JARAK antara Ciamis di Jawa Ba rat dan Cilacap di Jawa Tengah
kini terasa semakin dekat. Sebuah kapal motor penumpang KMP)
berbobot mati 36 ton, kini melayani jalur sepanjang Sungai
Citanduv lewat Segara Anakan, pulang-pergi. Pengoperasian KMP
Ulin tersebut diresmikan Dirjen Perhubungan Darat, Nazar Nurdin,
di Dermaga Kalipucang Kabupaten Ciamis, awal bulan ini.
Lewat jalur tersebut jarak Ciamis -Cilacap sepanjang 40 km dapat
ditempuh dalam waktu tiga sampai tiga setengah jam saja. Lewat
jalan darat, dengan bis atau kolt, jarak kedua tempat itu (155
km) ditempuh satu jam lebih lama. Karcis kapal lintas
penyeberangan yang disebut "bis air" itu juga lebih murah yaitu
Rp 375 (ditambah karcis masuk pelabuhan Rp 100). Sedang ongkos
bis antara kedua tempat yang sama hampir dua kali lipat.
Kapal ini juga singgah di beberapa dermaga kecil yang
dilewatinya seperti Motehan, Klaces, Karanganyar, Majingklak,
Pamoran, Patimuan. Karcis untuk jarak pendek ini Rp 100.
Setiap hari tepat pukul 8 pagi, Ulin yang berkapasitas 70
penumpang berangkat dari Pelabuhan Seleko, Cilacap. Setelah
beristirahat sekitar sejam di Kalipucang, Ciamis pukul 12.30
kembali ke Seleko lagi. Kapal ini tak pernah sepi, hingga sering
terpaksa mengangkut penumpang lebih dari kapasitasnya. "Kalau
secara teknis memungkinkan, mereka saya angkut. Di daerah ini
Ulin 'kan kendaraan baru, hingga banyak penumpang yang ingin
mencobanya," kata Nakoda Edison P. Basare.
Menurut Direktur LLASDP (Lalu-Lintas Angkutan Sungai, Danau dan
Penyeberangan) Ditjen Perhubungan Darat M.S. Wibowo, bis air
melayani Citanduy lewat Segara Anakan itu satu-satunya di Jawa.
"Ini merupakan usaha perintisan karena kami melihat banyak warga
Ciamis dan Cilacap yang ingin saling mengunjungi," kata Wibowo.
Kini di seluruh Indonesia terdapat 21 penyeberangan, kebanyakan
di luar Jawa. Ada beberapa yang menonjol, antara lain Ketapang
-- Gilimanuk (Jawa-Bali), Ujung Kamal (Jawa Madura),
Merak-Panjang dan Merak Srengsem/Bakahuni (Jawa-Sumatera).
Sungai Citanduy sendiri dikenal sebagai sungai dengan
belokan-belokan tajam dan deras arusnya. Lebarnya rata-rata
30-50 meter dengan kedalaman tak kurang dari 5 meter. Sungai ini
semakin dangkal karena endapan lumpur. Selain itu alurnya juga
semakin sempit karena semakin suburnya tetumbuhan air seperti
kayu api-api dan bakau di sepanjang teplannya.
Tapi KMP Ulin yang panjangnya 16 meter dengan lebar 4,30 meter
itu tak merasa terhalang oleh hambatan-hambatan tersebut. Dengan
dua mesin merk Yanmar berkekuatan 164 PK, kapal yang membutuhkan
solar 30000 liter sekali jalan ini, melaju dengan kecepatan 7
knot setiap jam. Di kabin sekitar 20 penumpang duduk tertib di
bangkubangku plastik seperti halnya di bis kota. Beberapa orang
tampak duduk di lantai. Di haluan, tak kurang 15 orang berjejal
di hamparan tikar, sementara di buritan sekitar 20 orang duduk
di jok-jok plastik. Barang-barang dagangan nampak teronggok di
beberapa tempat tak teratur.
Menyerobot Jam
KMP Ulin bukan kapal baru. Dibuat 1972 di galangan kapal
"Wiyata" Jakarta, kapal ini dimaksudkan untuk melayani trayek
Nunukan-Tawao. Tak lama kemudian tugasnya dialihkan ke pedalaman
Samarinda. Tahun lalu nongkrong di galangan kapal Ujungpandang
karena bocor. Setelah diperbaiki, tadinya akan dioperasikan
untuk melayani rute Labuhan Bajo-Komodo lewat Selat Sape (antara
Sumbawa-Flores). "Tapi karena prasarana di daerah itu belum
memadai, lantas kami pindahkan ke Ciamis-Cilacap itu," kata M.S.
Wibowo.
Untuk sementara, kehadiran Ulin barangkali belum merupakan
saingan hagi kendaraan darat seperti bis dan kolt tapi untuk
beberapa kapal motor yang sudah lama melayari trayek
Ciamis-Cilacap, kapal baru itu merupakan ancaman. "Jam
keberangkatan saya diserobot Ulin," kata Nyonya )amin, pemilik
KM Lawet. "Sebenarnya kalau pemerintah bijaksana, keberangkatan
kapal baru itu jangan merebut jam keberangkatan kapal-kapal yang
sudah lama ada," tambahnya kesal.
Sebelum ada Ulin, keuntungan bersih yang diterima Nyonya Jamin
setiap kapal Rp 10.000-Rp 15.000, setiap hari "Sekarang paling
banyak Rp 5.000 katanya. Repotnya, tarif kapal penyeberanan
yang sudah lama melayari Ciamis-Cilacap itu lebih mahal
ketimbang karcis Ulin, yaitu Rp 525. Sejak 1954 Pemda Ciamis
maupun Cilacap sudah mengoperasikan kapal motor penumpang. Tapi
sejak 70-an kapal-kapal itu tidak lagi berlayar karena dianggap
sudah terlalu tua.
Sejak itu beberapa kapal motor laim nya melayari jalur gemuk
yang memang tak pernah sepi itu--antara lain kapal-kapal bekas
pukat harimau. Sekarang ada 6 kapal yang beroperasi di sana,
yaitu KMP Kasih Sayang, Ulin, Lawet, Putera Lawet I dan II,
Wahyu Galuh. Setiap hari 4 rit, masing-masing dari Kalipucang
dan Seleko pada jamjam 7, 8, 9 dam 12.30.
Yang jelas, beroperasinya Ulin sangat menguntungkan para nelayan
yang tinggal di rumah-rumah panggung di atas air di Kampung
Laut, Karanganyar, Klaces, Motehan (semuanya di Segara Anakan).
Sekarang mereka lebih mudah menjual hasil laut mereka berupa
udang, ikan asin maupun terasi ke Cilacap maupun Ciamis. Mereka
tidak lagi harus mendayung perahu sehari suntuk.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini