PARA anggota DPR ribut. Yang dianggap menjadi gara-gara Berita
Buana. Koran ini, mengutip sumber Bea Cukai, awal Januari lalu
menyebut Ada anggota DPR terlibat manipulasi kualitas celana
untuk ekspor.
Menurut berita itu pihak Bea Cukai (BC) berhasil menggagalkan
rencana ekspor 22.500 lusin celana panjang anak-anak kualitas
rendah ke Singapura yang sebetulnya tidak layak diekspor.
Menteri Keuangan Ali Wardhana dilaporkan sangat marah atas
kejadian ini karena ada seorang anggota DPR yang disinyalir
terlibat dalam kasus tersebut. Namun nama anggota DPR itu tak
disebut harian tadi.
Maka ramailah para wakil rakyat menebak-nebak. Semua fraksi
meneliti para anggotanya, Awal pekan lalu ketiga fraksi dalam
DPR mengeluarkan pernyataan. Mereka menghimbau pimpinan BC
memperjelas keterangan salah seorang pejabat pabean yang
mengatakan ada anggota DPR yang terlibat manipulasi itu.
"Sikap Bea Cukai jangan genit, seakan-akan ada sesuatu yang
tidak jelas, " kata Sekretaris F-KP Sarwono Kusumaatmadja
"Tentunya Bea Cukai tidak memberi keterangan ngawur," sambung
Suryadi dari F-PDI. Sedang Sufri Helmy Tanjung dari F-PP
mendesak Menteri Keuangan untuk menjelaskan masalah tersebut
"supaya tidak merusak Dewan".
Betulkah ada wakil rakyat yang terlibat? Bagaimana manipulasi
ini dilakukan? Siapa manipulatornya?
"Berita itu tidak benar," tegas Dirjen BC Wahono pada wartawan
TE M PO Saur Hutabarat. "Tidak pernah ada ucapan dari pejabat sC
yang mengarakan ada anggota DPR terlibat manipulasi ekspor,"
sambung bekas Deputi KSAD ini. BC, katanya, selama ini tidak
mengeluarkan bantahan karena tidak ingin mengundang polemik.
Pihak BC bahkan tidak menilai kasus ini manipulasi. "Belum ada
unsurunSur yang bisa disebut sebagai tindak pidana," ujar
Wahono. Rizal Bahano, Kakanwil V BC Halim Perdanakusuma yang
dalam wawancara pekan lalu mendampingi Dirjen, menjelaskan duduk
perkaranya.
Merusak Citra
Kisahnya bermula pada bulan Desember sebelum hari Natal. Ada
eksportir yang mengajukan formulir E 3 untuk mengekspor celana
panjang anak-anak. "Dalam E 3 itu dicantumkan celana panjang
anak-anak polyester 100%. Setelah kami periksa ternyata tidak
memenuhi persyaratan untuk mendapat Sertifikat Ekspor (SE),"
kata Rizal.
Mutu barang itu, menurut penuturannya, sangat menyedihkan.
Umumnya tidak dibuat dari kain tenunan tapi dari rajutan bekas
sisa-sisa tukang jahit. Berat bahan juga tidak memenuhi syarat.
Pihak BC kemudian menahan barang itu. Timbul masalah: apakah
eksportir bersedia mengekspor barangnya tanpa memperoleh SE atau
ekspornya dibatalkan "Sebab memang tidak ada peraturan yang
melarang ekspor celana panjang anak-anak Yang ada peraturan yang
memungkinkan memperoleh SE jika mengekspor celana panjang
anak-anak," ujar Rizal.
Karena kualitas barang menyedihkan, Departemen Keuangan kemudian
menyampaikan masalah ini ke Departemen Perdagangan dan Koperasi.
Menteri Radius Prawiro dengan surat No. 02/M/I/ 82, tanggal 4
Januari 1982 ternyata memutuskan menolak, meski eksportir
bersedia mengekspor tanpa SE. Akibatnya barang itu dikembalikan
dan E3-nya dibatalkan.
Rizal Bahano juga menilai kasus itu bukan manipulasi karena
dalam formulir E3, eksportir memberitahukan barang itu adalah
celana panjang anak-anak polyester 100%, sesuai kenyataannya.
"Kecuali kalau eksportir menyatakan barang itu memenuhi
persyaratan untuk mendapat SE, ya memang bisa dianggap
manipulasi," katanya. "Karena itu bagaimana mungkin kami bisa
menyatakan ada anggota DPR terlibat manipulasi, sebab kami
sendiri tidak menganggapnya sebagai manipulasi?" tambahnya.
Tapi Departemen Perdagangan ternyata menganggap kasus ini
manipulasi. "Karena mengekspor tidak sesuai dengan kualitas yang
ditentukan peraturan dan merusak citra Indonesia," kata H. Atje
Wirjawan, Kakanwil Departemen Perdagangan DKI Jaya.
Rupanya tidak ada anggota DPR yang terlibat. Celana panjang
anak-anak yang urung diekspor itu ternyata milik PT Tanjung Mas
Jaya dan Konveksi Sukabumi -- keduanya perusahaan pribumi. Milik
Tanjung Mas Jaya sebanyak 7.500 lusin ditahan BC Kemayoran
sedang 15.000 lusin milik Sukabumi ditahan BC Halim
Perdanakusuma.
Asal Jadi
Pemilik Konveksi Sukabumi, Ubed Sihabudin--yang di lingkungan
tempat tinggalnya di Kelurahan Sukabumi llir Jakarta Barat .
biasa dipanggil Ustad Ubed -- mengakui keterlibatannya. Orang
tua berumur 55 tahun ini sudah 5 tahun berkecimpung di bidang
pembuatan pakaian jadi. Usahanya lebih bersifat industri rumah
tangga. Ia mengaku memiliki jaringan penjahit sebanyak 2007
orang dengan 40 mesin.
Menurut pengakuannya, usahanya yang gagal itu adalah ekspornya
yang pertama. Rencana itu muncul setelah barang pesanan yang
telah dibuatnya tidak diambil pemesan, hingga dibuatnya lagi
lebih banyak untuk diekspor. Namun ia membantah pakaian hasil
konveksinya terbuat dari kain rajutan. "Itu bohong. Saya tidak
pernah bikin dari kain kiloan," katanya lewat telepon .
Di Kelurahan Sukabumi llir memang banyak terdapat usaha
konveksi. Dari sekitar dua ribu pengusaha kecil ada 500 orang
yang menjadi anggota Koperasi Konveksi Daya Cipta. Sebagian
besar produksi dilempar ke Pasar Tanah Abang, namun ada juga
yangmembuat pakaian "asal jadi" untuk eksportir. "Celana asal
jadi itu disebut celana sleboran," ujar Mohamad Yamin, Wakil
Ketua Koperasi. Eksportir biasanya memerlukannya untuk
memperoleh SE.
Tampaknya pemerintah akan menyctop usaha ekspor pakaian asal
jai ini. Menurut Asjik Ali, Direktur Ekspor Hasil Industri dan
Pertambangan Deperdagkop, pemberian SE: untuk pakaian jadi
anak-anak untuk sementara ditunda. "Sebab sekarang sedang
diadakan penataan kembali untuk memperkecil kemungkinan
penyalahgunaan kesempatan," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini