Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Jaringan Suap 'Kepala Kakap'

KPK mengusut jaringan suap Kepala Subdirektorat Kasasi dan peninjauan kembali Andri Tristianto Sutrisna. Keterlibatan seorang pejabat Mahkamah Agung ditelusuri.

29 Februari 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DJODI Supratman menyempatkan diri bertandang ke bekas ruangannya di lantai 5 gedung Mahkamah Agung, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Jumat empat pekan lalu. Dalam kunjungan singkatnya selama lima menit itu, Djodi hanya sempat menyapa penghuni ruangan tersebut, Andri Tristianto Sutrisna. "Saya hanya say hallo," kata Djodi kepada Tempo, Selasa pekan lalu.

Andri menyulap tempat itu menjadi ruangan kerjanya setelah diangkat sebagai Kepala Subdirektorat Kasasi dan Peninjauan Kembali MA, akhir Desember 2012. Adapun Djodi adalah bekas pegawai MA yang pernah menjadi anggota staf di subdirektorat itu. Juli 2015, ia baru bebas setelah menjalani hukuman dua tahun karena tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi ketika menerima suap pengaturan putusan kasasi. Ketika ditangkap, Djodi adalah anggota staf Badan Pelatihan Hukum MA.

Sejak menghirup udara bebas, Djodi beberapa kali mendatangi kantor MA untuk menemui mantan sejawatnya. Namun baru Jumat itu dia bisa bernostalgia ke bekas ruangannya dan bertemu dengan Andri. Sepekan berselang, Djodi mendapat kabar bahwa penghuni bekas ruangannya itu tertangkap tangan KPK menerima suap pengurusan perkara di MA, seperti yang pernah dialaminya. "Saya tak menyangka karena baru saja bertemu," ujar Djodi. "Soal siapa yang ditangkap, saya tidak kaget."

Andri dicokok KPK di rumah mewahnya di San Lorenzo, Gading Serpong, Tangerang, tidak lama setelah menerima uang Rp 400 juta dari pengacara Awang Lazuardi Embat di Hotel Atria, Gading Serpong. Suap itu diduga untuk menunda pengiriman salinan putusan kasasi perkara korupsi pembangunan pelabuhan di Nusa Tenggara Barat 2007-2008 dengan terdakwa Ichsan Suaidi, Direktur PT Citra Gading Asritama. Ketiganya ditangkap pada hari yang sama dan sudah ditahan KPK.

Saat menangkap Andri, KPK menemukan koper di rumah berisi duit Rp 500 juta. Asal-usul uang itu masih ditelusuri penyidik KPK. Dua hari kemudian, petugas lembaga antikorupsi menggeledah dua unit apartemen Ichsan Suaidi di kawasan Sudirman Park, Jakarta, serta dua rumah mewah Andri di San Lorenzo dan di Taman Parahyangan, Banten. Dari situs jual-beli perumahan San Lorenzo, satu unit rumah milik Andri yang hanya bergaji Rp 15 juta per bulan itu mencapai Rp 4 miliar. Dari penggeledahan ini, penyidik menyita dokumen dan barang elektronik.

Penyidik KPK juga menggeledah kantor Ichsan di Surabaya. Namun temuan penting justru diperoleh penyidik ketika menggeledah ruangan Andri di lantai 5 gedung MA. Selain menyita dokumen, penyidik menyita 10 telepon seluler Andri. Temuan ini tengah ditelusuri KPK untuk mengurai jaringan Andri. "Ini 'gunung es' gede," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang. Djodi Supratman juga meminta KPK membongkar jaringan Andri ini. "Dia punya jaringan besar."

Bekas Ketua Mahkamah Agung Harifin Tumpa meyakini Andri tak bermain sendiri di MA. Sebab, Andri bukan pihak yang berwenang menunda salinan putusan pidana Ichsan. Bisa jadi, menurut dia, Andri bisa mengurus perkara itu karena bawahan seseorang yang lebih berkuasa. "Tak masuk akal kalau Andri yang mengontrol," ucapnya.

Selasa pekan lalu, setelah diperiksa KPK, Andri mengklaim kasusnya tidak melibatkan pejabat lain di MA. "Enggak ada pejabat lain yang terlibat," ujarnya.

* * * *

OPERASI tangkap tangan terhadap Andri ternyata bermula dari penyelidikan terhadap orang lain. Menurut seorang penegak hukum yang mengetahui perkara itu, radar penyadapan awalnya diarahkan ke seorang pejabat eselon I di Mahkamah Agung. Selain dari laporan masyarakat, tidak lama setelah putusan kasasi Ichsan diketuk pada 21 September tahun lalu, KPK mengendus jejak utusan sang pengusaha ke rumah pejabat di kawasan Jakarta Selatan. "Ini dasar terbitnya surat perintah penyelidikan atas nama seorang pejabat eselon I di MA pada Oktober tahun lalu," katanya.

Saut tidak membantah ihwal surat perintah penyelidikan kasus ini atas nama seorang pejabat eselon I di MA. Tapi ia menolak menjelaskan lebih detail. "Kami lagi mendalami, sabar ya," ujarnya.

Surat perintah penyelidikan ini juga merangkum indikasi sejumlah kasus yang mengarah ke pejabat tersebut. Salah satunya soal laporan harta kekayaan pejabat ini yang mencapai lebih dari Rp 30 miliar. Di laporan itu, petinggi lembaga peradilan tertinggi ini tak mencantumkan bisnis peternakan yang selalu dia klaim sebagai penyumbang besar pundi-pundi kekayaannya.

KPK juga sudah meminta data pembanding sejumlah transaksi mencurigakan pejabat MA yang akan mencalonkan diri sebagai hakim agung ini ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Kepala PPATK Muhammad Yusuf membenarkan soal ini. "Sudah kami kirim ke KPK," kata Yusuf.

Saat memantau ketat pergerakan Ichsan Suaidi dan Awang Lazuardi Embat, KPK mendeteksi komunikasi mereka dengan Andri. Menurut seorang penegak hukum di KPK, pergerakan pejabat MA yang dibidik tidak bisa dipantau langsung karena dia sudah setahun tak menggunakan telepon seluler. Pergerakan Andri dan Ichsan terpantau KPK sejak September 2013, tidak lama setelah putusan kasasi diketuk. Pergerakan pertama yang terpantau adalah rencana pertemuan Ichsan dan Andri di Surabaya yang difasilitasi Awang.

Namun, menurut penegak hukum tadi, pembicaraan tentang upaya mengatur penundaan salinan baru mulai intensif dibicarakan pada Januari lalu. Bahkan Andri beberapa kali terpantau menegosiasikan imbalan jasa pengurusan perkara kepada Ichsan dengan kode "kepala ikan kakap". Nilai komitmennya, menurut dia, mencapai Rp 2-3 miliar. Imbalan ini diberikan untuk proyek satu paket: penundaan salinan putusan dan upaya memuluskan peninjauan kembali. "Andri beberapa kali menyebutkan kata sandi 'atasan' dan 'bos besar'," ujarnya.

Karena Andri menjamin pesanan ini akan sukses, menurut penegak hukum ini, Ichsan akhirnya percaya dan sepakat dengan nilai uang yang diminta. Kendati bukan pihak yang berwenang menangani soal ini, Andri diyakini Ichsan bisa mengegolkan permintaannya karena ia mengetahui Andri adalah "anak emas" seorang petinggi di MA. "Ichsan sangat khawatir, kalau putusannya turun, ia akan segera dieksekusi pengadilan dan dibui," ucapnya.

Andri sudah menjadi anak buah pejabat eselon I MA tersebut saat di Biro Hukum MA. Setahun setelah pejabat itu menduduki posisinya saat ini, ia menaikkan pangkat Andri sebagai pegawai eselon III di Subdirektorat Kasasi dan Peninjauan Kembali. "Karier Andri tergolong cepat dibanding teman seangkatannya," kata seorang pegawai MA.

Dalam kasus korupsi proyek senilai Rp 82 miliar itu, Ichsan divonis satu setengah tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Mataram. Pengadilan Tinggi Nusa Tenggara Barat kemudian memperberat vonisnya menjadi dua tahun. Tak puas, Ichsan yang berstatus tahanan kota itu mengajukan permohonan kasasi ke MA pada awal Juli 2015. Oleh majelis yang dipimpin Artidjo Alkostar, vonis Ichsan semakin berat menjadi lima tahun penjara.

Pengacara Awang, Gunadi Handoko, membenarkan bahwa kliennya beserta Ichsan mulai bertemu dengan Andri tak lama setelah informasi putusan muncul di website MA, September tahun lalu. Kliennya juga pernah menemani Ichsan bertemu dengan Andri di Surabaya. "Klien saya statusnya bukan pengacara kasus Ichsan, melainkan bawahan Ichsan sebagai pengacara perusahaannya," ujar Gunadi. Rabu pekan lalu, setelah diperiksa penyidik KPK, Ichsan sama sekali tidak mau berkomentar soal kasusnya.

Karena Andri masih bungkam soal keterlibatan pihak lain di MA, KPK mencoba mengurai jaringan Andri dengan menelisik alur perkara Ichsan. Senin pekan lalu, misalnya, KPK memeriksa Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum MA Herri Swantoro, Direktur Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana Wahyudin, serta Direktur Pranata dan Tata Laksana Perdata Ingan Malem Sitebu. Dua hari berselang, penyidik memeriksa Rocky Panjaitan, panitera muda pidana khusus, dan Soeroso Ono, yang menjabat panitera.

Menurut Surat Keputusan Ketua MA 214/KMA/SK/XII/2014, pihak yang bersentuhan dengan perkara Ichsan adalah Wahyudin sebagai pemeriksa berkas. Ia bawahan Herri Swantoro. Sedangkan Rocky nantinya yang bertanggung jawab mengirim salinan putusan ke Kepaniteraan Muda MA untuk selanjutnya dikirim ke Pengadilan Mataram. Adapun Soeroso adalah atasan Rocky. Menurut surat keputusan itu, ada 27 tahapan alur perkara dari berkas masuk sampai salinan dikirim ke pengadilan pengaju.

Setelah diperiksa KPK, Rocky mengatakan tidak pernah berkomunikasi dengan Andri terkait dengan perkara Ichsan. Adapun soal mafia kasus dan jaringan Andri, Rocky mengelak. "Enggak tahu saya."

Adapun Soeroso Ono menyebut Andri melakukan tindakan sembrono. "Spekulasi saja dia jual omongan," katanya. "Yang bodoh itu orang yang ngasih duit."

Anton Aprianto, Bagus Prasetiyo, Istman M.P.


Makelar di Rumah Keadilan

Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Andri Tristianto Sutrisna, Kepala Subdirektorat Kasasi dan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung, yang menerima suap dalam pengurusan perkara. Menambah panjang daftar permainan mafia hukum di benteng keadilan tertinggi. Banyak pintu yang bisa digarap para makelar kasus.

1. Pendaftaran dan pengiriman ke MA

  • Pihak terkait: Pengadilan pertama dan panitera
  • Tugas: Menerima berkas dari pemohon dan pihak lawan, mengecek kelengkapan, dan mengirim berkas ke MA
  • Tenggat: 30 hari
  • Potensi penyelewengan: Mempercepat pengiriman berkas ke MA

    2. Penerimaan dan pemilahan

  • Pihak terkait: Pimpinan dan pegawai Tata Usaha, Bagian Umum
  • Tugas: Menerima, mengagendakan, dan memilah berkas yang masuk; meng-input data pada sistem informasi; dan mendistribusikan perkara pada unit penelaah berkas
  • Tenggat: 5 hari
  • Potensi penyelewengan: Mempercepat pengiriman berkas unit penelaah

    3. Distribusi

  • Pihak terkait: Pimpinan dan staf Direktorat Pranata dan Tata Laksana MA, di bawah Sekretaris MA
  • Tugas: Meneliti kelengkapan berkas, menelaah syarat formal, meng-input data sistem informasi, dan mendistribusikan perkara ke bagian kepaniteraan muda
  • Tenggat: 14 hari
  • Potensi penyelewengan: Mempercepat penelaahan berkas, mengatur berkas agar jatuh pada hakim agung "favorit" pemohon

    4.Register

  • Pihak terkait: Panitera muda
  • Tugas: Register perkara, input pada buku register, dan memorandum kepada Ketua MA untuk distribusi perkara
  • Tenggat: 13 hari
  • Potensi penyelewengan: Mengubah register, mempercepat penanganan perkara, tak mencantumkan perkara ke buku register, dan membuat register sesuai dengan nomor urut hakim pesanan

    5.Penetapan kamar

  • Pihak terkait: Ketua MA, kadang dibantu Sekretaris MA
  • Tugas: Menetapkan kamar perkara dan disposisi ke ketua kamar
  • Tenggat: 2 hari
  • Modus penyelewengan: Menentukan majelis pesanan

    6.Penetapan majelis

  • Pihak terkait: Hakim agung yang menjadi ketua kamar MA
  • Tugas: Menetapkan majelis perkara
  • Tenggat: 2 hari
  • Potensi penyelewengan: Menentukan majelis pesanan

    7.Sidang dan pengambilan putusan

  • Pihak terkait: Tiga hakim agung yang menjadi anggota majelis
  • Tugas: Memutus perkara
  • Tenggat: 90 hari
  • Potensi penyelewengan: Mengatur putusan, dari vonis ringan sampai bebas

    8.Minutasi

  • Pihak terkait: Panitera pengganti, operator juru ketik, asisten ketua majelis
  • Tugas: Penyusunan konsep putusan, input data, minutasi atau melengkapi putusan hakim agung pada lembar putusan (adviesblad)
  • Tenggat: 9 hari
  • Potensi penyelewengan: Mengubah putusan, menunda salinan putusan, membocorkan putusan

    9.Pemberitahuan di website

  • Pihak terkait: Panitera muda kamar
  • Tugas: Mengunggah dokumen elektronik putusan di website MA, mengirim putusan ke kepaniteraan muda
  • Tenggat: 3 hari
  • Potensi penyelewengan: Menunda pengiriman putusan, mengubah putusan

    10. Pengiriman salinan putusan

  • Pihak terkait: Panitera muda
  • Tugas: Mengirim berkas dan salinan putusan ke pengadilan pengaju
  • Tenggat: 14 hari
  • Potensi penyelewengan: Mengulur-ulur pengiriman putusan untuk menunda eksekusi

    Jejak Para Makelar

    2005

    Upaya suap Ketua MA

  • Pengacara Harini Wijoso ditangkap KPK karena berupaya menyuap Ketua MA Bagir Manan, yang juga ketua majelis kasus pengusaha Probosutedjo. Selain Harini, lima pegawai MA turut terseret dalam perkara ini.

    2012

    Vonis janggal bandar narkotik

  • Hakim Achmad Yamanie mengubah putusan peninjauan kembali bandar narkotik Hengky Gunawan dari 15 tahun menjadi 12 tahun. Yamanie diberhentikan pada 11 Desember 2012.

    Vonis bebas penyelundup BlackBerry

  • Majelis peninjauan kembali yang dipimpin Djoko Sarwoko, beranggotakan Achmad Yamanie dan Andi Abu Ayyub Saleh, membebaskan Jonny Abbas. Jonny adalah Direktur PT Prolink Logistics Indonesia, pemilik 30 kontainer berisi BlackBerry dan minuman keras di Tanjung Priok yang tak punya izin impor.

    2013

    Suap pengaturan kasasi

  • Advokat dari kantor hukum Hotma Sitompoel & Associates, Mario C. Bernado, tertangkap operasi tangkap tangan KPK. Ditangkap pula pegawai Badan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan MA, Djodi Supratman.

    Vonis bebas Sudjono Timan

  • Hakim agung Suhadi, Andi Samsan Nganro, Abdul Latief, Sri Murwahyuni, dan Sophian Martabaya memvonis bebas Sudjono Timan dalam kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia yang merugikan negara hingga Rp 2,2 triliun. Vonis ini dinilai janggal karena Sudjono masih buron.
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus