Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Manipulasi Sleboran

Ekspor pakaian jadi anak untuk sementara ditunda, karena adanya penyalahgunaan dan manipualsi kualitas, seperti yang dilaporakan oleh pihak bea cukai. (nas)

23 Januari 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PARA anggota DPR ribut. Yang dianggap menjadi gara-gara Berita Buana. Koran ini, mengutip sumber Bea Cukai, awal Januari lalu menyebut Ada anggota DPR terlibat manipulasi kualitas celana untuk ekspor. Menurut berita itu pihak Bea Cukai (BC) berhasil menggagalkan rencana ekspor 22.500 lusin celana panjang anak-anak kualitas rendah ke Singapura yang sebetulnya tidak layak diekspor. Menteri Keuangan Ali Wardhana dilaporkan sangat marah atas kejadian ini karena ada seorang anggota DPR yang disinyalir terlibat dalam kasus tersebut. Namun nama anggota DPR itu tak disebut harian tadi. Maka ramailah para wakil rakyat menebak-nebak. Semua fraksi meneliti para anggotanya, Awal pekan lalu ketiga fraksi dalam DPR mengeluarkan pernyataan. Mereka menghimbau pimpinan BC memperjelas keterangan salah seorang pejabat pabean yang mengatakan ada anggota DPR yang terlibat manipulasi itu. "Sikap Bea Cukai jangan genit, seakan-akan ada sesuatu yang tidak jelas, " kata Sekretaris F-KP Sarwono Kusumaatmadja "Tentunya Bea Cukai tidak memberi keterangan ngawur," sambung Suryadi dari F-PDI. Sedang Sufri Helmy Tanjung dari F-PP mendesak Menteri Keuangan untuk menjelaskan masalah tersebut "supaya tidak merusak Dewan". Betulkah ada wakil rakyat yang terlibat? Bagaimana manipulasi ini dilakukan? Siapa manipulatornya? "Berita itu tidak benar," tegas Dirjen BC Wahono pada wartawan TE M PO Saur Hutabarat. "Tidak pernah ada ucapan dari pejabat sC yang mengarakan ada anggota DPR terlibat manipulasi ekspor," sambung bekas Deputi KSAD ini. BC, katanya, selama ini tidak mengeluarkan bantahan karena tidak ingin mengundang polemik. Pihak BC bahkan tidak menilai kasus ini manipulasi. "Belum ada unsurunSur yang bisa disebut sebagai tindak pidana," ujar Wahono. Rizal Bahano, Kakanwil V BC Halim Perdanakusuma yang dalam wawancara pekan lalu mendampingi Dirjen, menjelaskan duduk perkaranya. Merusak Citra Kisahnya bermula pada bulan Desember sebelum hari Natal. Ada eksportir yang mengajukan formulir E 3 untuk mengekspor celana panjang anak-anak. "Dalam E 3 itu dicantumkan celana panjang anak-anak polyester 100%. Setelah kami periksa ternyata tidak memenuhi persyaratan untuk mendapat Sertifikat Ekspor (SE)," kata Rizal. Mutu barang itu, menurut penuturannya, sangat menyedihkan. Umumnya tidak dibuat dari kain tenunan tapi dari rajutan bekas sisa-sisa tukang jahit. Berat bahan juga tidak memenuhi syarat. Pihak BC kemudian menahan barang itu. Timbul masalah: apakah eksportir bersedia mengekspor barangnya tanpa memperoleh SE atau ekspornya dibatalkan "Sebab memang tidak ada peraturan yang melarang ekspor celana panjang anak-anak Yang ada peraturan yang memungkinkan memperoleh SE jika mengekspor celana panjang anak-anak," ujar Rizal. Karena kualitas barang menyedihkan, Departemen Keuangan kemudian menyampaikan masalah ini ke Departemen Perdagangan dan Koperasi. Menteri Radius Prawiro dengan surat No. 02/M/I/ 82, tanggal 4 Januari 1982 ternyata memutuskan menolak, meski eksportir bersedia mengekspor tanpa SE. Akibatnya barang itu dikembalikan dan E3-nya dibatalkan. Rizal Bahano juga menilai kasus itu bukan manipulasi karena dalam formulir E3, eksportir memberitahukan barang itu adalah celana panjang anak-anak polyester 100%, sesuai kenyataannya. "Kecuali kalau eksportir menyatakan barang itu memenuhi persyaratan untuk mendapat SE, ya memang bisa dianggap manipulasi," katanya. "Karena itu bagaimana mungkin kami bisa menyatakan ada anggota DPR terlibat manipulasi, sebab kami sendiri tidak menganggapnya sebagai manipulasi?" tambahnya. Tapi Departemen Perdagangan ternyata menganggap kasus ini manipulasi. "Karena mengekspor tidak sesuai dengan kualitas yang ditentukan peraturan dan merusak citra Indonesia," kata H. Atje Wirjawan, Kakanwil Departemen Perdagangan DKI Jaya. Rupanya tidak ada anggota DPR yang terlibat. Celana panjang anak-anak yang urung diekspor itu ternyata milik PT Tanjung Mas Jaya dan Konveksi Sukabumi -- keduanya perusahaan pribumi. Milik Tanjung Mas Jaya sebanyak 7.500 lusin ditahan BC Kemayoran sedang 15.000 lusin milik Sukabumi ditahan BC Halim Perdanakusuma. Asal Jadi Pemilik Konveksi Sukabumi, Ubed Sihabudin--yang di lingkungan tempat tinggalnya di Kelurahan Sukabumi llir Jakarta Barat . biasa dipanggil Ustad Ubed -- mengakui keterlibatannya. Orang tua berumur 55 tahun ini sudah 5 tahun berkecimpung di bidang pembuatan pakaian jadi. Usahanya lebih bersifat industri rumah tangga. Ia mengaku memiliki jaringan penjahit sebanyak 2007 orang dengan 40 mesin. Menurut pengakuannya, usahanya yang gagal itu adalah ekspornya yang pertama. Rencana itu muncul setelah barang pesanan yang telah dibuatnya tidak diambil pemesan, hingga dibuatnya lagi lebih banyak untuk diekspor. Namun ia membantah pakaian hasil konveksinya terbuat dari kain rajutan. "Itu bohong. Saya tidak pernah bikin dari kain kiloan," katanya lewat telepon . Di Kelurahan Sukabumi llir memang banyak terdapat usaha konveksi. Dari sekitar dua ribu pengusaha kecil ada 500 orang yang menjadi anggota Koperasi Konveksi Daya Cipta. Sebagian besar produksi dilempar ke Pasar Tanah Abang, namun ada juga yangmembuat pakaian "asal jadi" untuk eksportir. "Celana asal jadi itu disebut celana sleboran," ujar Mohamad Yamin, Wakil Ketua Koperasi. Eksportir biasanya memerlukannya untuk memperoleh SE. Tampaknya pemerintah akan menyctop usaha ekspor pakaian asal jai ini. Menurut Asjik Ali, Direktur Ekspor Hasil Industri dan Pertambangan Deperdagkop, pemberian SE: untuk pakaian jadi anak-anak untuk sementara ditunda. "Sebab sekarang sedang diadakan penataan kembali untuk memperkecil kemungkinan penyalahgunaan kesempatan," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus