Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Hukum Istri Menggugat Cerai

Pesantren putri Jawa Timur mengeluarkan fatwa perceraian. Istri tak dibenarkan menggugat cerai kecuali karena empat syarat.

6 Maret 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DALAM Islam, perceraian disebut "seburuk-buruknya perbuatan halal". Fikih yang membahas hukum-hukum Islam mengatur bahwa talak hanya hak suami. Namun istri juga dibolehkan mengajukan cerai dengan syarat khusus.

Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri Jawa Timur membahas hukum istri menggugat cerai dalam musyawarah pada 15-16 Februari lalu. Soalnya, kata Ketua Forum Agus H. Adibussholeh Anwar, gugatan cerai oleh istri lumayan banyak. "Hakim juga banyak yang mengabulkan gugatan itu meski kadang tanpa kehadiran suami," ujarnya Rabu pekan lalu.

Komisi Nasional Perempuan mencatat, pada 2016, gugatan cerai oleh istri sebanyak 202.118 kasus dari 288.629 perkara perceraian. "Memang jumlahnya cukup banyak," kata komisioner Komnas Perempuan, Indraswari.

Tema gugatan cerai istri ini diusulkan Pondok Pesantren Putri Raudlatul Ulum di Pasuruan. "Ini realitas di masyarakat yang membutuhkan jawaban dari tinjauan agama," ujar KH Muhibbul Aman Aly, pengasuh pondok pesantren itu.

Sekitar 400 orang hadir mewakili 60 pesantren dalam musyawarah yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Al-Fathimiyyah Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang, itu. Panitia membagi mereka ke dalam tiga komisi untuk membahas sebelas masalah dengan mencari referensinya dalam Al-Quran dan hadis.

Tiap komisi beranggotakan musyawirin atau peserta, perumus, dan musohih. Perumus merupakan santri senior. "Musohih punya kewenangan tertinggi dalam pengambilan keputusan," kata Agus. Mereka adalah kiai sepuh dari pesantren Nahdlatul Ulama di seluruh Jawa Timur.

Muntaha Ahmad, salah satu perumus di Komisi A, mengatakan tema gugatan cerai oleh istri ini disetujui dibahas karena banyak kasus perceraian di Jawa Timur yang menimpa rumah tangga yang istrinya bekerja di luar negeri. Umumnya istri itu menyewa pengacara agar bisa bercerai.

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Perkawinan mengatur enam syarat bercerai: molimo, salah satu pihak meninggalkan pasangan selama dua tahun, salah satu pihak dibui lima tahun, penganiayaan berat, cacat sehingga tak bisa memenuhi kewajiban istri/suami, atau berselisih terus-menerus.

Forum, kata Muntaha, cemas terhadap banyaknya kasus perceraian karena berdampak psikologis pada anak-anak dan mempengaruhi hubungan sosial. Komisi A, yang beranggotakan 106 orang, lalu mencari referensi soal ini. Hasilnya, menurut pengelola situs Aswaja.com itu, "Istri dibolehkan menggugat cerai dengan syarat yang ketat."

Ada beberapa pandangan yang dirujuk. Soal nafkah, acuannya Tuhfah al-Muhtaj karangan Ibnu Hajar al-Haitami. Menurut fikih, nafkah pokok untuk istri satu hari setara dengan beras tujuh ons. Seorang istri bisa menggugat cerai jika suaminya tak memberi nafkah minimal tersebut.

Syarat lain adalah keengganan suami memberi nafkah, suami meninggalkan istri tanpa nafkah, suami melanggar isi ta’liq talak (talak dengan suatu syarat) yang dibaca saat akad nikah, dan suami melakukan kekerasan dalam rumah tangga. "Menurut Imam Malik, kekerasan ringan pun sudah bisa menjadi syarat," ujar Muntaha. Jika salah satu dari empat syarat itu terpenuhi, kata dia, istri bisa menggugat cerai.

Bahtsul masail juga memberi penilaian terhadap hakim pengadilan agama yang memutus gugatan cerai oleh istri. Peserta sependapat bahwa hakim tak dibenarkan mengeluarkan vonis cerai "kecuali atas dasar fakta hukum yang dibenarkan secara syariat".

Menurut Muntaha, jika vonis cerai dikeluarkan karena alasan ekonomi, harus ada penetapan ketidakmampuan suami memenuhi kebutuhan ekonomi. Vonis cerai karena kekerasan harus berdasarkan bukti dua saksi laki-laki. "Dalam kasus ini, hakim hanya berhak menjatuhkan talak satu," kata Muntaha. Artinya, pasangan itu bisa rujuk kembali.

Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Sarmidi, menyebutkan hasil bahtsul masail Tambakberas tak sepenuhnya baru. Musyawarah Nasional Nahdlatul Ulama pada 1997 di Lombok membolehkan istri menggugat cerai suami yang mengidap penyakit mematikan. "Prinsipnya, kalau istri dirugikan, boleh menggugat cerai," ujarnya.

ABDUL MANAN

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus