Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji, mengatakan keputusan pemerintahan Prabowo Subianto untuk menaikkan gaji guru sesungguhnya belum mampu menyelesaikan masalah utama dalam urusan kesenjangan kesejahteraan guru. Ia menilai rencana menaikkan gaji guru berstatus aparatur sipil negara (ASN) maupun non-ASN yang sudah mendapat sertifikasi itu justru akan memperlebar kesenjangan kesejahteraan dengan guru non-ASA tanpa sertifikasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Guru ASN, apalagi sudah tersertifikasi, itu sudah sejahtera. Mereka rata-rata punya rumah dan mobil. Mengapa ditambah lagi gajinya?" kata Ubaid, Jumat 29 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia pun mempertanyakan nasib guru non-ASN, khususnya mereka yang belum tersertifikasi. "Gaji mereka buat makan saja tidak cukup, apalagi untuk keperluan lainnya. Ini mestinya yang diprioritaskan, bukan sebaliknya," ujar Ubaid.
Presiden Prabowo Subianto mengumumkan kenaikan gaji guru berstatus ASN dan guru non-ASN saat puncak Hari Guru Nasional di VelodromeRawamangun, Jakarta Timur, Kamis, 28 November 2024. Prabowo mengatakan gaji guru ASN akan mengalami kenaikan sebesar satu kali gaji pokok. Lalu guru non-ASN akan mendapat kenaikan tunjangan profesi hingga menjadi Rp 2 juta.
Ia mengatakan pemerintah sudah mengalokasikan anggaran untuk kesejahteraan guru pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (PABN) 2025 menjadi Rp81,6 triliun. Angka ini sebesar Rp16,7 triliun jika dibandingkan anggaran tahun lalu.
"Hari ini saya agak tenang berdiri di hadapan para guru karena saya bisa menyampaikan bahwa kami walau baru berkuasa satu bulan, kami sudah bisa umumkan bahwa kesejahteraan guru bisa kami tingkatkan," kata Praboao.
Dua hari sebelum pengumuman itu, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, kenaikan gaji guru itu akan mulai berlaku pada Januari 2025. Namun kenaikan gaji guru itu untuk sementara hanya berlaku bagi guru di lingkup Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, bukan guru di bawah Kementerian Agama.
Menurut Ubaid Matraji, semestinya pemerintahan Prabowo memikirkan gaji non-ASN dan belum mendapat sertifikasi. Paling banyak guru di kelompok rentan itu berada di lingkungan madrasah di bawah Kementerian Agama.
"Sesuai Undang-Undang Guru dan Dosen, pemerintah seharusnya menjamin perlindungan profesi dan kesejahteraan untuk semua guru, tanpa terkecuali," ujar Ubaid.
Ia melanjutkan, pemerintah lebih baik fokus pada peningkatan mutu guru dibandingkan menaikkan gajir guru yang sudah tersertifikasi. Sebab mereka rata-rata sudah sejahtera, tapi kualitas sebagian dari mereka masih rendah. "Semestinya yang belum sejahtera yang disejahterakan. Guru yang sudah sejahtera tapi tidak bermutu, ya, kualitasnya ditingkatkan," kata dia.
Daniel Ahmad Fajri berkontribusi dalam tulisan ini.
Pilihan Editor : Ancaman Kekurangan Guru tanpa Tenaga Honorer