SEBAGIAN Surabaya tiba-tiba menjadi "kota tuli". Bayangkan, komunikasi lewat telepon bernomor kepala 81 dan 83 lumpuh total. Ini gara-gara instalasi Main Distribution Frame (MDF) di Sentral Telepon Otomat (STO) Rungkut, Senin malam pekan lalu, terbakar. Yang paling terpukul secara langsung, tentu saja, sekitar 260 pengusaha di kawasan industri Rungkut. Akibatnya, "Kami tak bisa berbuat apa-apa," kata Basroni Rizal, Dirut PT SIER. "Kami juga kehilangan order. Artinya, itu kehilangan dolar," kata Nastain Sugiharto, Presdir PT Branka Panca. Instalasi MDF di STO Rungkut memiliki 10 ribu satuan sambungan (SS). Celakanya, kebakaran MDF di lantai I gedung STO Rungkut itu juga ikut melumpuhkan fungsi unit instalasi STDI (Sentral Telepon Digital Indonesia) yang berada di lantai II. Debu-debu karbon polyethilyn, pembungkus kabel di lantai satu mengganggu fungsi STDI yang berada di lantai II. Akibatnya, tidak cuma 10 ribu SS dari MDF yang rusak. Sebanyak 5 ribu saluran STDI ikut macet pula. Instansi pemerintah juga menderita akibat putusnya saluran itu. Polda Jawa Timur, misalnya, mendapat kesulitan berhubungan dengan sejumlah kantor Polres di daerah. "Untuk laporan yang bersifat intelijen, disampaikan lewat kurir," kata Letkol. Pol. Drs. Ivan Sihombing kepada TEMPO. Yang paling kelabakan adalah para petugas di Bandara Juanda. Karena, telepon adalah alat vital bagi kesibukan penerbangan. "Setiap hari, dan bahkan setiap saat, terjadi kontak antara kami dan agen-agen. Juga dengan induk kami di Jakarta dan cabang-cabang Garuda di luar negeri," kata Moerdjito Amiarno, Kepala Distrik Garuda Surabaya kepada TEMPO. Beberapa usaha penanggulangan sementara memang sudah diambil pihak Perumtel Wilayah VII (Witel VII) Jawa Timur. Sampai Senin pekan ini, keadaan belum pulih. Karena, baru 133 nomor pengganti dari STDI Darmo (nomor kepala 57) yang dialihkan kepada pelanggan di Krukut. Kebetulan, yang mendapat prioritas baru instansi vital seperti Polda, Bandara Juanda, RS-AL, Korem, dan sejumlah perusahaan di kawasan industri Rungkut. Perumtel, kini juga tengah sibuk membersihkan debu-debu karbon pada STDI. Tak kurang dari 36 tenaga, yang terbagi dalam 3 shift, terjun langsung. Juga 2 orang teknisi dari PT Inti, Bandung. "Dalam minggu ini, telepon kepala 83 sudah bisa difungsikan," kata Suroto Hadisumarto, Kepala Witel VII kepada TEMPO. Tapi, untuk memulihkan kembali telepon nomor 81 yang terbakar, katanya, paling tidak dibutuhkan waktu sebulan. Kenapa? Akibat terjadinya kebakaran, MDF yang baru diresmikan Menparpostel setahun lalu, harus diganti. Dan pekan ini, Perumtel memang telah memasang MDF pengganti jenis BTM 10C (Belgium Telphone Maaskapai) dari jenis Metoconta 10C. Tapi untuk menyambungkan ke-15 ribu kabel telepon itu makan waktu juga. "Sekarang ini, kami sedang melakukan terminasi kabel-kabel primer ke rak MDF," kata sumber TEMPO. Kecelakaan itu, tentu saja, membuat Perumtel rugi. Dari pulsa saja, kerugian dalam sebulan ditaksir Rp 1 milyar. Ini belum termasuk kerugian material untuk keperluan penggantian instalasi yang terbakar atau STDI Darmo -- yang seharusnya sudah dipasarkan -- sebagai pengganti. Dalam keadaan lumpuh itu, tentunya, Perumtel ingin tahu persis penyebabnya. Karena, kecil sekali terjadi korsluiting listrik pada instalasi telepon yang memakai teknologi arus lemah. Mungkinkah ada sabotase? Pangdam V/Brawijaya Mayjen. R. Hartono mengingatkan agar tak buru-buru menyimpulkan demikian. "Itu masih jauhlah," katanya seusai menghadiri serah terima jabatan Kepala Witel VII dari Kisworo kepada penggantinya Suroto Hadisumarto Jumat pekan lalu. Kini, sebuah tim yang dikoordinasikan Bakorstanasda telah diturunkan untuk meneliti. Jalil Hakim, Agus Basri (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini