Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ditargetkan rampung pada akhir September.
Sejumlah anggota DPR meminta supaya RKUHP dibahas ulang.
PDI Perjuangan menolak penghapusan pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden.
MENYAMBANGI Dewan Perwakilan Rakyat pada Jumat, 1 Juli lalu, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Sharif Hiariej bertemu dengan pimpinan dan sejumlah anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Dalam persamuhan di lantai tujuh Gedung Nusantara 1, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, itu, ia memaparkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau RKUHP.
“Kami berdiskusi soal penyempurnaan RKUHP,” ujar Eddy—sapaan Edward Omar Sharif Hiariej—melalui pesan WhatsApp pada Jumat, 22 Juli lalu. Setelah dilantik sebagai wakil menteri pada Desember 2020, Eddy bertugas menyelesaikan berbagai rancangan undang-undang yang urung disahkan. Salah satunya RKUHP. Ia masuk tim ahli yang menyusun RKUHP sejak 2014.
Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan Bambang Wuryanto menjelaskan, Eddy memaparkan perkembangan RKUHP. Ini termasuk 14 isu krusial dalam draf tersebut. Di antaranya penyerangan harkat dan martabat presiden serta wakil presiden, hukuman mati, penodaan agama, dan perzinaan. “Semuanya sudah dijelaskan oleh wakil menteri dan timnya,” ujar Bambang pada Kamis, 21 Juli lalu.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo