Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Kenakalan Agama Remaja

Kericuhan di masjid istiqamah, bandung, berpangkal dari pada analisa kalangan majelis ulama kotamadya tentang 'gerakan imron bin muhammad zain' yang dianggapnya sebagai pemecah belah umat. (ag)

6 September 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEPERTI ada yang selalu hangat di Bandung -- di antara para remaja Kalangan Majelis Ulama Kotamadya, di Gedung Rumentang Siang, 28 Agustus kemarin membacakan kertas berisi analisa "gerakan Imran bin Muhammad Zain". Imran, adalah tokoh muda yang dibai'at sebagai "imam" oleh sekelompok remaja yang menjadi pangkal kericuhan di Masjid Istiqamah, Bandung (TEMPO, 16 Agustus). Dibacakan di depan para ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM), analisa tersebut antara lain menganggap "gerakan Imran" sebagai pemecah-belah umat. Bahasanya keras. Dan mungkin karena itu juga kertas tersebut, yang ditanda-tangani H.A. Naswari Mansur dan Yunus Nataatmaja, tidak diberi cap stempel MU Kodya tidak semua orang setuju, rupanya. "Ini lebih bersifat vonis dan tidak mendidik," ujar seorang pengurus MU. Betapapun kata sepakat rupanya tidak dicapai sebelumnya, kalangan ulama jelas sedang terlibat pikirannya dalam beberapa kasus yang berbau kekerasan di kalangan remaja Islam. Analisa itu sendiri dibuat beberapa waktu setelah terjadinya perkelahian di dekat sebuah kuburan di Cimahi, kota satelit Bandung, Sabtu 16 Agustus. Dilarang Merokok Agak mencengangkan: perkelahian itu tampaknya disebabkan oleh satu soal keagamaan yang sudah sangat usang. Ceritanya Sekitar 70 penduduk Cimahi, hampir semuanya pemuda, mengantarkan jenasah Sarjiman ke pekuburan Kampung Ubug, Jalan Barus. Tidak terlihat karangan bunga, tak ada payung yang meneduhi keranda, tak ada pula orang yang membawa air bunga dalam botol untuk disiramkan ke makam. Penguburan berlangsung tertib. Tapi segera sesudah itu timbul keributan massal di antara pengiring jenasah sendiri. Seorang pemuda luka-luka dan langsung dilarikan ke rumah sakit. Beberapa senjata tajam disita polisi, juga 12 butir peluru. Pokok soalnya, yang kelihatan: perbedaan pendapat dalam tatacara pemakaman. Di kampung tersebut, cara seperti itu konon tak lazim. Sedang Sarjiman, si mayit, adalah anggota grup pengajian yang antara lain dipimpin Azhar (26 tahun), yang hari itu juga berada di tengah mereka. Sarjiman sendiri dikabarkan sudah berpesan agar penguburan dilaksanakan dengan cara mereka, dan itu pulalah yang dilakukan. Grup pengajian ini antara lain meyakini, bahwa pemakaman tak boleh dicampur dengan penaburan bunga dan semacamnya. Wanita, juga, tak boleh ikut ke kubur. Tak ada yang dibenarkan merokok waktu upacara. Tak boleh pula meninggikan gundukan tanah makam. Kalau hanya itu soalnya, maka masalahnya sebenarnya tidak baru: Persis (Persatuan Islam), Muhammadiyah atau Al Irsyad, sudah lebih setengah abad berusaha menyederhanakan upacara penguburan. Misalnya, tak ada talqin -- pidato kepada si mayat, menuntunnya dalam "menjawab pertanyaan malaikat". Juga tak ada tahlil, zikir yang "dikirimkan pahalanya" kepada si mati. Dan itu jugalah yang dilaksanakan hari itu. Hanya, bedanya: Persis dan kawankawannya -- plus mereka yang tidak sependapat sudah memberi harga masalah khilafiyah (kontroversial) seperti itu sebagai berkedudukan furu' (ranting kecil). Terlalu sepele untuk dijadikan pokok pertentangan umat. Kelompok Azhar dengan begitu tampak seakan-akan "ranting Persis yang terlepas" dan menjadi ekstrim. Dan ekstrimitas itulah yang menyebabkan orang-orang di Bandung menghubungkannya dengan grup "Imam" Imran. Tak heran. Imran sendiri, sementara paham keagamaannya kelihatan dekat sekali dengan kalangan Persis (minus soal "imam" itu). Sebagai Koleksi Tapi bukan baru sekali ini saja grup Azhar terlibat dalam kericuhan. Seperti juga kelompok Imran telah menyebabkan kepengurusan pemuda Masjid Istiqamah dibekukan oleh pihak yayasan, grup Azhar juga menyebabkan dibekukannya kepengurusan pemuda Masjid Agung Cimahi -- oleh Walikota, sekitar lima bulan lalu. Juga seperti grup Imran, grup Azhar --yang di Cimahi, menurut harian Pikiran Rakyat, biasa berpengajian di sebuah masjid di Jalan Gatot Subroto -- dikabarkan mempersenjatai diri. Bahkan di depan Kores 841 Cibabat mereka mengakui ke-12 butir peluru yang disita dalam bentrokan itu memang milik anak almarhum Sarjiman, yang juga anggota pengajian. Kata mereka itu disimpan "sebagai koleksi saja". Sudah tentu Azhar, kepada TEMPO, membantah hubungannya dengan Imran seperti yang misalnya ditulis harian Merdeka. Sementara Imran sendiri, yang kepada TEMPO menolak dihubungkan dengan perkumpulan Islam Jama'ah, juga belum jelas benar latar belakang "gerakan "nya. Yang kelihatan kemudian hanyalah semacam rivalitas antar kelompok pemuda -- baik "dipakai" atau tidak oleh kalangan luar. Tampak bahwa antara grup Azhar dan para pemuda Kampung Ubug, tempat perkelahian itu, sudah ada permusuhan. Dus bukan soal agama benar. Di malam setelah perkelahian itu misalnya, pemuda Kampung Ubug bersiap-siap oleh adanya "info" akan diserang grup Azhar -- yang tentu saja tak benar. Betapa pun, mereka tampak sebagai sisa-sisa semangat militan yang, merasa kehilangan tempat bergantung. Tanpa agama, mereka barangkali hanya pemuda nakal biasa yang dahulu hampir-hampir mewarnai Kota Bandung dan sekitarnya, sebelum ramainya remaja masjid. Dan mereka siapa tahu hanya tak ingin kehilangan "identitas" -- dan agama lantas menjadi saluran. Adapun bagaimana menanggulangi nya, itulah tentunya yang menjadi pikiran kalangan Majelis Ulama.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus