Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah lembaga nonprofit di bidang pemantauan pemilihan umum atau Pemilu menyoroti potensi kecurangan alat bantu penghitungan suara hasil pemilu Sirekap khususnya memotret dokumen C1 Plano.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kalau sistem sumber dana kampanye saja sudah demikian gelap, bagaimana dengan Sirekap. Ini output, Sirekap kalau ada yang salah bisa berakibat fatal,” kata Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu atau KIPP, Kaka Suminta di Tjikini Lima, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu, 11 Februari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, Sirekap berbeda dengan Sipol dan Silon yang kegunaannya berada di input, bukan output. Dalam proses input, kata Kaka, jika terjadi ketakbenaran maka masih bisa dipahami masyarakat dan ada perbaikan.
“Tapi kalau terjadi apa-apa pada Sirekap maka bisa berakibat sangat fatal. Apalagi ada dugaan penutupan. Ini masalah. Siapa orang di balik Sirekap,” katanya.
Ia juga mengamati soal dokumen elektronik yang digunakan sebagai keperluan publikasi dan alat bantu penghitungan suara. Ia khawatir keabsahan publikasi itu nantinya. “Sejauh mana publikasi ini benar. Versi Sirekap kalau saya perhatikan ada sistem koreksi belum lagi yang salah baca,” ujarnya.
Senada, Senior Program Officer Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi atau Perludem, Rafi Naufal Alif mengatakan tantangan menciptakan Pemilu yang berintegritas dan demokratis itu ada di penyelenggara. “Saat ini ada potensi penggunaan Sirekap tak di-publish penggunaan C1-nya,” katanya.
Kekhawatiran itu dikatakan dia mengingat rekam jejak KPU yang dinilai kurang terbuka padahal punya sistem informasi pencalonan serta parpol. “Kemarin kami lihat ada masalah di mana KPU tak mau membuka nama donaturnya (parpol dan peserta pemilu). Tentu ini sangat berbeda dengan undang-undang,” katanya.
Sebelumnya, KPU menjelaskan menggunakan formulir C1 yang diunggah ke situs Sistem Informasi Rekapitulasi Suara atau Sirekap sebagai pembanding proses rekapitulasi manual berjenjang. Namun KPU belum menjelaskan mekanisme menjamin formulir C1 yang belum terunggah ke Sirekap karena ketiadaan internet tidak disalahgunakan.
Direktur Eksekutif Kemitraan Laode M Syarif mengatakan, formulir C1 berpotensi menjadi celah terjadinya kecurangan. Ditambah pula, RPKPU ini belum menyertakan hak publik secara spesifik untuk mengakses Sirekap guna memantau formulir C1 yang telah diunggah. “Ini menjadi penting untuk diperbaiki karena keterlibatan publik dalam proses rekapitulasi suara sangat penting untuk meminimalisasi kecurangan,” ucap Syarif, Senin, 15 Januari 2024.
BAGUS PRIBADI | IHSAN RELIUBUN
Pilihan Editor: TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang untuk Bantu Distribusi Logistik Pemilu ke Pulau Terpencil