Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Kisah Dari Desa Bajang

Desa Bajang, Ja-Tim, membangun sumber tenaga listrik dari air terjun (PLTM). Mengalami kerusakan, karena tidak ada suku cadang & teknisi. Bagi warga desa yang mampu, dapat membeli diesel listrik pribadi. (ds)

2 September 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUATU hari di tahun 1970, Gubernur Jawa Timur (waktu itu) Mohamad Noer menemukan air terjun di tepi Desa Bajang, di pelosok Kabupaten Blitar. Tinggi air terjun itu hanya 3,5 meter. Tapi begitu ir. Mohamad Sumaryo Bc TT, Dekan Fakultas Teknik Elektro ITS, menyatakan air terjun itu dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik, kerja pun segera dimulai. Dua tahun kemudian Desa Bajang telah dimasuki listrik. Air terjun tadi telah menjelma menjadi daya pembangkit listrik mikrohydro. Biaya yang ditelannya sekitar Rp 15 juta. Ketika Mohamad Noer menekan tombol peresmian, desa menjadi terang benderang. Dan penduduk desa bersorak gembira. Dari sinilah kemudian Gubernur ini mengutip lagi kata-kata lama dari cita-cita abadi: "wong cilik biso gumuyu" (orang kecil bisa tersenyum). Berhasil dengan listrik Bajang, Jawa Timur kemudian membangun proyek-proyek serupa di berbagai desa. Di zaman Gubernur Sunandar, sumber tenaga tak hanya berasal dari air terjun (mikrohydro), tapi juga memanfaatkan bentangan kabel listrik bertegangan tinggi dan menengah yang selama ini hanya jadi tontonan penduduk desa. Tahun 1977/1978 misalnya sebanyak 24 desa di daerah-daerah Kediri, Malang, Tulungagung, Trenggalek, Ponorogo, Sampang, Sumenep, Situbondo, Bondowoso, Ngawi dan Magetan telah berlistrik. Sehingga, sampai saat ini, dari 8.339 buah desa yang ada di propinsi ini, 950 di antaranya telah berlistrik. Tapi bagaimana nasib PLTM yang mula-mula dinikmati warga Desa Bajang itu Sayang bahwa nyala listrik yang berkekuatan 25 KVA di desa ini tak panjang ceritanya. "Ada saja yang rusak," tutur Poedjohartono Kepala Desa dan sehari-harinya bertanggungjawab terhadap PLTM Bajang. Entah sambungan bannya atau dinamo-isi ataupun tetek-bengek lainnya. Kalau dinamo-isinya dapat giliran ngambek, berarti harus berurusan ke ITS di Surabaya. Dan ini memerlukan waktu seminggu lebih. Desa itu terpaksa gelap sambil menunggu. Kerusakan-kerusakan kecil ini sebenarnya dapat segera diatasi, jika sekiranya Sunarto tidak sering di-booking ITS ke proyek-proyek lain. Sunarto adalah warga Bajang yang punya pengalaman di bidang listrik karena pernah lama bertugas di PLN Palu (Sulawesi Tengah). Karena kecakapannya ini ia sering dipinjam ITS untuk bertugas ke luar desa. Sebagai gantinya Poedjohartono menugasi pemuda-pemuda desa lulusan STM atau SMP secara bergilir untuk merawat PLTM itu. Tapi karena gajinya hanya Rp 3.000 sebulan, anak-anak ini tak betah. Apalagi karena setelah berpengalaman merawat mesin itu, dengan mudah mereka mendapat pekerjaan lain dengan penghasilan jauh lebih baik. Kerusakan kecil-kecil itu mengakibatkan PLTM ini selalu rugi. Dan karena pengurusannya sudah diserahkan kepada desa, maka Kepala Desa Bajang yang harus menutupi kerugian. "Uang dari langganan hanya masuk Rp 28.000 sebulan, sedang pengeluaran rata-rata sebulan Rp 40.000," tutur Poedjohartono. Jumlah langganan memang belum banyak, hanya 46 orang dari warga desa yang berjumlah 1.017 kk. Padahal kapasitas PLTM mampu untuk 150 rumah masing-masing 100 VA. Jumlah langganan yang sedikit ini menurut Poedjohartono, juga disebabkan kerusakan-kerusakan tadi. Apalagi mesin hanya dinyalakan antara jam 17.00 sampai jam 0600 Untuk menjaga kondisi mesin, siang hari tak pernah dihidupkan. Akhirnya PLTM itupun macet total sejak kerusakannya mulai menyeluruh akhir tahun lalu. Mula-mula penggandeng bannya macet, lalu dinamo dan kemudian menular ke turbinnya. Hampir punahlah harapan warga desa untuk mengharapkan nyala listrik dari PLTM ini. Bagi warga desa yang sudah terbiasa dengan listrik, kemacetan itu terasa sebagai kehilangan besar. "Cahaya lampu minyak terasa panas dan sumpek," kata Hadisuseno, seorang penduduk Bajang. Katanya pula, anak-anaknya jadi malas belajar sejak tak ada listrik. Karena itu Hadisuseno yang tergolong berada di desanya memutuskan untuk membeli diesel berkekuatan 3.000 VA. Usaha Hadi ini diikuti oleh 2 orang penduduk desa lainnya. Mereka yang terakhir ini tak hanya dipakai sendiri, juga dikomersilkan dengan tetangga sekitar dengan memanfaatkan bekas instalasi PLTM. Dan habis terjual. Taripnya Rp 3.000 per 100 VA setiap bulan. Sedangkan sebelumnya PLTM hanya memasang tarip Rp 600 untuk jumlah yang sama. Mengkomersilkan diesel pribadi ini sudah banyak terjadi di berbagai desa Jawa Timur. Bahkan karena jumlahnya sudah cukup banyak, Bupati Blitar menurunkan peraturan untuk memungut pajak Rp 1000 per-PK setahun dari tiap pemilik diesel. Tapi lebih dari itu masyarakat Bajang sendiri masih berpengharapan besar bahwa suatu ketika PLTM di desa itu akan hidup kembali. Tentu karena tarip PLTM lebih murah. Namun Poedjohartono sendiri berharap, jika suatu ketika PLTM di desanya dapat dinyalakan lagi, hendaklah dilengkapi dengan suku cadang yang cukup. "Kami harus ke Surabaya dulu, paling sedikit menghabiskan waktu 4 hari," ungkap Poedjohartono tentang kesulitannya mencari suku cadang itu. Belum lagi kebutuhan akan adanya seorang petugas khusus untuk menaganya. Desa Bajang memang terkenal subur. Pendapatan per kapita penduduknya Rp 80.000. Karena itu PLTM di pandang mampu berdiri di desa ini. Sebab seperti dikatakan ir. Sumaryono, Ketua Proyek Perlistrikan Ja-Tim, walaupun di desa itu ada ai terjun, tapi kalau pendapatan perka pita penduduknya masih di bawah Rp 30.000 per-tahun, masih belum mampu menghidupi PLTM.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus