Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Makassar dikenal sebagai salah satu kota terbesar sekaligus ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan. Kota yang identik akan Coto Makassar dan Pantai Losari ini ternyata pernah mengalami dinamika pergantian nama. Dari mulanya bernama Makassar berganti jadi Ujung Pandang, hingga menjadi Makassar kembali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mengutip buku Menuju Puncak Kemegahan Sejarah Kerajaan Majapahit (2005), nama Makassar sudah disebutkan dalam pupuh 14/3 Kitab Negarakertagama karya Mpu Prapanca abad ke-14 sebagai daerah taklukkan. Sedangkan penggunaan Ujung Pandang untuk mengganti nama Kota Makassar baru terjadi pada 31 Agustus 1971.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada aspek politik, pergantian nama itu karena Makassar adalah sebuah suku bangsa padahal tidak semua penduduk Kota Makassar adalah anggota etnik Makassar. Kondisi tersebut terlihat dari data makassarkota.go.id, antara tahun 1930-an sampai tahun 1961 jumlah penduduk meningkat dari kurang lebih 90.000 jiwa menjadi hampir 400.000 orang. Data itu juga menyebutkan bahwa lebih daripada setengahnya pendatang baru dari wilayah luar kota.
Karena itu, pergantian nama kota menjadi Ujung Pandang berdasarkan julukan "Jumpadang" yang selama berabad-abad lamanya menandai Kota Makassar bagi orang pedalaman dirasa ideal. Nama Ujung Pandang diketahui merupakan nama sebuah kampung dalam wilayah Kota Makassar. Akan tetapi, sejak awal proses perubahan nama Makassar menjadi Ujung Pandang mendapat banyak protes dari kalangan masyarakat.
Dilansir dari majalah Tempo, tiga cendekiawan di kota itu, yakni Andi Zainal Abidin Farid, Mattulada, dan H. D. Mangemba, kemudian mengeluarkan Petisi Makassar pada pertengahan Juli 1976. Petisi yang ditujukan kepada Wali Kota Daeng Pattompo dan DPRD Kotamadya Ujung Pandang itu meminta agar dalam waktu singkat nama Ujung Pandang dikembalikan menjadi Makassar.
"Berdasar penemuan, keyakinan dan tanggungjawab kami, baik secara bersama-sama maupun masing-masing, kota ini bernama Makassar. Demi ketulusan dan hasrat kita semua untuk menegakkan kejujuran dan keluhuran namanya Makassar," demikian bunyi petisi tersebut.
Direktur Lembaga Sejarah Fakultas Sastra, Universitas Hasanuddin, Hamzah Daeng Mangemba, mengatakan nama Makassar lebih ideal dipakai. Dari segi ekonomis, perubahan menjadi Ujung Pandang justru merugikan daerah Sulawesi Selatan sebab pelabuhan-pelabuhan untuk barang ekspor memakai cap Makassar "Pun dari segi historis nama Makassar lebih tepat," ujarnya kepada Tempo.
Barulah pada 1999, Kota Ujung Pandang berubah namanya kembali menjadi Makassar, tepatnya 13 Oktober, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 1999. Sesuai Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, luas wilayah Kota Makassar bertambah kurang lebih 4 mil kearah laut setara dengan 10.000 hektare, sehingga seluruh daratan dan lautan seluas 27.577 hektare.
HARIS SETYAWAN
Baca juga: Sejarah Masuknya Etnis Tionghoa di Makassar