah salah satu sekte keagamaan lokal yang tumbuh di Uganda. Sekte yang terdaftar sebagai organisasi swadaya masyarakat pada 1997 itu berkiprah sejak 1990. Dipimpin Joseph Kibwetere, bekas pastor Katolik Roma dan politisi sayap oposisi yang gagal, sekte itu menarik kalangan petani dan perajin yang umumnya miskin. Sejumlah pastor dan suster yang dikucilkan juga bergabung.
Joseph, yang mengaku menyimpan rekaman pembicaraan antara Yesus dan Bunda Maria, menjerat pengikutnya dengan berbagai aturan organisasi yang ketat dan mewajibkan mereka agar patuh secara buta kepada pemimpin. Komunikasi antaranggota kelompok dibatasi dengan hierarki yang berjenjang. Yang muda tak bisa sembarangan berbicara dengan yang tua. Selain pelarangan seks, ruang untuk laki-laki dipisahkan dari perempuan. Anggota yang melanggar aturan dikenai denda yang berat. ''Mereka juga harus menjual harta benda miliknya dan menyerahkan uangnya untuk organisasi," kata Emanuel Besigye, 38 tahun, yang pernah dekat dengan pendiri sekte.
Kepada pengikutnya, Joseph, sang pemimpin sekte, pernah meramalkan kiamat bakal membumihanguskan kehidupan pada malam pergantian milenium, 31 Desember 1999. Namun, setelah ramalan itu meleset, Joseph menggeser ramalan kiamat pada ujung Desember 2000. Dan walau hari-H itu masih beberapa bulan mendatang, toh mereka kini telah menjemput maut.
Peristiwa semacam di Uganda bukanlah yang pertama. Sekte The Holy Spirit Movement pada 1980-an di bawah pimpinan wanita yang mengaku titisan sang Roh Suci juga pernah mendorong ratusan pengikutnya untuk harakiri. Ada yang menganalisis bahwa ketakutan terhadap kiamat yang mendekat dan faktor kemiskinan menjadi pendorong sebagian orang Uganda masuk ke sekte. Namun, gejala munculnya sekte, juga yang melakukan bunuh diri massal, setali tiga uang terjadi di negara maju dan makmur. Contohnya, sekte Pintu Surga pimpinan Marshal Applewhite di Kota California, AS, pada 1997, sekte Ranting David pimpinan David Koresh di AS pada 1993, dan sekte Kuil Matahari di Kanada dan Swiss pada 1994-1997. Beberapa sekte di Vietnam dan Korea juga pernah melakukan tindakan semacam itu.
Mengapa sekte atau gejala yang disebut kelompok kultus itu muncul? Rektor Universitas Paramadina Mulya, Prof. Dr. Nurcholish Madjid, dalam suatu kesempatan menjelaskan, secara psikologis kultus adalah upaya pencarian pegangan hidup seseorang pada saat kondisi jiwanya terguncang. Keadaan itu muncul dalam masyarakat yang mengalami perubahan sosial, ekonomi, dan politik yang dahsyat. Ketika orang bingung, apalagi dikabarkan kiamat tak lama lagi, sekte yang bisa memberikan jalan keselamatan dianggap dewa penolong. Paham kultus bisa menggiring pengikutnya ke tindakan antisosial yang berbahaya. Contohnya, tindakan bunuh diri massal.
Namun, dalam kasus di Uganda itu, Prof. Dr. Azyumardi Azra, Rektor IAIN Jakarta, melihat soal kepercayaan akan kiamat yang mendekat merupakan pendorong utama bunuh diri, dibandingkan dengan faktor sosial ekonomi. Apakah bunuh diri dianggap sebagai jalan menuju kedamaian? Bisa jadi. Sebab, ada tulisan yang masih gres dan diperkirakan ditulis oleh anggota sekte tersebut di atas papan tulis yang berbunyi: Good Journey (Perjalanan yang Indah).
Kelik M. Nugroho, biro Jakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo