Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendidikan

P2G Beri Empat Catatan Kritis untuk Sekolah Rakyat

P2G meragukan kesiapan pemerintah jika program sekolah rakyat dipaksakan berjalan mulai tahun ajaran baru mendatang

12 April 2025 | 12.41 WIB

Petugas menata papan tulis ruangan kelas Sekolah Rakyat untuk jenjang SMA di Sentra Terpadu Pangudi Luhur (STPL), Bekasi, Jawa Barat, 8 Maret 2025. Menteri Sosial Saifullah Yusuf mengatakan sekitar 40 Sekolah Rakyat di berbagai daerah rencananya akan memulai kegiatan pada tahun ajaran 2025/2026 dari jenjang SD, SMP, dan SMA yang diperuntukkan bagi anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem sebagai upaya memberikan fasilitas pendidikan yang layak. Antara Foto/Asprilla Dwi Adha
Perbesar
Petugas menata papan tulis ruangan kelas Sekolah Rakyat untuk jenjang SMA di Sentra Terpadu Pangudi Luhur (STPL), Bekasi, Jawa Barat, 8 Maret 2025. Menteri Sosial Saifullah Yusuf mengatakan sekitar 40 Sekolah Rakyat di berbagai daerah rencananya akan memulai kegiatan pada tahun ajaran 2025/2026 dari jenjang SD, SMP, dan SMA yang diperuntukkan bagi anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem sebagai upaya memberikan fasilitas pendidikan yang layak. Antara Foto/Asprilla Dwi Adha

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mencatat ada empat persoalan utama mengenai sekolah rakyat. Ketua Bidang Advokasi P2G Iman Zanatul Haeri menyebut masalah pertama ialah soal tata kelola.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Iman menilai kehadiran sekolah rakyat berisiko menabrak sistem pendidikan nasional yang semestinya satu pintu. “Kalau tiga kementerian menyelenggarakan sistem sendiri-sendiri, maka ini bukan lagi satu sistem nasional,” ujarnya saat dihubungi, Jumat, 11 April 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kedua, kata Iman, mengenai mekanisme rekrutmen guru dan skema penggajiannya. “Kalau bukan ASN, lalu dikontrak? Padahal mereka bekerja di institusi milik negara. Ini bisa melanggar UU ASN,” kata Iman.

Ia juga mempertanyakan keadilan jika guru-guru sekolah rakyat ternyata diusulkan untuk digaji lebih tinggi, sementara banyak guru honorer hanya menerima ratusan ribu. “Ada potensi diskriminasi di kalangan guru,” kata Iman..

Catatan ketiga yang menjadi sorotannya adalah kurikulum. P2G mempertanyakan kesiapan kurikulum sekolah rakyat yang kabarnya akan menggunakan model multi-entry multi-exit. “Guru-guru butuh pelatihan dan sosialisasi. Tapi sampai sekarang, belum ada kejelasan tentang kurikulum yang dimaksud,” kata Iman.

Ia juga menyoroti rencana target 200 titik sekolah yang akan diasramakan, dengan anggaran hingga Rp 5 triliun untuk 50 ribu siswa. “Ini hanya mencakup 0,1 persen dari total siswa kita yang mencapai 50 juta. Apakah ini proporsional, sementara sekolah-sekolah reguler masih banyak yang rusak dan guru belum sejahtera?” kata Iman.

Keempat, ia menyoroti soal keberpihakan pada prinsip inklusivitas pendidikan. Menurut Iman, menyatukan anak-anak dari keluarga miskin ekstrem dalam satu sekolah terpisah justru bertentangan dengan semangat pendidikan inklusif. “Pendidikan itu seharusnya menyatukan anak dari berbagai latar belakang, bukan mengisolasi. Ini mirip karantina anak miskin,” kata dia.

Iman juga meragukan kesiapan pemerintah jika program sekolah rakyat dipaksakan berjalan mulai tahun ajaran baru mendatang. “Kalau bulan April baru mau mulai rekrutmen, sementara sekolah reguler saja butuh persiapan sejak Februari, ini jelas terburu-buru,” kata dia.

Sebelumnya, Menteri Sosial Saifullah Yusuf mengatakan rekrutmen guru dan penjaringan siswa untuk sekolah rakyat akan dimulai pada pertengahan atau akhir April 2025. Mensos mengatakan pemerintah butuh lebih dari 1.000 guru di 53 lokasi sekolah rakyat yang sudah siap beroperasi.

Mensos mengaku belum bisa memberi tahu angka pasti dari guru yang dibutuhkan itu. Namun Mensos menyebut akan ada dua jenis guru, yaitu guru formal dan guru pendidikan karakter. Adapun guru formal bakal mengajarkan mata pelajaran kepada siswa mulai pagi hingga sore hari, sedangkan guru pendidikan karakter bertugas membangun karakter siswa mulai sore sampai malam.

Dinda Shabrina

Lulusan Program Studi Jurnalistik Universitas Esa Unggul Jakarta pada 2019. Mengawali karier jurnalistik di Tempo sejak pertengahan 2024.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus