Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Hardiknas 2024, P2G Soroti Kebijakan Pendidikan Era Nadiem Makarim

Mulai dari evaluasi Merdeka Belajar 26 episode hingga menagih janji Prabowo-Gibran, ini desakan dari P2G dalam Hardiknas 2024.

3 Mei 2024 | 12.46 WIB

Siswa menerbangkan balon yang berisi harapan di Pondok Pesantren Progresif Bumi Shalawat, Tulangan, Sidoarjo, Jawa Timur, Kamis 2 Mei 2024. Kegiatan tersebut dalam rangka peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun 2024 dengan tema Lanjutkan Bersama, Lanjutkan Merdeka Belajar. ANTARA FOTO/Umarul Faruq
Perbesar
Siswa menerbangkan balon yang berisi harapan di Pondok Pesantren Progresif Bumi Shalawat, Tulangan, Sidoarjo, Jawa Timur, Kamis 2 Mei 2024. Kegiatan tersebut dalam rangka peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun 2024 dengan tema Lanjutkan Bersama, Lanjutkan Merdeka Belajar. ANTARA FOTO/Umarul Faruq

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Pengurus Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) memberikan lima catatan evaluasi kritis dan harapan untuk memperbaiki kualitas pendidikan nasional dalam momentum Hari Pendidikan Nasional atau Hardiknas yang jatuh pada 2 Mei 2024. P2G khususnya menyoroti soal pendidikan Indonesia pada kepemimpinan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim dengan kebijakan Merdeka Belajar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Berikut ulasannya:

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

1. Evaluasi Merdeka Belajar 26 Episode

P2G mendesak DPR dan DPD mengevaluasi program Merdeka Belajar yang sudah lahir sebanyak 26 Episode sejak Nadiem Makarim dilantik pada 2019. Evaluasi total terhadap kebijakan-kebijakan pendidikan era Nadiem Makarim ini, menurut P2G, seharusnya juga dilakukan oleh lembaga independen, termasuk organisasi profesi guru agar kelangsungan atau dihentikannya kebijakan ini benar-benar dilakukan secara objektif, berorientasi perbaikan, jujur, dan berbasis data.

"Bagi P2G, setelah hampir lima tahun menjabat, perubahan perbaikan fundamental pendidikan dan guru belum banyak terjadi, meskipun sudah dua puluh enam jilid Merdeka Belajar itu episodenya. Contoh hasil PISA kita, sekarang justru skornya makin jeblok, bahkan terendah selama sepuluh tahun terakhir", kata Iman Zanatul Haeri, Kepala Bidang Advokasi P2G dalam keterangan resmi yang diterima Tempo, Jumat, 3 Mei 2024.

Dalam catatan P2G, era Nadiem Makarim kerap memproduksi istilah-istilah yang secara esensial masih sebatas jargon atau slogan belaka untuk kepentingan citra programnya. Misalnya Merdeka Belajar, Kampus Merdeka, Kurikulum Merdeka, Platform Merdeka Mengajar (PMM). Juga Penggerak seperti Guru Penggerak, Sekolah Penggerak, Kepala Sekolah Penggerak, Awan Penggerak; dan lainnya. 

"P2G menilai baru di era Mas Nadiem-lah, istilah yang sebenarnya jargon ini mengalami surplus produksi sampai-sampai publik tak paham, tak hafal juga. Apa saja isi dua puluh enam Episode Merdeka Belajar itu, apa bedanya Guru Penggerak dengan Guru bukan penggerak? Di zaman Mendikbud sebelumnya tidak begini," ujar Iman.

P2G juga berharap agar kebijakan seperti Program Guru Penggerak (PGP) yang anggarannya fantastis mencapai Rp 3 triliun (pada 2024) dihentikan. Sebab, PGP bertentangan dengan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Menurut Iman, PGP bersifat diskriminatif, esklusif, tidak berkeadilan, dan tidak mengedepankan prinsip kesetaraan peluang. Karena tidak semua guru berhak ikut pelatihan PGP untuk meningkatkan kompetensinya. Padahal, menurut UU Guru dan Dosen pasal 14 ayat (1) huruf d: "Guru berhak memperoleh kesempatan meningkatkan kompetensi." Artinya, semua guru tanpa kecuali sangat berhak mendapatkan dan mengikuti pelatihan, tidak hanya Guru Penggerak seperti sekarang ini.

Di era Nadiem juga guru dikotak-kotakkan dengan beragam label. Ada istilah Guru Penggerak, Guru Konten Kreator, Guru Fasilitator, Guru Komite Pembelajaran, dan lainnya. Menurut P2G, ini jelas membuat kastaisasi guru, eksklusivitas, dan menyulut konflik horizontal sesama guru.

Menyoal, Platform Merdeka Mengajar atau PMM, P2G juga meminta agar PMM yang dibuat Kemdikbudristek tidak diwajibkan untuk diisi atau diikuti secara bertahap oleh guru. Meskipun sudah ada edaran dari Dirjend GTK Kemdikbud perihal ini, praktiknya di daerah, Dinas Pendidikan dan Pengawas sekolah masih mewajibkan guru mengikuti serangkaian kegiatan via PMM untuk mengejar sertifikat yang menganggu proses pembelajaran siswa. 

"Lebih menyedihkan adalah Dinas Pendidikan dan Pengawas Sekolah di daerah mengecek jumlah guru dan sekolah yang tidak mengerjakan PMM. Lalu ditakut-takuti bahwa tunjangan sertifikasi guru tidak akan cair jika guru tidak menuntaskan PMM. Padahal antara PMM dan tunjangan sertifikasi itu tak ada kaitannya. Ini sangat ironis dengan Merdeka Belajar," ujar guru honorer ini.

Mengenai kebijakan Kurikulum Merdeka, P2G merasa perlu dilanjutkan, sambil dilakukan perbaikan atau revisi bagian-bagian. Termasuk pelatihan guru, seperti halnya dulu Kurikulum 2013 yang direvisi pada tahun 2017. 

2. Tata Kelola Pendidikan Nasional

Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim berharap menteri pendidikan yang baru terlebih dulu menyiapkan "Peta Jalan Pendidikan Nasional", yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila, budaya bangsa, dengan ciri kenusantaraan, dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tidak semata-mata menyiapkan perangkat teknologi digital seperti saat ini. Sebab, menurut da, yang terjadi adalah jurang ketimpangan digital yang semakin menganga antarsekolah dan daerah. 

"P2G berharap teknologi digital yang dikembangkan ke depan adalah teknologi yang inklusif, bukan teknologi yang menambah kesenjangan. Dan dibarengi dengan mengakselerasi akses infrastruktur (digital), sembari fokus pada kualitas pendidikan dasar di dalamnya," kata Satriwan.

P2G juga mendesak pemerintah untuk memperbaiki ketimpangan digital. Persoalan tersebut diantaranya yang dilaporkan dari jaringan P2G di Kabupaten Melawi, Bintan, Lamongan, Kepulauan Sangihe, Pandeglang, Garut, Bima, dan Ende.

"Bahkan untuk ikut pelatihan Guru Penggerak, mereka turun (pergi) ke ibukota Kabupaten Melawi, mencari sinyal. Otomatis proses belajar mengajar di sekolah ditinggalkan. Jadwal Zoom pelatihan PGP mengambil hari efektif, tidak Sabtu-Minggu. Alhasil hak anak diabaikan," ucap Satriwan yang menerima curhatan dari guru di Melawi.

Menurut Satriwan, P2G mencatat beberapa poin prioritas dan krusial dalam pendidikan ke depan yang mesti diakselerasi perbaikannya oleh Mendikbud baru, yaitu mengejar ketertinggalan skor PISA, menyiapkan Cetak Biru Tata Kelola Guru Nasional, menuntaskan rekrutmen 1 juta guru PPPK, memprioritaskan pengangkatan guru honorer menjadi ASN, membuka kembali rekrutmen guru PNS, mencegah dan meminimalisir kekerasan di satuan pendidikan, refocusing anggaran pendidikan 20 persen APBN dan APBD, memperluas, melengkapi, dan meningkatkan kualitas infrastruktur sekolah/madrasah serta mengakselerasi perluasan akses digital, meninjau ulang skema biaya pendidikan seperti Dana BOS dan UKT di perguruan tinggi yang harusnya berpihak pada masyarakat tidak mampu, hingga mengejar dan menuntaskan wajib belajar 12 tahun. P2G mencatatya sebagai 10 pion prioritas PR pendidikan nasional.

3. Kriteria Mendikbud Baru

Berkaitan dengan kriteria Mendikbudristek baru pengganti Nadiem Makarim, bagi P2G, Mendikbudristek yang baru harus paham persoalan laten dan fundamental dari pendidikan. Mendikbudristek yang mendukung rencana upah minimum guru Non-ASN, memiliki kompetensi, berintegritas, humanis, dan pernah mengelola lembaga pendidikan lebih baik.

Satriawan berharap, Mendikbudristek baru adalah figur yang patut diteladani, memahami nilai-nilai Pancasila, mengerti dan menghargai budaya bangsa, tidak mengesampingkan ciri kenusantaraan, memahami sejarah masa lalu dan inovatif menyiapkan masa depan, serta responsif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

"Kami para guru sangat berharap kepada Presiden terpilih Pak Prabowo agar memilih Mendikbudristek dengan kriteria dari P2G itu. Sosok menteri yang tidak mengelola pendidikan dengan pendekatan bisnis, kapital, dan komersialisas," kata Satriwan.

4. Guru Honorer Dipecat Dampak Kedatangan Penugasan Guru PPPK Baru

P2G menerima laporan dari para guru honorer sekolah negeri se-provinsi Jawa Barat bahwa eksistensi mereka terancam dengan penugasan guru PPPK baru di sekolah mereka. Para guru honorer bahkan diberhentikan kepala sekolah karena kedatangan guru PPPK yang akan menggantikan tugas mereka.

Berdasarkan laporan jaringan P2G di daerah, pemecatan guru honorer sekolah negeri akibat kedatangan guru PPPK di sekolah negeri tidak hanya terjadi di Jawa Barat, melainkan juga terjadi di Aceh, Sumatera Utara, Bengkulu, Banten, Jakarta, Jawa Tengah, dan Bali.

"Sikap P2G sebagai organisasi profesi guru jelas, guru honorer semestinya tidak boleh dipecat atau "di 0 jamkan" oleh kepala sekolah, karena dampak kedatangan guru PPPK ke sekolah negeri tersebut, seperti yang terjadi di Kabupaten Garut baru-baru ini," kata Apar Rustam, anggota Dewan Pakar P2G.

5. Menagih Janji Prabowo untuk Guru

P2G mengingatkan kepada presiden terpilih Prabowo Subianto agar memenuhi janji kampanye bidang pendidikan dan guru. Dalam kampanyenya, Prabowo-Gibran akan memberi tunjangan dan tambahan penghasilan kepada seluruh guru sebesar Rp 2 juta perbulan bagi seluruh guru tanpa kecuali. Skema pencairan penghasilan tambahan guru ini hendaknya ditransfer Pemerintah Pusat secara langsung ke rekening setiap guru.

Selanjutnya, Prabowo-Gibran akan menetapkan Upah Minimum Nasional bagi Guru Non-ASN, yaitu guru swasta dan guru honorer (negeri dan swasta). Hal ini sangat didukung oleh para guru honorer.

"Menurut kami, selain rencana makan siang, susu gratis, ada juga yang lebih fundamental digratiskan, yaitu jaminan pendidikan gratis 12 tahun, buku paket, dan seragam gratis. Kami berharap pemerintahan baru nanti merealisasikannya dengan segera," tutur Satriwan. 

Intan Setiawanty

Intan Setiawanty

Memulai karier jurnalistik di Tempo pada 2023. Alumni Program Studi Sastra Prancis Universitas Indonesia ini menulis berita hiburan, khususnya musik dan selebritas, pendidikan, dan hukum kriminal.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus