Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (KM ITB) mendesak pemerintah untuk segera mencabut UU Cipta Kerja dan peraturan turunannya karena dinilai tidak memihak kepada kelas pekerja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah juga dituntut segera memperbaiki seluruh kebijakan dan sistem ketenagakerjaan. “Agar tidak terjadi eksploitasi terhadap kelas pekerja,” kata penjabat sementara Ketua Kabinet KM ITB Fauzan Hariz di Hari Buruh Internasional, 1 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Cara pencegahan eksploitasi pekerja itu, menurut KM ITB, dengan memperbaiki perhitungan pengupahan yang benar-benar mampu mensejahterakan rakyatnya, terutama kelas pekerja, serta memberi jaminan kerja yang jelas dan tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK) semena-mena.
Kemudian pemerintah memberi jaminan kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja agar seluruh pekerja di Indonesia terlindungi dari kekerasan di lingkungan kerjanya. “Memberi tunjangan dan jaminan sosial terhadap buruh perempuan yang sedang hamil, melahirkan, dan cuti ayah kepada pasangannya,” ujar Fauzan.
Menurut KM ITB, kehidupan buruh di Indonesia belum menunjukan jalan yang baik untuk mendapatkan kesejahteraan. “Sedari dulu, buruh selalu mengalami alienasi akibat eksploitasi di lingkungan kerjanya dan menjadi kelas yang paling rentan akan penindasan,” katanya.
Sementara praktik upah tidak layak dengan perhitungan asal-asalan, tidak adanya jaminan kerja yang jelas, dan keselamatan serta kesehatan kerja yang digadaikan, hanya semakin menunjukkan bahwa pemerintah benar-benar ingin membuat kelas pekerja teralienasi.
Sudah sepatutnya, menurut mahasiswa, permasalahan ini menjadi topik yang selalu dibahas oleh kalangan manapun, karena berdasarkan data Badan Pusat Statistik, sebanyak 139,85 juta rakyat Indonesia merupakan kelas pekerja.
Sementara kondisi buruh hari ini di bawah omnibus law dengan Undang-Undang Cipta Kerja yang menimbulkan banyak masalah seperti yang telah diprediksi. “Keberadaan UU Cipta Kerja memang tidak memberi jaminan dan semakin membuat buruh rentan, terutama pada buruh perempuan,” kata Fauzan.
Dari hasil kajian KM ITB, terdapat beberapa aspek yang terdampak Undang-undang Cipta Kerja. Contohnya soal pemutusan hubungan kerja (PHK) yang fleksibel, lebih mudah dilakukan oleh pengusaha tanpa prosedur yang ketat sehingga buruh menjadi rentan kehilangan pekerjaan tanpa jaminan perlindungan sosial yang memadai. Masalah lain seperti penurunan standar upah dan hak ketenagakerjaan seperti pengurangan lembur, pemangkasan tunjangan, dan kemungkinan pemotongan hak-hak lainnya.
Pilihan Editor: Lima Besar Penyakit Akibat Polusi Udara di Indonesia, Apa Saja?