Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -- Calon Wakil Gubernur Jakarta Rano Karno merespons usulan Presiden Prabowo Subianto perihal calon kepala daerah ditunjuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD. Menurut Rano, usulan ini bisa disetujui maupun ditolak dengan alasan dan pertimbangan yang jelas. "Kalau memang setuju begitu, ya, dilakukan. Kalau tidak setuju, tentu ada alasannya. Artinya itu perlu urun rembuk semua," ujar Rano Karno saat ditemui di agenda Syukuran Jakarta Menyala, Menteng, Jakarta Pusat, pada Sabtu, 14 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rano menjelaskan pemilihan kepala daerah atau pilkada secara langsung sebagai upaya mewujudkan demokrasi yang jujur dan adil. Dia tak menampik kontestasi ini membutuhkan biaya yang mahal, sebab itu adalah risiko dalam pemilihan secara langsung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemeran Si Doel Anak Betawi ini menilai, masyarakat dan penyelenggara pilkada telah dihantam oleh sejumlah kontestasi politik sejak tahun lalu. Dimulai dari pemilihan legislatif, pemilihan presiden, hingga yang terbaru ini pilkada. Dengan begitu, hal ini terkadang memicu perasaan lelah yang dirasakan penyelenggara maupun masyarakat. "Makanya Pak Prabowo juga bilang capek gitu, panjang. Jadi nanti mari kita pikirkan mana yang terbaik buat Indonesia," ujar politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP itu.
Presiden Prabowo Subianto sebelumnya mengusulkan perubahan sistem pilkada dari pemilihan langsung ke pemilihan di DPRD. Usulan itu disampaikan saat berpidato di perayaan ulang tahun ke-60 Partai Golkar di Sentul, Bogor, Jawa Barat, Kamis malam, 12 Desember lalu. Ketua Umum Partai Gerindra ini menyebut bahwa ada peluang kepala daerah kembali dipilih oleh DPRD.
Presiden mengklaim sistem pemilihan kepala daerah lewat DPRD akan mampu menekan ongkos politik di pilkada. Prabowo juga menyinggung efisiensi anggaran ketika kepala daerah dipilih oleh DPRD. Di samping tidak boros anggaran, sistem pemilihan lewat DPRD juga mempermudah transisi kepemimpinan. Ia mencontohkan pemilihan di Malaysia, Singapura, dan India.
Usulan Prabowo ini bukanlah sesuatu yang baru dalam sistem pilkada di Indonesia. Di awal Reformasi, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah mengatur sistem pemilihan kepala daerah lewat DPRD. Sistem pilkada ini berbeda dengan mekanisme pemilihan di masa Orde Lama maupun Orde Baru. Saat itu, presiden yang berwenang mengangkat kepala daerah atas rekomendasi atau usulan DPRD.
Lima tahun setelah Reformasi bergulir, Undang-Undang Pemerintahan Daerah direvisi, yang membuka peluang sistem pilkada secara langsung. Sistem pilkada secara langsung mulai direalisasikan pada Juni 2005. Pada 2014, Dewan Perwakilan Rakyat dan eksekutif mengesahkan Undang-Undang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota atau Undang-Undang Pilkada.
Di era pemerintahan Joko Widodo, pilkada secara langsung mulai digelar secara serentak untuk sejumlah daerah, yaitu pada 2015, 2017, 2018, dan 2020. Adapun pilkada serentak secara nasional mulai digelar tahun ini.