Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kumpul, Dari Saigon

Kumpul, orang Indonesia pernah terdampar di Vietnam th 1947. Kembali ke Indonesia bersama keluarganya sebagai pengungsi Vietnam pada th 1976. (nas)

6 Januari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KIMPUL, 61 tahun, bisa disebut juga "pengungsi Vietnam". Sejak ia ditahan, mula-mula oleh Belanda, kemudian Jepang, dan tempat tahanannya selalu berpindah bahkan sempat di Bangkok. Awal 1947 ia "terdampar" di Vietnam, tinggal menetap dan menikah dengan Aminah, wanita Indonesia berdarah Vietnam. Jatuhnya Saigon ke tangan komunis memaksa mereka bersama 5 keluarga Indonesia lainnya "mengungsi" ke Indonesia. Ini suatu keberuntungan buatnya karena pengungsiannya dibiayai pemerintah Indonesia, sebab "Bukannya saya tidak mau pulang, tapi memang saya tidak punya biaya." Puluhan tahun di Vietnam kedudukannya sebagai warga negara Indonesia tetap dipertahankannya. Ia tidak ingin satupun dari 8 anaknya diwajibkan jadi tentara. Impian Kimpul untuk kembali ke tanah air dan hidup tenteram ternyata tidak terwujud. Sejak kembali di Indonesia Juni 1976 hidupnya malahan terlunta-lunta. 8 bulan pertama tinggal di tempat penampungan sementara Wisma Tan Miat Cilandak, Jakarta hidupnya sekeluarga masih mendingan. Dengan bekal Rp 250.000 dari Departemen Sosial ia dilepas dari tempat penampungan. Belakangan ia tahu dari beberapa temannya, jatahnya sebetulnya Rp 50 ribu per jiwa. Buru-buru ia kembali ke Depsos dan berhasil memperoleh Rp 250.000 yang hampir berhasil disunat oknum Depsos itu. Keluarga Kimpul mengontrak rumah di belakang Wisma Tan Miat, dua tahun Rp 350.000. Sejak lepas dari Depsos, Kimpul bergabung dengan ribuan pencari kerja lain di Jakarta, dan sebagai yang bisa diduga ia gagal. Puluhan kantor dan perusahaan dimasukinya, tapi tak ada lowongan baginya, walaupun sebagai kuli. Malahan kemudian nasib membebaninya lagi dengan derita baru. Tubuhnya mulai sakit-sakitan. "Padahal puluhan tahun kerja terus di Saigon saya tidak pernah sakit," ujarnya. Pernah ia mencoba memperoleh pengobatan di RS Fatmawati tapi terpaksa mengundurkan diri karena tidak mampu membayar ongkos yang terlalu tinggi buatnya. Tidak keberuntungan juga menimpa Ny. Kimpul. Pernah ia mericoba menjual sayur di depan rumah tapi beberapa tetangganya yang JUga mempunyal usaha yang sama berkeberatan. Dua gadisnya juga gagal memperoleh kerja, sekalipun sebagai pembantu rumah tangga. Kini Ny. Kimpul bekerja sebagai baby sitter dengan gaji Rp 200 sehari. Keluarga Kimpul merasa berterimakasih karena beberapa kawannya terkadang masih memberikan bantuan. Kiriman uang kadangkala datang juga dari seorang anaknya yang kini tinggal di Swiss mengikuti suaminya. Tidak banyak, antara Rp 10.000 sampai Rp 25.000. Kimpul dan isterinya hanya bisa mengusap dada bila anak bungsu atau kedua cucunya menangis kalau diolok-olok "Orang Vietnam tidak boleh tingal di sini," oleh teman sepermainan mereka. Tapi ia gembira ada puteranya yang bekerja walaupun hanya sebagai kenek kolt. Hidup buat keluarga Kimpul saat ini adalah bagaimana bisa mencukupi makan buat hari itu. Tiap hari keluarga dengan 10 jiwa itu memerlukan 4 liter beras, tapi "Kalau sampai kenyang ya 5 liter habis," kata Ny. Aminah. Mereka terburu-buru meninggalkan Saigon dan hanya sekedar pakaian saja yang sempat mereka bawa. Hingga rumah kayu tua, kotor dan becek seluas 45 m mÿFD yang dikontraknya~ itu tidak banyak perabotnya. Kimpul dan isterinya tidak tahu bagaimana nasib mereka kalau Maret mendatang rumah kontrakan mereka habis sewanya. Masa depannya gelap. "Saya mau bekerja apa saja, asal tidak mengganggu tetangga," kata Kimpul. Mungkin hanya satu hal yang disyukurinya. Bahwa mereka masih hidup dan berkumpul. Dan "biarpun tidak senang, ini kan tanah air sendiri," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus