Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri HAM Natalius Pigai menyikapi hasil riset The Economist Intelligence Unit (EIU) yang menunjukkan Indeks Demokrasi Indonesia anjlok. Menurut Natalius, data yang diungkapkan oleh EIU tersebut merupakan hasil riset terhadap jalannya pemerintahan Joko Widodo, bukan terhadap pemerintahan Prabowo Subianto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Data ini adalah penilaian turunnya demokrasi di 2024, berarti sebelum kepemimpinan pemerintah yang baru,” ucap Natalius dalam konferensi pers di kantornya di Gedung Kementerian HAM pada Selasa, 11 Maret 2025.
Natalius menjelaskan, ada beberapa variabel yang menjadi dasar penilaian EIU terhadap demokrasi di Indonesia. Variabel penilaian tersebut di antaranya adalah ada atau tidaknya regulasi hukum yang membatasi kebebasan berpendapat dan berekspresi.
“Kita harus akui bahwa ada beberapa aturan yang menyebabkan tersumbatnya demokrasi,” kata Natalius. “Sejak tahun 2015 dan 2016 ke atas sampai dengan tahun 2024, itu ada beberapa aturan harus kita akui (bermasalah),” ujarnya melanjutkan.
Regulasi-regulasi tersebut lahir selama periode kepemimpinan Joko Widodo. Natalius menyebutkan, aturan tersebut di antaranya adalah Surat Edaran Kepala Kepolisian RI Nomor SE/6/X/2015 tertanggal 8 Oktober 2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian.
Natalius juga menyebut Peraturan Pemerintah (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan sebagai bentuk regulasi yang menghambat demokrasi. Pun dengan Undang-Undang MD3 dan revisi Undang-Undang KPK yang menurutnya bertentangan dengan prinsip demokrasi.
“Lalu berikutnya penangkapan aktivis civil society yang terjadi sejak 2015. Fakta-fakta inilah yang mengunci dinamika demokrasi berkembang di Indonesia,” kata Natalius kembali.
Mantan Komisioner Komnas HAM tersebut berpandangan, pada masa pemerintahan Prabowo, Indonesia justru mengalami surplus demokrasi. Salah satu hal yang menjadi dasar pernyataan tersebut, kata Natalius, adalah belum adanya korban kriminalisasi atau tahanan politik selama empat bulan kepemimpinan Prabowo.
“Hari ini, setiap hari, di semua media, kelompok-kelompok warga masyarakat bisa mengucapkan apa saja, pendapat, pikiran, dan perasaan secara terbuka,” ujarnya. “Dan belum ada wartawan ditangkap kan?” katanya lagi.
Sebelumnya, hasil riset yang dikeluarkan oleh The Economist Intelligence Unit (EIU), lembaga riset dan analisis yang berpusat di London, Inggris, menunjukkan Indonesia meraih skor 6,44 pada Indeks Demokrasi tahun 2024. Angka tersebut menunjukkan Indonesia kembali mengalami penurunan untuk masalah demokrasi.
Indonesia tercatat anjlok tiga peringkat dari posisi 56 menjadi posisi 59 dari total 167 negara yang diteliti kondisi demokrasinya. Bila dibandingkan dengan tahun 2023, Indonesia mendapatkan skor 6,53. Sedangkan di tahun 2022, capaian indeks demokrasi sebesar 6,71.