Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi atau Kemendikbudristek mengeluarkan kebijakan yang menghapus sistem jurusan di SMA untuk diterapkan tahun ajaran 2024-2025. Kebijakan ini pun terus disoroti oleh para pengamat hingga perguruan tinggi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
1. Tanggapan dari Perguruan Tinggi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Rektor Universitas Airlangga atau Unair M. Nasih tak masalah soal kebijakan penghapusan jurusan IPA-IPS-Bahasa di SMA.
“Unair termasuk pelopor ini semua. Jadi, sewaktu seleksi mahasiswa baru jalur SNBP, kami lihat nilai mata pelajaran yang diminati, lalu disesuaikan dengan jurusan yang dipilih. Jadi bukan nilai secara keseluruhan,” kata Nasih, Rabu, 24 Juli 2024. Nasih menilai kebijakan ini tidak berdampak terhadap enerimaan mahasiswa baru. Namun, kata dia, minat di SMA linier dengan jurusan yang akan diambil saat kuliah.
Kepala Biro Komunikasi dan Hubungan Masyarakat ITB Naomi Haswanto mengatakan, kebijakan baru tersebut tidak terlalu berpengaruh. ”Karena sudah sejak 2022 penerimaan mahasiswa baru ITB tidak lagi membuat syarat jurusan IPA, IPS dan Bahasa,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Hubungan Masyarakat ITB Naomi Haswanto, Rabu, 24 Juli 2024.
2. Adaptasi
Para kepala sekolah mulai beradaptasi dengan aturan baru yang meniadakan jurusan IPA dan IPS di SMA. Salah satunya adalah SMA Negeri 16 Bandung telah menyiapkan program pendidikan untuk siswa yang tidak melanjutkan ke perguruan tinggi dan memilih untuk mencari kerja setelah lulus. "Kami siapkan pendidikan vokasi seperti digital marketing yang sekarang lagi tren,” kata Kepala SMA 16 Bandung Eha Julaeha, Rabu 24 Juli 2024.
3. Dewan Pendidikan
Anggota Dewan Pendidikan Jawa Timur, Suko Widodo, termasuk yang setuju dengan kebijakan itu, namun mensyaratkan kesiapan infrastruktur penunjang yang memadai.
Menurut Suko, kebijakan baru itu sebenarnya sesuai dengan kurikulum internasional. Ia mencontohkan negara-negara Eropa yang bahkan memiliki 12 bidang pilihan untuk siswa tingkat SMA. “Tapi, masalahnya, infrastuktur di Indonesia, termasuk di Jatim sekarang belum memadai untuk melakukan yang sama,” kata Suko, Selasa, 23 Juli 2024.
Ia menjelaskan, guru yang tersedia saat ini belum sepenuhnya sejalan dengan Kurikulum Merdeka. "Kalau ada siswa yang nantinya ingin masuk jurusan kedokteran, gurunya belum siap mengarahkan. Ini yang perlu perhatian,” katanya.
4. Kata Pengamat Pendidikan
Menurut pengamat pendidikan Darmaningtyas penghapusan jurusan di tingkat SMA rentan menurunkan pengembangan di rumpun ilmu sains dan teknologi. "Karena sudah tidak ada penjurusan, murid akan memilih paket mata pelajaran yang mudah-mudah saja," kata Darmaningtyas, dalam pesan tertulis kepada Tempo, Selasa, 23 Juli 2024.
Sebelum dihapuskan penjurusan ada tiga jurusan di tingkat SMA, yakni IPA, IPS dan Bahasa. Siswa jurusan IPA diwajibkan untuk memiliki bekal dasar keilmuan rumpun ilmu sains dan teknologi. Mata pelajaran di rumpun ilmu sains dan teknologi cenderung bersifat numerik.
5. Tidak Langsung Berdampak
Pengamat pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Cecep Darmawan memandang, peniadaan jurusan di SMA tidak langsung berdampak banyaknya murid kelas XII SMA yang kehilangan bekal keilmuan dasar untuk mengikuti seleksi di perguruan tinggi. Menurut dia bisa berdampak positif, karena cenderung progresif. “Di luar negeri saja, cara ini sudah diterapkan,” kata Cecep, Senin, 22 Juli 2024.
ANWAR SISWADI | HANAA SEPTIANA | ANDI ADAM FATURAHMAN