Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Terpacak Sumbangan Dana Umat

Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI diduga menggunakan sebagian sumbangan masyarakat untuk mendanai kelompok teroris Suriah. Polisi mengantongi bukti aliran uang ke Turki.

6 Maret 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RAPAT kerja Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat pada Rabu dua pekan lalu menjadi panggung pembelaan Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian. Selama hampir tujuh jam di hadapan puluhan anggota Komisi yang hadir, Tito menjelaskan sejumlah kasus yang ditangani polisi sejak dia memimpin lembaga itu pertengahan Juli tahun lalu.

Satu perkara yang menyedot perhatian anggota Komisi adalah langkah Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri memeriksa Bachtiar Nasir. Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) itu diduga melakukan pencucian uang dana Aksi Bela Islam pada 4 November dan 2 Desember tahun lalu di rekening Yayasan Keadilan untuk Semua.

Duit sumbangan masyarakat itu diduga dikirim kepada kelompok teroris di Suriah. "Tolong Pak Kapolri menjelaskannya," kata anggota Komisi Hukum DPR dari Fraksi Golkar, Adies Kadir, dalam rapat itu. Anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Arsul Sani, menimpali, "Kalau Bachtiar Nasir diduga melakukan pencucian uang, lalu apa tindak pidana pokoknya?"

Tito tak menjawab pertanyaan Arsul, tapi ia menjelaskan bahwa pemeriksaan polisi berawal dari berita sebuah media luar negeri pada akhir tahun lalu. Pemberitaan itu menyebutkan kelompok pro-Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Suriah menerima sokongan dana dari lembaga kemanusiaan di Turki, Insan Hak ve Hurriyetleri Insani Yardim Vakfi atau disingkat IHH. "Di situ disebut nama Bachtiar Nasir," ujar Tito. "Jadi bukan kami yang memulai."

Atas dasar itu, kata Tito, Badan Reserse Kriminal Polri mulai menelusurinya. Hasilnya, ditemukan aliran dana dari Bachtiar yang asalnya dari Yayasan Keadilan untuk Semua. Menurut Tito, sebagian dari duit Rp 1 miliar yang sempat ditarik dari rekening Yayasan dipakai untuk kepentingan aksi 4 November dan 2 Desember tahun lalu. "Yang lainnya dikirim ke Turki," ucap Tito. Adapun total sumbangan ke rekening itu mencapai Rp 3 miliar lebih.

Meski menyebut pengusutan berdasarkan informasi media, polisi sebenarnya sudah hampir satu tahun memantau Bachtiar. Itu bermula dari nota rahasia yang dikirim Kedutaan Besar Suriah di Jakarta ke Markas Besar Polri pada awal tahun lalu. Isinya permintaan pemerintah Suriah agar polisi mengawasi Indonesian Humanitarian Relief (IHR). Bachtiar salah satu pemimpin yayasan bantuan kemanusiaan yang berdiri pada 2015 itu.

Dasar permintaan Suriah adalah dugaan keterkaitan IHR dengan IHH Turki. Menurut seorang perwira polisi yang mengetahui nota itu, data intelijen Suriah menyimpulkan IHH memiliki hubungan dengan kelompok Jaysh al-Islam di Suriah yang bermarkas di dekat Damaskus dan disebut-sebut pro-ISIS. "Terkonfirmasi bahwa mereka adalah organisasi teroris. Pemerintah Suriah sendiri yang menyampaikan," kata perwira ini.

Menurut polisi, memberi bantuan kepada teroris adalah tindak pidana berdasarkan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. "Kami sedang merekonstruksi kasusnya," ujar Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Polri Brigadir Jenderal Agung Setya.

Radar polisi tak lepas tatkala Bachtiar terjun aktif dalam GNPF MUI pada akhir Oktober tahun lalu. Melalui media sosial, gerakan itu mengajak masyarakat ikut mendukung Aksi Bela Islam 4 November 2016. Caranya dengan menyumbangkan uang untuk kebutuhan unjuk rasa yang menuntut Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama diadili dalam kasus dugaan penistaan agama itu. Ajakan diteruskan untuk aksi serupa pada 2 Desember tahun lalu.

Uang sumbangan diminta dikirim ke rekening Yayasan Keadilan untuk Semua, karena GNPF MUI bukan lembaga hukum sehingga tidak bisa membuka rekening. Selain itu, menurut pengacara Bachtiar, Kapitra Ampera, rekening Yayasan dipakai karena GNPF MUI tak punya cukup waktu untuk membuka rekening, sementara pelaksanaan aksi sudah dekat.

Yayasan Keadilan untuk Semua merupakan lembaga yang didirikan pada 2014 untuk menyalurkan bantuan sosial. Ketua yayasan itu, Adnin Armas, mengatakan peminjaman rekening dilatarbelakangi hubungan pertemanan dan niat membantu aksi. "Rekening Yayasan memang dipakai untuk mengumpulkan dana. Tapi GNPF MUI yang mengelolanya," ujar Adnin, pertengahan Februari lalu.

Mulanya, rekening Yayasan cuma menampung Rp 500 ribu ketika ajakan menyumbang diumumkan pada 28 Oktober tahun lalu. Angka itu melonjak menjadi hampir Rp 3 miliar menjelang aksi 4 November. Adnin mengklaim jumlah itu adalah sumbangan lebih dari 4.000 donatur.

Uang yang terkumpul di rekening Bank BNI Syariah itu sempat dicairkan dua kali sebanyak total Rp 1 miliar, masing-masing Rp 600 juta pada 8 November dan Rp 400 juta pada 18 November. Menurut seorang perwira polisi, duit dicairkan seorang pegawai Bank BNI Syariah, Islahudin Akbar. Islahudin adalah murid mengaji Bachtiar. "Penarikan uang atas perintah Bachtiar," ucapnya.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Markas Besar Polri Brigadir Jenderal Rikwanto membenarkan informasi bahwa pencairan uang atas permintaan Bachtiar. "Dia rekan Bachtiar. Disuruh mencairkan dana oleh Bachtiar," kata Rikwanto, pertengahan Februari lalu.

Menurut seorang penegak hukum, sebagian dari duit Rp 1 miliar yang dicairkan kemudian dipakai Bachtiar untuk biaya perawatan korban aksi 4 November dan persiapan aksi 2 Desember, antara lain buat publikasi dan konsumsi. Sedangkan sisanya disalurkan ke IHH Turki. "Sekitar Rp 500 juta yang dikirim ke sana," ujarnya.

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar tak membantah kabar bahwa lebih dari setengah dana yang dicairkan dari rekening Yayasan Keadilan untuk Semua dikirim ke Turki. "Yang jelas sebagian. Tapi tidak bisa kami ungkapkan detailnya karena itu bagian dari penyidikan," ucap Boy, Jumat pekan lalu.

Seorang penegak hukum yang menangani kasus ini mengatakan duit yang dikirim ke Turki dipecah ke puluhan rekening milik IHR. Pada November tahun lalu, Bachtiar meminta Islahudin Akbar mengirimkan duit itu ke beberapa rekening IHH di Turki. "Sudah kami cek rekeningnya dan ternyata cocok. Mereka kirim bantuan dana ke sana," katanya.

Di Turki, sebagian dana dikonversi dalam bentuk dukungan logistik. "Dari Turki, bantuan disalurkan ke Suriah," ujar penegak hukum itu. Ini mengkonfirmasi beredarnya sebuah video yang ramai diperbincangkan netizen di media sosial pada akhir tahun lalu. Video yang menyebar itu memperlihatkan tiga bungkusan logistik berlabel IHR di bekas gudang kelompok Jaysh al-Islam di Aleppo, Suriah.

Diketahuinya aliran dana ke Turki itu tak lepas dari temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Bukti transaksi keuangan itu kemudian diserahkan PPATK ke polisi untuk ditelusuri. Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Jenderal Agung Setya mengakui salah satu bukti yang dikantongi penyidik dalam kasus itu adalah laporan aliran dana dari PPATK. "Itu yang kami dalami," ucap Agung, awal Februari lalu.

Wakil Kepala PPATK Dian Ediana Rae tak membantah atau membenarkan kabar bahwa lembaganya memasok data transaksi mencurigakan dari puluhan rekening IHR ke rekening IHH di Turki. "Kami bekerja layaknya intelijen. Tak bisa disampaikan ke publik," kata Dian, Kamis pekan lalu.

Direktur IHR Mathori, melalui situs resmi IHR (www.ihr.foundation), membantah kabar bahwa lembaganya memberikan bantuan untuk pemberontak Suriah. "Jelas itu tuduhan fitnah dan tidak benar," ujarnya. Menurut dia, dalam memberikan bantuan kepada masyarakat Suriah, lembaganya memang bekerja sama dengan IHH yang diakui sebagai lembaga kemanusiaan internasional oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Meski begitu, Mathori tak menutup kemungkinan sumbangan lembaganya tak tersalurkan ke tangan yang tepat. "Di lapangan banyak kemungkinan bisa terjadi, apalagi dalam suasana perang dan konflik," ucapnya.

Bachtiar belum bisa dimintai konfirmasi. Panggilan telepon ke nomor miliknya tak berjawab dan selalu dialihkan ke nomor lain yang mati. Dalam beberapa kesempatan, dia membantah melakukan pencucian uang dan menggunakan dana sumbangan umat untuk disalurkan ke kelompok teroris di Suriah. "Enggak ada yang kami ambil," kata Bachtiar. "Enggak ada yang namanya unsur tindak pidana pencucian uang."

Dia mengatakan sebagian duit sumbangan yang terkumpul dipakai untuk kebutuhan logistik unjuk rasa 4 November dan 2 Desember tahun lalu. Sebagian lagi juga disumbangkan kepada korban gempa Pidie, Aceh, dan banjir Bima, Nusa Tenggara Barat. Masing-masing Rp 500 juta dan Rp 200 juta. "Dananya untuk umat lagi," ujarnya.

Pengacara Bachtiar, Kapitra Ampera, juga menyangkal segala tudingan terhadap kliennya. Menurut dia, penggunaan dana sumbangan umat sudah diklarifikasi kliennya saat pemeriksaan di Badan Reserse Kriminal Polri. "Sudah clear. Tidak seperti yang dituduhkan," katanya pekan lalu.

Meski bertubi-tubi dibantah, polisi melanjutkan penyidikan pencucian uang itu. Kini Islahudin Akbar dan Adnin Armas sudah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka dijerat Undang-Undang Pencucian Uang, Undang-Undang Perbankan, dan Undang-Undang Yayasan. Ancaman hukumannya mencapai 20 tahun kurungan.

Adapun Bachtiar Nasir sudah dua kali diperiksa sebagai saksi oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Polri. Tapi penyidik belum bisa memastikan peningkatan status Bachtiar dalam perkara ini. "Masih didalami," ujar Agung Setya.

Prihandoko | Syailendra Persada | Rezki Alvionitasari | Dewi Suci Rahayu | Maya Ayu Puspitasari | Imam Mahdi (Depok)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus