Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kilas Balik Intimidasi yang Dialami Para Pemeran Film Dirty Vote

Film dokumenter Dirty Vote tayang setahun lalu, tiga hari sebelum Pilpres 2024. Ini kilas balik intimidasi yang dialami para pemeran Dirty Vote.

12 Februari 2025 | 20.09 WIB

Tayangan Satu Tahun Dirty Vote 100 Hari Prabowo Gibran. Tempo/Bintari Rahmanita
Perbesar
Tayangan Satu Tahun Dirty Vote 100 Hari Prabowo Gibran. Tempo/Bintari Rahmanita

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Film dokumenter Dirty Vote dirilis setahun yang lalu saat tiga hari menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 melalui kanal resmi YouTube Dirty Vote. Film tersebut disutradarai oleh Dandhy Laksono dan dibintangi oleh tiga Ahli Hukum Tata Negara, yakni Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Amsari.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ketiganya memaparkan sejumlah data dan mengurai pelanggaran hukum pada Pemilu 2024 saat ini. Mereka juga menjelaskan potensi-potensi kecurangan berdasarkan kacamata hukum di Indonesia. Dokumenter yang berisi tiga pandangan dari para ahli tersebut berdurasi 1 jam 55 menit 22 detik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Sang sutradara paham betul risiko pembuatan film tersebut. Bagaimanapun, mereka berhadapan dengan penguasa yang punya kuasa dan sumber daya yang kuat untuk menekan mereka. Oleh karena itu, Dhandy sampai harus mencari rumah aman untuk mengkarantina pemateri dan juga sebagai upaya mitigasi jika ada ancaman. 

Menjelang film dirilis. sejumlah skenario disiapkan untuk mengantisipasi adanya gangguan yang bersifat teknis. Dirty Vote rencananya akan diunggah dari Singapura jika gagal diunggah dari Indonesia. Tim saat itu juga menyiapkan tautan Google Drive berisi file mentah film untuk didistribusikan oleh kelompok masyarakat sipil. 

Sehari sebelum film dirilis, berbagai gangguan sudah dialami oleh tim Dirty Vote. Ada upaya peretasan telepon seluler ketiga pembicara setelah teaser film diunggah. Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Mochtar mendapat beberapa pemberitahuan adanya upaya masuk ke akun Telegram milik mereka. “Kami mengistirahatkan nomor yang biasa dipakai dan ganti ke nomor sementara supaya tak mudah dilacak,” ujar Zainal. 

Gangguan tersebut makin getol terjadi setelah film yang ungkap kecurangan-kecurangan Pemilu 2024 tersebut tayang. Feri dan Bivitri sering dihubungi nomor asing yang mengajak mereka untuk bertemu di suatu tempat. Bahkan, Bivitri juga diikuti oleh orang asing yang selalu datang ke berbagai acara yang ia hadiri. 

Tak hanya itu, ada juga utusan lembaga negara yang membujuk Bivitri agar tidak lantang dalam mengkritik pemerintah. Utusan lembaga negara tersebut menemui Bivitri dan memberikan amplop berisi segepok uang. Dengan berbagai alasan, Bivitri menolak pemberian tersebut dan langsung menginformasikan ke teman-temannya di Dirty Vote

Sisi personal para pemateri film juga turut menjadi bahan intimidasi. Sebagai satu-satunya pemeran perempuan, Bivitri Susanti menerima bermacam cacian dan hinaan di akun media sosialnya. Meski begitu, Bivitri sudah paham betul akan risikonya. “Kami sudah tahu risiko tampil untuk membahas isu sensitif seperti itu,” ujarnya.

Saat itu, Dirty Vote mendapat banyak respons negatif dari kubu Prabowo-Gibran karena dituduh berupaya menggerus perolehan suara pasangan calon tersebut. Gibran saat itu mengatakan bahwa film tersebut hanya berisi fitnah. Bahkan, Dandhy Laksono dan juga tiga pemateri film dilaporkan ke Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI atas tuduhan melanggar Undang-Undang Pemilu oleh Dewan Pimpinan Pusat Forum Komunikasi Santri Indonesia. 

Bivitri mengatakan bahwa Dirty Vote tidak pernah bertujuan untuk mengarahkan publik memilih calon presiden tertentu. Pun dengan Zainal Arifin Mochtar yang menyebut tujuan Dirty Vote adalah untuk menjadi film pendidikan politik, terutama untuk menghadapi potensi kecurangan berulang yang sistematis pada pemilu mendatang. 

Terdapat sejumlah poin yang dipaparkan dalam film Dirty Vote. Di antaranya ihwal kecurangan melalui penunjukan 20 penjabat (Pj) Gubernur dan Kepala Daerah, tekanan untuk kepala desa agar mendukung kandidat tertentu, penyaluran bantuan sosial atau Bansos yang berlebihan, serta kejanggalan dalam hasil sidang putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Raden Putri dan Egi Adyatama berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus