Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Konsep Adil Makmur Penjual Jamu

Untung Sudiatmo, 65, seorang penjual jamu di solo, diperiksa polisi karena mengirim telegram pada presiden RI. Dalam waktu singkat masyarakat Indonesia bisa adil makmur kalau diberi kekuasaan. (nas)

31 Maret 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK kurang dari Presiden Soeharto sendiri yang menyebutkan dalam berbagai pidato bahwa akhir Pelita V nanti kita baru selesai meletakkan dasar-dasar menuju masyarakat adil dan makmur. Pada Pelita Vl kita tinggal landas. Tercapainya masyarakat adil dan makmur masih melewati berbagai tahap pembangunan. Tetapi, Untung Sudiatmo, 65, bisa menjanjikan masyarakat adil dan makmur dalam waktu singkat. Ia telah mengirim telegram dua kali ke alamat Presiden, tertanggal 10 dan 16 Februari lalu. Isinya, jika ia diberi kekuasaan, dalam waktu singkat masyarakat Indonesia bisa adil makmur. Kekuasaan apa yang ia inginkan dari Presiden? "Itu terserah dalam perundingan nanti. Tapi, saya tak membutuhkan jabatan kongkret, saya pun tak membutuhkan gaji," katanya. Siapa Untung Sudiatmo? Ahli ekonomi? Seorang politikus? Jangan kaget, Untung hanyalah seorang penjual jamu yang berkeliling dengan sepeda tua, setiap hari menempuh jarak 30 km. Tempat tinggalnya, di pinggiran kota Solo, berukuran 5 x 8 meter dari bambu - itu pun menumpang di rumah mbakyu-nya. Tetapi konsep Untung mengenai "masyarakat adil makmur" bukan pertama kali ini ia kirimkan ke alamat kepala negara. Pada masa kepemimpinan Presiden Soekarno, lelaki yang pernah jadi guru dan penilik sekolah ini juga "memimpikan" hal serupa. Waktu itu, 15 Mei 1963, Presiden Soekarno berpidato dalam rapat raksasa di Tegallega, Bandung. Pemimpin Besar Revolusi yang suka bicara besar ini menyanggupi menyerahkan jabatan presiden kepada siapa saja yang bisa mewujudkan masyarakat adil dan makmur dalam jangka waktu sepuluh tahun. Untung Sudiatmo satu-satunya yang menanggapi pidato itu. Lewat surat tanggal 27 Juni 1963 kepada Presiden Soekarno, Untung siap menerima tantangan Bung Karno. Untung ternyata tidak beruntung. Bung Karno marah besar. Untung dituduh melakukan penghinaan, apalagi statusnya pegawai negeri. Malah ia dituduh gila. Dan langsung ditahan sejak 28 Oktober 1963. Ia baru dibebaskan 14 Juni 1966, dan dinyatakan tidak bersalah dan tidak sakit jiwa. Lelaki ini lalu menggugat pemerintah, meminta ganti rugi. Dan menurut Sinar Harapan terbitan 17 Maret 1970, Mahkamah Agung dalam keputusannya 9 Oktobcr 1969 menetapkan, menerima permohonan Untung agar pemerintah mempertimbangkan ganti rugi sebesar Rp 1 juta. Ganti rugi itu tak pernah diterimanya. Bahkan ia terlanjur dipecat sebagai pegawai negeri. Kehidupannya pun kian sulit, sampai akhirnya ia memutuskan tinggal di Solo - hingga kini. Sampai tiba-tiba, sejak awal bulan ini, banyak tetangganya bertanya-tanya. Untung Sudiatmo diperiksa yang berwajib, gara-gara telegramnya kepada Presiden Soeharto. "Pemeriksaan belum selesai Tapi dia tidak ditahan. Tingkah lakunya tak menunjukkan tanda membahayakan. Cuma, kadang-kadang, dia itu seperti tidak waras," kata sumber TEMPO.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus