LEBARAN ini penduduk beberapa desa di Jawa Barat betul-betul
gembira. Ini bukan lantaran sawah mereka luput dari kekeringan
(TEMPO, 11 Agustus 1979, Desa). Melainkan apa yang galib disebut
listrik pedesaan sudah menjangkau desa mereka. Malah beberapa
desa sudah menikmatinya sejak beberapa waktu lalu. Dan dalam
waktu dekat usaha yang sekarang ditangani pihak lain itu
penanganannya segera akan beralih kepada penduduk desa sendiri.
Adalah Desa Gabuswetan di Kecamatan Gabuswetan Kabupaten Subang.
Dikenal juga sebagai desa terbaik dalam tanaman padi di
kabupaten ini tahun lalu. Di satu tepi desa ini sejak 3 tahun
lalu muncul instalasi gas alam cair milik Pertamina. Serta merta
suasana di sekitarnya di malam hari terang-benderang karena
listrik. Tapi tak seorang penduduk menikmatinya. Sebab daerah
tersebut kebetulan tanpa penghuni.
Tapi pemerintah Kecamatan Gabuswetan tak mau membiarkan 7 ribu
jiwa penduduk desa tersebut memandang kemilau instalasi
Pertamina semata-mata sebagai kunang-kunang. Usaha pun dirintis.
Dan ketemulah CV Pasundan (dari Bandung) yang bersedia menanam
modal -- dan tentu saja cari nafkah dengan membangun apa yang
galib disebut instalasi listrik masuk desa.
Demikianlah, sejak akhir 1977 sudah 250 penduduk Desa Gabuswetan
menikmati penerangan. Masing-masing antara 100 sampai 200 watt.
Dengan generator 220 volt, CV Pasundan mengalirkan listrik tadi
dengan sejumlah tiang yang di antaranya terbuat dari kayu jati.
Pungutannya: Rp 75 ribu untuk biaya pemasangan (dibayar 2 kali
musim panen) dan Rp 2.000 sebagai uang langganan bulanan bagi
pemakaian 100 watt serta Rp 3.500 bagi pemakaian 200 watt.
Pembayaran bulanan ini dengan setia dilunasi warga desa langsung
kepada perusahaan tadi.
Tanpa Senter
M. Moeliono BA, Camat Gabuswetan, menilai arti listrik di
desanya besar sekali. Sekalipun beberapa penduduk pernah
mengusulkan agar lebih dulu mengusahakan gotong-royong
pembuatan jalan daripada memasang listrik. "Dengan penyinaran
cukup, anak sekolah belajar lebih baik dan cara berpikir
penduduk tambah dinamis," kata Moeliono.
Di Kabupaten Subang, perlistrikan desa di luar PLN terlihat di
Desa Belanakan Kecamatan Ciasem. Yang mengusahakannya, sejak
Januari lalu, PT Makindo Sejati dari Bandung. Dari 2.425 kepala
keluarga meliputi 9.058 jiwa penduduk desa ini, yang bisa
dilayani sesuai dengan kemampuan perusahaan tadi sekarang baru
500 langganan. Seperti halnya di Gabuswetan (Indramayu), tiang
tiang listrik di desa ini pun tak sedikit di antaranya yang
terbuat dari kayu. Betapapun akibatnya, "kalau ronda kita tak
perlu memakai senter lagi," kata seorang Hansip di desa
tersebut kepada Helman Eidy dari TEMPO.
Satu masalah, di mata orang PLN, pemasangan instalasi listrik di
Desa Gabuswetan misalnya dikhawatirkan keberesannya. Sebab kawat
dari tiang di tepi Jalan langsung dipasang nyelonong ke rumah
tanpa melalui tiang di atap rumah tadi. "Secara teknis,
pemasangan demikian tidak dapat dibenarkan," kata Kepala PLN
Ranting Indramayu, Karim.
Drs. Ase Husna Ruhyana, jurubicara Kabupaten Indramayu
menyayangkan cara pemasangan seperti tadi. Tapi CV Pasundan yang
memasang instalasi tadi memang enggan berkonsultasi lebih lanjut
dengan PLN. Alasannya, "prosedurnya berbelit-belit dan makan
waktu lama," Ase Ruhyana mengungkapkan.
Sejalan dengan itu, Kepala Desa Gabuswetan tampaknya memang
sudah bukan main butuh akan soal listrik ini. Karenanya dia tak
mau banyak bertele-tele. Lebih-lebih tampilnya CV Pasundan dalam
usaha perlistrikan di desanya dikaitkan dengan satu perjanjian
Mei 1980 harus menyerahkan usahanya kepada pemerintah desa.
Artinya desalah yang selanjutnya akan mengambil keuntungan dari
uang langganan para pemakai listrik tadi.
Dalam waktu dekat ini CV Pasundan juga akan memasukkan listrik
di beberapa desa, baik di wilayah Indramayu maupun Subang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini