KABAR baik untuk wisatawan yang mengunjungi Solo. Sebuah paket acara menarik santap malam bersama putra-putri keraton sedang disiapkan untuk pengunjung keraton Surakarta Hadiningrat. "Kami sedang memikirkan tempat yang cocok untuk acara santap malam itu. Dan tempat itu nantinya perlu didesain khusus," ujar G.R.A.Y. Kus Murtiyah, putri PB XII, pada TEMPO . Acara ini diharapkan akan menjadi salah satu daya tarik wisatawan. Para pengunjung keraton Kasunanan Surakarta nantinya tidak hanya datang menyaksikan benda-benda mati -- segala macam pusaka -- tapi juga bisa menyaksikan berbagai atraksi. Ada tari-tarian, ada pembacaan kisah dari buku-buku sejarah. Dan pada malam harinya para putra-putri keraton menemani para tamu dalam acara santap malam tadi. Tapi jangan kaget, kalau kelak yang mengelola semua acara itu bukan orang keraton, melainkan Direktorat Jenderal Pariwisata. Itu memang ada dasar hukumnya. Keppres No. 23 Tahun 1988 tanggal 16 Juli 1988 memberi wewenang pada Dirjen Pariwisata untuk mengelola Keraton Solo dari sudut pariwisata. Tapi semua dana yang masuk nantinya digunakan untuk pemeliharaan keraton. Setelah keraton Surakarta yang terbakar selesai dibangun kembali, Sunan Paku Buwono XII tetap menginginkan campur tangan pemerintah untuk kelestarian budaya Surakarta. "Supaya keraton tetap bersih, tetap indah, dan terjamin perawatannya," kata Sunan Paku Buwono XII memberi alasan. Paku Buwono menuangkan keinginannya itu dalam sepucuk surat pada Presiden, 6 Juni 1988. Isinya, selain mengucapkan terima kasih pada Presiden yang telah memprakarsai pembangunan kembali Keraton Solo, juga mengharapkan bantuan pemeliharaan dan perawatan. "Supaya keraton baru tidak terbengkalai," kata PB XII pada TEMPO. Dari surat PB XII itu terbitlah Keppres No. 23 Tahun 1988 itu. Sebuah keppres mengatur status dan pengelolaan Kasunanan Surakarta. Berisi enam pasal. Salah satu pasalnya menegaskan kembali bahwa tanah dan bangunan Keraton Surakarta berikut segala kelengkapan yang terdapat di dalamnya -- termasuk masjid dan alun-alun adalah milik Kasunanan Surakarta, yang perlu dilestarikan sebagai peninggalan budaya bangsa. Menurut keppres itu, Sri Susuhunan selaku pimpinan Kasunanan Surakarta dapat menggunakan keraton dan segala kelengkapan untuk keperluan upacara, peringatan, dan perayaan-perayaan lainnya dalam rangka adat keraton Kasunanan. Sedangkan pengelolaan keraton untuk kegiatan pariwisata ditangani Ditjen Pariwisata, bersama-sama Pemda Kota Madya Surakarta dan Kasunanan. Menparpostel Soesilo Soedarman menyerahkan keppres itu pada PB XII dalam suatu upacara di Parasedyo Dalem Ageng ProboD suyoso, 20 Juli 1988, disaksikan putra-putri PB XII dan kerabat keraton. Selesai upacara PB XII mengatakan pada TEMPO, "Saya butuh kepastian hukum, dan saya gembira pemerintah memakluminya." Setelah keraton tidak lagi sebagai pusat pemerintahan swaparaja, nasib keraton ini memang memprihatinkan. Hidup Keraton Solo kini sangat bergantung pada subsidi pemerintah Rp 6 juta per bulan, yang hanya cukup untuk menggaji 600 orang karyawannya. Padahal, keraton membutuhkan dana yang tidak sedikit, untuk keperluan upacara adat, jumenengan, pengembangan perpustakaan, perawatan keraton, dan lainnya. Rupanya, PB XII ingin melihat kehidupan keraton ini lebih baik. Tapi PB XII sendiri tidak ingin dituduh menjual keratonnya. Maka, keppres itu menegaskan: tanah dan bangunan Keraton Surakarta berikut kelengkapannya, milik Kasunanan Surakarta. Maksudnya, mungkin, pengelolaan keraton boleh saja orang luar, tapi yang berkuasa terhadap keraton tetap PB XII. "Itu artinya, keraton kami bukan milik PT itu atau CV ini. Dengan begitu, keraton kami tidak pernah dijual," kata Hangabehi, calon pengganti PB XII. Kastoyo Ramelan (Solo)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini