Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Frega Wenas mengatakan kebijakan efisiensi anggaran kementerian tidak akan mempengaruhi alokasi anggaran untuk pengadaan alat utama sistem senjata (Alutsista).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengadaan alutsista, kata Frega, merupakan pengadaan multi years, bukan temporer. Sehingga, efisiensi anggaran tidak akan mempengaruhi pengadaan alutsista.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Pengadaan alutsista bukan temporer tapi multi years yang sudah direncanakan tahun-tahun sebelumnya. Jadi kebijakan itu tidak akan menganggu upaya kami mengedepankan pemberdayaan industri perang nasional,” kata Frega di Gedung Kemenhan pada Jumat, 31 Januari 2025.
Frega menegaskan, kemenhan tidak akan melakukan efisiensi terhadap program yang berkaitan dengan upaya menjaga kedaulatan dan keutuhan bangsa. Program itu di antaranya anggaran operasional merawat kapal laut, pesawat, hingga pengamanan perbatasan.
Kemenhan, kata Frega, hanya melakukan efisiensi anggaran terhadap program yang berkaitan dengan hal administrasi. Misalnya, kegiatan seminar dan seremonial.
“Pertengahan Januari ini pun sudah dilakukan. Mengalihkan rapt yang awalnya fisik menjadi virtual,” kata Frega.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengeluarkan surat yang memerintahkan kementerian/lembaga untuk melakukan efisiensi anggaran terhadap 16 pos belanja. Dalam surat bernomor S-37/MK.02/2025 yang dikutip di Jakarta, Selasa, Sri Mulyani menyatakan surat tersebut merupakan tindak lanjut Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2025.
Mengakomodasi arahan tersebut, Sri Mulyani menetapkan 16 pos belanja yang perlu dipangkas anggarannya dengan persentase yang bervariasi, mulai dari 10 persen hingga 90 persen. Rinciannya, pos belanja alat tulis kantor (ATK) diminta untuk diefisiensikan sebesar 90 persen; kegiatan seremonial 56,9 persen; rapat, seminar, dan sejenisnya 45 persen; kajian dan analisis 51,5 persen; diklat dan bimtek 29 persen; serta honor output kegiatan dan jasa profesi 40 persen.
Kemudian, percetakan dan suvenir 75,9 persen; sewa gedung, kendaraan, peralatan 73,3 persen; lisensi aplikasi 21,6 persen; jasa konsultan 45,7 persen; bantuan pemerintah 16,7 persen; pemeliharaan dan perawatan 10,2 persen; perjalanan dinas 53,9 persen; peralatan dan mesin 28 persen; infrastruktur 34,3 persen; serta belanja lainnya 59,1 persen.
Menteri/pemimpin lembaga diminta untuk menyampaikan rencana efisiensi kepada DPR dan melaporkan persetujuannya kepada menteri keuangan atau direktur jenderal anggaran paling lambat 14 Februari 2025. Bila sampai batas waktu yang ditentukan menteri/pimpinan lembaga belum menyampaikan laporan revisi, maka Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) akan mencantumkan dalam catatan halaman IV A DIPA secara mandiri.