Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyatakan penolakan keras terhadap usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 RI Soeharto. Kontras menilai, wacana tersebut merupakan bentuk penghapusan sejarah dan pemutihan terhadap pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi selama masa pemerintahan Orde Baru.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Anggota Divisi Pemantauan Impunitas Kontras Jessenia Destarini mengatakan usulan itu justru bertentangan dengan semangat reformasi 1998 yang memperjuangkan demokratisasi dan penegakan HAM. “Pemutihan terhadap kejahatan Soeharto ini adalah sebuah pengkhianatan terhadap Reformasi 1998,” ujar Jessenia saat dihubungi, Sabtu, 12 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut Kontras, rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto melakukan penyalahgunaan kekuasaan yang merugikan rakyat. Jessenia merinci bentuk-bentuk pelanggaran tersebut, mulai dari pelanggaran HAM berat, eksploitasi sumber daya alam, represi terhadap kebebasan sipil, militerisasi kehidupan warga, hingga praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
“Lebih dari dua dekade pasca-reformasi, korban masih harus terus menuntut keadilan dan tak kunjung mendapatkannya. Namun, individu yang paling bertanggung jawab atas kejahatan tersebut malah justru diwacanakan untuk diberi gelar pahlawan,” ujarnya.
Kontras juga menilai wacana pemberian gelar tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Menurut Jessenia, rekam jejak buruk dan berdarah dari Soeharto seharusnya menjadi alasan kuat untuk menolak pengusulan itu.
“Pemberian gelar ini merupakan bentuk impunitas, karena pemerintah seakan memaklumi bahwa Soeharto bertanggung jawab atas berbagai kejahatan HAM dan praktik penyalahgunaan kekuasaan lainnya. Ini berbahaya karena membangun pola pikir pemakluman terhadap pelanggaran berat di masa lalu,” kata Jessenia.
Kontras menyerukan agar negara tidak melupakan sejarah kelam masa Orde Baru dan tidak memberikan legitimasi terhadap pelanggaran HAM melalui pemberian penghargaan negara. Sebaliknya, pemerintah diminta untuk memperkuat komitmen terhadap penyelesaian kasus-kasus HAM masa lalu dan menghormati perjuangan para korban.