APAKAH NU akan menjatuhkan talak tiga pada PPP? Secara jelas, muktamar NU memang tidak tegas memutuskan hubungan dengan PPP. Rekomendasi yang disetujui muktamar antara lain menyebutkan: keanggotaan parpol bersifat perorangan. Dengan begitu, warga NU bebas menentukan partai yang dipilihnya untuk menyalurkan aspirasi politiknya Pengurus NU juga dilarang merangkap jabatan sebagai pengurus harian parpol. Secara tidak langsung rumusan itu memang berarti putusnya ikatan NU dengan PPP. "Deklarasi empat parpol Islam untuk berfusi dalam PPP pada 1973 tidak ada kekuatannya lagi, sejak muktamar PPP Agustus lalu yang menyatakan menerima asas Pancasila. PPP sekarang bukan partai Islam tapi partai Pancasila," kata Abdurrahman Wahid. NU, katanya, harus mampu mencari format politik yang tepat bagi dirinya. Tapi ikatan 11 tahun hidup bersama dalam rumah tangga PPP rupanya sulit dilupakan. "Saya masih yakin, dalam satu atau dua pemilu yang akan datang, warga NU masih akan memilih PPP," tambah Abdurrahman. Pimpinan PPP sendiri jelas tidak ingin kehilangan dukungan NU. Pekan lalu wakil ketua DPP PPP Darussamin menyatakan, "Bagaimanapun keadaannya, saya yakin warga NU masih akan tetap punya 'rasa ikut memiliki' PPP karena adanya kaitan historis dan program." Sedangkan Ridwan Saidi, ketua Departemen Organisasi, Keanggotaan, dan Pemilu, menduga, warga NU masih akan tetap aktif di PPP, terutama di daerah. "Namun, tidak akan ada lagi imbauan rais am agar warga NU menusuk PPP seperti dalam dua pemilu yang lalu," ujar Ridwan. Yang menjadi pertanyaan: apakah warga NU masih akan memcoblos PPP jika partai itu tidak lagi dianggap partai Islam? Hal ini penting dipersoalkan, mengingat citra "partai Islam"-lah yang mungkin paling gampang menyedot dukungan pendukungnya selama ini, termasuk warga NU. Muktamar PPP di Ancol, Jakarta, Agustus lalu memang menyatakan menerima Pancasila sebagai asas partai. Tapi dalam khittah perjuangan partai masih beberapa kali disebut istilah "eks partai politik Islam" dan "perjuangan umat Islam". Masalah inilah yang kini tengah dipersoalkan wakil ketua MPP PPP Syarifuddin Harahap, yang tampaknya menantang kepemimpinan Naro. Syarifuddin menuduh muktamar PPP tidak menerima asas Pancasila secara tuntas, dan masih menyembunyikan asas Islam. DPP PPP mungkin akan menjatuhkan hukuman pada Syarifuddin dan Tamam Achda, dengan tuduhan telah bertindak indisipliner. Tetapi sodokan Syarifuddin memang persis mengenai rahang PPP. Tindakannya, bersama Soedardji dan Achda, mencabut instruksi Naro yang mau memaksakan voting dalam pembicaraan RUU Perubahan UU Pemilu bulan lalu telah menyudutkan Naro. Dengan melepaskan gambar Ka'bah, Syarifuddin telah membuat citra dirinya positif di mata pemerintah, sedangkan Naro yang bersikeras bertahan membuat citranya "sulit". Sikapnya yang sigap menerima asas Pancasila dalam muktamar Agustus lalu sebetulnya telah menaikkan pamornya. Namun, tatkala dalam muktamar Agustus NU, Naro kehilangan dukungan NU, yang sebetulnya merupakan bagian terbesar massa PPP. Sikap kerasnya mempertahankan gambar Ka'bah rupanya dimaksudkan untuk merebut kembali simpati warga PPP. Tapi upaya ini digagalkan oleh ulah kelompok Syarifuddin. Sementara itu, kesigapan NU dalam menerima asas tunggal Pancasila telah mengangkat tinggi citranya, sekaligus menimbulkan kesan "tidak berbahaya" buat pemerintah. Tercabutnya akar NU - yang selama ini merupakan lebih dari separuh kekuatan PPP - jelas akan membuat PPP, mengutip sebuah sumber resmi, "babak belur". Tinggal Muslimin Indonesia, Syarikat Islam, dan Perti yang mendukungnya. "Keadaan itu bisa membuat Golkar kehilangan sparring partner yang lumayan dalam pemilu. Dan ini tidak sehat," katanya. Pemerintah, katanya lagi, tidak ingin melihat semua warga NU serentak meninggalkan PPP, agar lowongan itu tidak diisi kelompok ekstrem. Seberapa jauh penarikan diri NU akan menggerogoti kekuatan PPP, mesti ditunggu sampai Pemilu 1987. "Yang pasti, PPP akan menjadi kecil," kata juru bicara PP Muhammadiyah Lukman Harun. Sementara itu, Syarifuddin Harahap terus menghantam. Pekan lalu ia mengunjungi Sumatera Utara sebagai awal apa yang dinamakannya "Rally Sabang-Irian Jaya". Selain bertatap muka dengan para tokoh Syarikat Islam di PPP, ia juga mengadakan jumpa pers. Ia mengulangi keterangannya bahwa tim yang dipimpinnya kini masih mengumpulkan bahan tentang pelanggaran muktamar PPP untuk nanti disampaikan ke Mahkamah Agung. Ia menganggap perlu segera diselenggarakan muktamar luar biasa. Tampaknya, ia mengharapkan bisa menjabat ketua umum PPP setelah muktamar istimewa itu. "Orang menanam, wajar mengetam," ujarnya. Hingga awal pekan ini hukuman DPP PPP kepada Syarifuddin belum juga jatuh. Menurut sekjen PPP, Mardinsyah, sudah 15 wilayah yang meminta agar Syarifuddin dan Achda dipecat. Keputusan DPP katanya sudah ada, dan tinggal menyampaikannya kepada Syarifuddin dan Achda. Bagaimana dengan Soedardji? "Kasusnya berbeda dengan Syarifuddin Harahap dan Achda, tak pernah datang waktu diundang. Soedardji sudah minta maaf kepada Pak Naro, dan karena itu ia dimaafkan," ujar Mardinsyah. Soedardji sendiri pekan lalu mulai ikut berbicara. "Disiplin partai harus ditegakkan," kata ketua FPP tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini