Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kontroversi Bantuan Sosial Gibran: Agenda Terselubung Apa di Baliknya?

Penyematan identitas Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka di tas bansos sarat politik pencitraan. Ditengarai mencontoh Jokowi.

8 Desember 2024 | 06.00 WIB

Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka memberikan susu kepada warga yang terdampak banjir di Kebon Pala, Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta, 28 November 2024. ANTARA/Alif Bintang
Perbesar
Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka memberikan susu kepada warga yang terdampak banjir di Kebon Pala, Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta, 28 November 2024. ANTARA/Alif Bintang

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • “Bantuan Wapres Gibran” di tas bansos memicu kontroversi karena dianggap sebagai pencitraan politik.

  • Istana menyebutkan Gibran berhak memberikan bantuan karena punya dana operasional.

  • Wakil Presiden bisa berfokus pada hal yang lebih penting, misalnya, membantu mendatangkan investor IKN.

WARGA korban terkena dampak banjir di kawasan Kebon Pala, Kampung Melayu, gembira setelah mendengar informasi akan kedatangan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Sanusi, Ketua Rukun Tetangga 013 di Rukun Warga (RW) 004, Kampung Melayu, mengatakan informasi kedatangan Gibran diterima dari pejabat camat setempat dan Kepolisian Sektor Kampung Melayu, Jakarta Timur, beberapa hari sebelum kunjungan Wapres.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Sanusi menuturkan warga yang terkena dampak banjir bertambah senang dan antusias karena kedatangan Wakil Presiden Gibran yang disebutkan juga untuk memberikan bantuan sosial atau bansos. "Para warga yang mengungsi akibat banjir senang mendengarnya karena merasa terbantu," ujar Sanusi saat ditemui pada Jumat, 6 Desember 2024.

Sanusi menyatakan tak mempersoalkan dan tidak peduli dengan tulisan yang tersematkan di tas bansos yang diberikan Gibran kepada para korban banjir di wilayahnya. “Kami tidak menyoroti gambar dan tulisan di tas. Terpenting niat dan kepedulian pemerintah,” ucap Sanusi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Tas bantuan sosial yang bertuliskan Bantuan Wapres Gibran. ANTARA/Istimewa

Meski begitu, sejumlah masyarakat korban banjir masih penasaran dengan tas berwarna biru yang difungsikan sebagai pengemas bansos. Bunyamin, warga Kebon Pala yang meminta namanya disamarkan untuk tulisan ini, mempertanyakan tas bansos yang harus menyematkan identitas si pemberi.

Menurut warga RW 004 ini, tas bansos tersebut akan lebih baik diberikan tanpa penyematan identitas apa pun, mengingat tujuan pemberian bansos adalah membantu kesulitan masyarakat korban banjir dan bukan ajang mencari popularitas dan pamrih. “Sumber dananya kan dari uang masyarakat juga. Tidak etis kalau disematkan nama pemberi,” ucap Bunyamin saat ditemui di Kampung Melayu, Jakarta Timur, pada Jumat, 6 Desember 2024.

Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mengunjungi warga yang terkena dampak banjir di Kampung Melayu dan Cawang, Jakarta Timur, pada 28 November 2024. Setelah kunjungan itu, Gibran memberikan warga sejumlah bahan pokok makanan yang dikemas dalam tas jinjing berwarna biru. Di bagian depan tas tersebut tersemat tulisan “Bantuan Wapres Gibran” dengan tampak gambar Istana Wakil Presiden.

Kalimat bertulisan “Bantuan Wapres Gibran” di goodie bag itu kemudian menjadi perbincangan hangat dan memicu kontroversi bagi sejumlah kalangan dan masyarakat di media sosial. Peneliti politik dari Populi Center, Usep Saepul Ahyar, mengatakan tindakan Wapres Gibran menyematkan identitas pada tas bansos itu ditengarai memberi sinyal akan adanya upaya mengerek elektoral dengan cara melakukan branding politik.

Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menyapa warga yang terdampak banjir di Kebon Pala, Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta, 28 November 2024. ANTARA/Alif Bintang

Menurut Usep, penyematan identitas tak serta-merta tanpa tujuan karena branding politik merupakan hal lazim yang dilakukan para politikus untuk mengerek elektoral. Usep menilai penyematan tersebut bisa menjadi kepentingan pribadi sebagai upaya mengerek elektoral untuk kontestasi mendatang, misalnya pemilihan presiden 2029. Sebab, dari rekam jejak pemilihan, bansos dianggap cukup meningkatkan elektoral figur. “Ini semacam investasi untuk menaikkan elektoral,” ujarnya saat dihubungi pada Jumat, 6 Desember 2024.

Bansos, dengan kondisi politik saat ini, menjadi panasea yang ampuh untuk mengerek elektoral suatu figur dalam kontestasi. Maka, pelik jika penyematan identitas pada bansos tak berkelindan dengan dugaan kepentingan politik di masa mendatang. “Sederhananya, orang akan mengingat kebaikan orang lain dan berupaya untuk membalas kebaikan tersebut di kemudian hari,” ujar Usep.

Menurut Usep, pembagian bansos oleh Wapres Gibran tidak sepenuhnya salah karena tujuannya membantu masyarakat. Hal yang justru salah, kata Usep, mencantumkan nama dan jabatan. Selain itu, tugas membagikan bansos oleh wakil presiden bisa dianggap offside.

Hal yang dilakukan Wapres Gibran disebut berbeda dengan mantan wapres Ma'ruf Amin. Usep menjelaskan, Ma'ruf Amin pernah turun gunung secara langsung membagikan bansos, tapi tidak mencantumkan namanya pada kemasan. Usep menilai penyematan tersebut cenderung sama dengan tindakan yang dilakukan presiden ketujuh Indonesia, Joko Widodo, saat menjabat. Pada 2020, saat pagebluk melanda, ada bansos yang disalurkan Kementerian Sosial. Bansos tersebut dikemas dalam tas bertulisan "Bantuan Presiden RI Bersama Lawan Covid-19" dengan logo bintang kepresidenan.

Herdiansyah Hamzah, staf pengajar hukum tata negara di Universitas Mulawarman, menyatakan hal yang sama perihal sepak terjang yang diduga dilakukan Wapres Gibran. "Ada semacam upaya curi start yang bisa jadi untuk momentum politik, misalnya pemilihan presiden pada 2029," ujarnya saat dihubungi, Jumat, 6 Desember 2024. "Yang jelas, upaya semacam ini juga dilakukan Jokowi ketika menjelang 2014 dan 2019."

Menurut Herdiansyah, cara Wapres Gibran mirip Jokowi, ayahnya. "Model politik pencitraan yang masih dipelihara," ujarnya. Herdiansyah menjelaskan, kendati presiden atau wakil presiden memiliki biaya operasional untuk penyaluran bansos, kalimat yang tercantum dalam kemasan tersebut jelas masuk kualifikasi penggunaan untuk kepentingan pribadi. "Tidak patut kalau kemudian bansos disalurkan atas nama kepentingan pribadi."

Feri Amsari, staf pengajar hukum tata negara di Universitas Andalas, mengatakan hal yang sama bahwa apa yang dilakukan Gibran tak berbeda jauh dengan ayahnya, Jokowi. Menurut dia, saat memerintah, Jokowi acapkali melakukan politik pencitraan menggunakan bansos, misalnya saat menjelang pemilihan presiden. “Like father like son, tapi seharusnya hal seperti ini tidak dilanjutkan karena buruk,” ujar peneliti senior dan mantan Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas itu.

Dia menjelaskan, tugas seorang wakil presiden diatur dalam konstitusi. Pertama, perintah konstitusi untuk membantu presiden. Kedua, perintah undang-undang yang berhubungan dengan tugas di daerah. Ketiga, tugas yang merupakan perintah dari presiden untuk mewakilinya. "Jadi, atas dasar apa Wapres Gibran bergerak menyalurkan bansos? Ini seakan-akan jadi tindakan politis memanfaatkan keuangan negara," ujar Feri, saat dihubungi, Jumat, 6 Desember 2024.

Sebagai wakil presiden, kata Feri, Gibran semestinya mampu menjalankan tugas pemerintahan dengan mengesampingkan kepentingan pribadi. “Harusnya bisa menjauhkan diri dari praktik-praktik lancung yang hanya memikirkan pencitraan pribadi,” ucapnya.

Dana Operasional Wapres

Tempo belum mendapatkan konfirmasi dan tanggapan terbaru dari kalangan Istana perihal tudingan branding politik saat membagikan bansos. Hingga berita ini ditulis, pesan berupa pertanyaan belum direspons.

Namun Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi dalam keterangannya pada Senin, 2 Desember 2024, mengatakan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka memiliki hak untuk memberikan bansos atas nama dan jabatannya. Ia menyebutkan, sebagai wakil presiden, Gibran memiliki dana operasional yang bisa digunakan untuk menunjang kebutuhan dan tugas pemerintahan. “Bantuan wapres enggak apa-apa. Karena kan punya biaya operasional. Beliau bisa gunakan itu untuk ke masyarakat,” kata Hasan seusai sidang kabinet di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta.

Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.05/2008 tentang Perubahan atas PMK Nomor 48/PMK.05/200, presiden dan wakil presiden memang memiliki dana operasional untuk menunjang pelaksanaan tugas pemerintahan. Dalam Pasal 1 ayat (2) peraturan itu tertulis bahwa sumber dana operasional presiden dan wakil presiden bersumber dari bagian anggaran Sekretariat Negara dan Menteri Keuangan yang berasal dari bagian anggaran pembiayaan dan perhitungan. Dengan kata lain, dana operasional presiden dan Wakil presiden bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar mengaku tak tahu-menahu ihwal penyaluran bansos dengan penyematan kalimat “Bantuan Wapres Gibran” yang tertera pada bagian tas pengemas. Menurut Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa itu, bansos yang diberikan Gibran mungkin sumber anggarannya berasal dari anggaran Sekretariat Wakil Presiden. “Biasanya kan bantuan itu sesuai dengan anggaran. Mungkin karena faktor sumber anggaran,” ujar Cak Imin—sapaan akrab Muhaimin—pada 30 November 2024.

Dalam kesempatan berbeda, Menteri Sosial Saifullah Yusuf mengatakan tak ada permasalahan dengan pemberian bansos yang dibagikan Wapres Gibran kepada masyarakat terkena dampak banjir di Jakarta Timur. Dia meminta pembagian bansos dengan tas bertulisan “Bantuan Wapres Gibran” tak perlu diperdebatkan. Sebab, kata dia, hal yang lebih penting adalah manfaat bansos tersebut bagi masyarakat. “Enggak perlu diperdebatkan. Yang penting manfaatnya. Itu yang utama,” ujar Saifullah.

Syaifullah Yusuf. TEMPO/Fully Syafi

Menanggapi hal tersebut, Herdiansyah Hamzah menilai pernyataan Menteri Sosial Saifullah Yusuf dan pejabat lain keliru dalam memahami persoalan bansos Wapres Gibran. Dia menegaskan, jika substansi dari pembagian bansos adalah manfaat, semestinya Gibran tidak menyematkan identitasnya sebagai pemberi pada tas bansos tersebut. Apalagi sumber pembiayaan bansos tersebut utamanya dari APBN. “Pernyataan pejabat negara kita justru kontradiktif,” kata Herdiansyah.

Herdiansyah meminta saatnya publik juga memahami bahwa bansos itu berasal dari APBN yang sumber dananya diperoleh dari masyarakat, bukan dari gaji presiden dan wakil presiden. "Jangan sampai terlena akan bantuan yang diberikan hanya karena kondisi saat ini," ujarnya. Menurut Herdiansyah, persoalan teknis seperti ini sebetulnya cukup dieksekusi oleh Kementerian Sosial. "Namanya juga bansos."

Pengajar etika filsafat politik dari Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Setyo Wibowo, mengatakan akan lebih baik jika pemberian bansos dengan menyematkan kalimat bantuan negara, bukan bantuan dari figur. Menurut dia, penyematan identitas pada tas kemasan bansos mencederai etika pemimpin negara, alih-alih menarik simpati masyarakat. “Semestinya keburukan seperti ini dihentikan,” ucap Setyo.

Adapun Direktur Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno mengatakan Wapres Gibran tak seharusnya turun gunung melakukan hal teknis seperti membagikan bansos langsung ke lokasi. Menurut dia, urusan-urusan teknis seperti ini cukup Menteri Sosial yang berperan.

Adi menyatakan tidak menyoroti dana operasional. Menurut dia, hal penting yang disorot adalah soal tugas Gibran sebagai wapres. “Wapres bisa berfokus pada hal yang lebih penting, misalnya membantu mendatangkan investor dan melakukan pengawasan terhadap kelanjutan pembangunan Ibu Kota Nusantara,” ujar Adi.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Daniel Ahmad Fajri dan Annisa Febiola berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Andi Adam Faturahman

Andi Adam Faturahman

Berkarier di Tempo sejak 2022. Alumnus Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mpu Tantular, Jakarta, ini menulis laporan-laporan isu hukum, politik dan kesejahteraan rakyat. Aktif menjadi anggota Aliansi Jurnalis Independen

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus