Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Heboh Soal Sabah

Dubes RI di Manila, Leo Lopulisa, dituduh oleh Menlu Romulo campur tangan urusan pemerintah Filipina mengenai masalah Sabah, sehubungan dengan pernyataannya di harian "bulletin today". (nas)

23 Januari 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DARI 19 Kepala Perwakilan Rl se Asia Pasifik yang hadir dalam rapat kerja di gedung pertemuan Deplu Caraka Loka, Senayan, Jakarta Senin lalu, Letjen Leo Lopulisa -- Dubes RI di Filipina--yang paling "laris" Para wartawan dan jurupotret selalu membuntuti yang berpakaian necis itu. Ini, tentu saja, berkat pernyataan Leo tentang Sabah yang menghebohkan itu. Pada pers, Leo yang pagi itu mengenakan stelan safari warna krem, seperti biasa berbicara blak-blakan. Kisahnya: 7 Januari lalu wartawati Christy Puyat dari harian Bulletin Today mewawancarai Dubes Leo. Esoknya beritanya muncul di koran Manila yang berpengaruh itu. Dubes Leo, menurut berita itu, mendesak agar Filipina dan Malaysia berunding menyelesaikan perselisihan mengenai masalah Sabah. Ia menyarankan pemerintah Filipina sebaiknya mengeluarkan pernyataan resmi yang membantah tuntutan atas Sabah guna melapangkan jalan bagi hubungan yang harmonis dengan pemerintah Malaysia. Tatkala menghadiri KTT ASEAN di Kualalumpur pada 1977, Presiden Ferdinand Marcos secara dramatis mengumumkan bahwa Filipina membatalkan tuntutannya atas Sabah yang dipersengketakan dengan Malaysia sejak 1962. Namun dalam konstitusi Filipina, Sabah masih dicantumkan dalam wilayah nasionalnya. Sejak 1977 itu, juga tidak ada tindak lanjut dari pernyataan Marcos tersebut. "Yang diperlukan sekarang ialah suatu resolusi formal yang disahkan oleh badan pembuat hukum Filipina yakni Batasan Pambansa (Majelis Nasional)," kata Leo dalam wawancara itu. Menurue Dubes yang bekas Pangkowilhan 111 itu, pemerintah Malaysia tampaknya belum yakin akan sikap Filipina. Berita itu ternyata menggusarkan pemerintah Filipina. Menteri Luar Negeri Carlos P. Romulo hari itu memanggil Dubes Leo yang belum 3 bulan menduduki posnya. Menurut pernyataan yang dikeluarkan Deplu Filipina, Leo dipanggil untuk menyatakan sikap Filipina yang "sangat tidak senang" atas pernyataan Dubes RI itu. Romulo menilai ucapan Dubes RI itu "pernyataan yang tidak sepantasnya" atas masalah yang terutama menyangkut pemerintah Filipina dan suatu negara yang bersahabat. Dubes Leo dituduhnya melakukan "campur tangan yang tidak wajar" dalam soal Sabah. Menurut suatu sumber, Romulo -yang pekan lalu merayakan ulang-tahunnya yang ke-83 -- dalam pertemuan dengan Leo itu antara lain mengatakan, "Anda kira Anda siapa sampai bisa mengatakan begitu? Nampaknya Anda lebih berpengalaman sebagai militer dibanding sebagai diplomat. Karena ucapan itu Anda bisa didemonstrasi dan bisa meninggalkan Filipina sebagai personanon grata." Romulo kemudian meminta Leo membuat semacam ralat atas berita Bulletin Today. Hari itu juga penjelasan itu dikeluarkan: Leo tidak bermaksud menggurui apa yang harus dilakukan Filipina. "Sebab tugas saya adalah untuk membina hubungan persahabatan RI dengan Filipina yang telah ada selama ini," katanya dalam pernyataan itu. Menyadari bahwa masalah ini bisa meretakkan hubungan RI-Filipina, Departemen Luar Negeri RI 11 Januari lalu memanggil Dubes Filipina di Jakarta. Deplu menyatakan, apa yang dikatakan Leo Lopulisa tidaklah mencerminkan sikap pemerintah RI atas masalah Sabah. Kepada pers, Menlu ad interim M. Panggabean dua hari kemudian menyatakan persoalan ucapan Dubes Leo Lopulisa "dianggap sudah selesai." Namun Leo dipanggil juga ke Jakarta untuk diminta penjelasannya. Reaksi keras Filipina atas ucapan Leo rupanya cukup mengagetkan pemerintah. Soalnya selama ini hubungan kedua negara sesama anggota ASEAN ini cukup erat. Memang banyak pejabat Indo nesia yang tampaknya agak kesal dengan sikap Filipina yang cenderung menundanunda mengambil langkah lanjut dari pembatalan tuntutan atas Sabah. Namun secara resmi sikap itu tidak pernah terungkap. Wajar bila pernyataan Leo menimbulkan kegegeran. Pernyataan Leo mengenai Sabah itu sebetulnya bukan yang pertama. Akhir September lalu, dalam pernyataannya sebelum menuju posnya di Manila, ia juga menyinggung soal Sabah. Seusai menemui Presiden Soeharto di Istana Merdeka akhir September itu, Dubes Leo antara lain mengatakan "Sabah memang tercantum dalam Konstitusi Filipina, tapi yang sebenarnya berada di sana secara de facto adalah Malaysia. " Pernyataan yang kurang begitu diekspos pers Indonesia ini kabarnya mengagetkan pihak Filipina. "Tapi karena menganggap dia pejabat baru, dan demi semangat ASEAN, kami diam saja," kata seorang diplomat Filipina. Menurut sumber lain, Leo dianggap pihak Filipina "agak berbeda" dibanding para diplomat Indonesia lain yang pernah bertugas di Filipina. Bagaimanapun, kasus ini mungkin bisa menjadi pelajaran. Leo sendiri menyangkal berita yang mengatakan ia minta maaf pada Menlu Romulo. "Saya tidak bersalah kok, buat apa minta maaf," ucapnya tegas. Dibantahnya juga pendapat beberapa kalangan--di Indonesia dan Filipina--yang berpendapat kasus ini terjadi karena ia duta besar nonkarir yang baru. "Itu namanya menghina Pak Harto. Pak Harto kan menyodorkan saya sebagai orang dengan prestasi baik dan layak untuk tugas itu. Presiden Marcos pun sudah menerima saya," ujarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus