Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Masih ada Kerikil di Sepatu

10 Mei 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ini adalah sebuah momen penting dalam sejarah, kata Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan, Rabu pekan lalu, di New York, sesaat setelah Menteri Luar Negeri Ali Alatas dan Jaime Gama, mitranya dari Portugal, menandatangani tiga dokumen kesepakatan dua negara. Dengan itu, pertikaian diplomasi RI-Portugal sejak 1983?sejak Alatas menjadi Kepala Perwakilan Tetap RI di PBB?boleh dibilang mencapai babak baru. Presiden Habibie, yang menggantikan Soeharto, menyetujui diadakannya jajak pendapat untuk mengetahui apakah warga Timor Timur ingin berintegrasi atau memilih memisahkan diri dengan Indonesia. Jalan damai ini begitu mulus? Belum. Ada beberapa soal kecil. Di antaranya, menurut sumber TEMPO, adalah soal boleh tidaknya pejabat Tim-Tim mengadakan kampanye sebelum pemungutan suara dilakukan. ''Akhirnya, dicapai kompromi, pejabat Tim-Tim boleh berkampanye tapi atas nama pribadi dan tak boleh memanfaatkan kedudukan serta sumber daya kantornya," kata sumber tersebut. Portugal juga mau berkompromi. Semula mereka keras menginginkan perlucutan senjata pihak milisi prointegrasi sebelum pemungutan suara, tapi akhirnya Portugal menyetujui janji RI untuk mengupayakannya. Juga keinginan Lisabon agar pengamanan dilakukan oleh pasukan PBB akhirnya tak dipaksakan. Tanggung jawab keamanan tetap berada di pundak pemerintah RI yang dibantu oleh sejumlah perwira polisi PBB sebagai penasihat dan bukan pasukan polisi PBB. Mereka akan bersenjata? ''Biasanya perwira polisi penasihat PBB tidak bersenjata," kata Kofi Annan. Ketika ditanya TEMPO, Menteri Luar Negeri Portugal Jaime Gama mengakui, sempat terdapat sejumlah masalah minor. ''Yang penting sekarang Indonesia harus menjalankan kesepakatan itu sesuai dengan perjanjian ini," kata Gama. Seusai penandatanganan dokumen bersejarah itu, Ali Alatas menyempatkan diri menerima Bambang Harymurti dari TEMPO untuk sebuah wawancara khusus. Berikut ini petikan wawancara di ruang kerja Perwakilan Tetap RI di PBB, New York.

Bagaimana perasaan Anda setelah menandatangani perjanjian bersejarah ini?

Saya sangat lega. Akhirnya, setelah diadakan perundingan sejak 1983 secara terus-menerus, tercapai suatu formula. Di atas kertas terlihat seolah-olah sudah terselesaikan, tapi dalam kenyataannya itu bergantung pada pelaksanaannya di lapangan.

Dulu Anda mengatakan masalah Tim-Tim bagai kerikil dalam sepatu. Apa ini berarti kerikil itu sudah dikeluarkan dari sepatu?

Kerikilnya mungkin sudah terasa kurang sakit, tapi masih ada di sepatu (tertawa).

Mengapa Portugal akhirnya menerima bahwa tanggung jawab keamanan berada di pihak pemerintah Indonesia dan bukan pasukan PBB?

Saya dibantu juga oleh Sekjen PBB. Argumentasi utama kita adalah, selama rakyat di Tim-Tim belum memutuskan untuk memisahkan diri, pada kenyataannya Indonesia yang bertanggung jawab di situ. Itu merupakan suatu kenyataan yang, apa pun garis diplomasi dan politik yang digunakan, tidak dapat disangkal. Lagi pula, mereka tahu betul bahwa PBB sekarang ini kesulitan keuangan. Pengiriman pasukan perdamaian akan merupakan suatu proposisi yang sangat sukar diterima masyarakat internasional, yang harus memutuskan hal ini di Dewan Keamanan.

Ada kelompok prointegrasi yang telah menyatakan siap perang. Bagaimana pendapat Anda?

Saya juga mencatat hal ini. Mudah-mudahan kita bisa mencapai penyelesaian yang tidak berbuntut perang lagi, apa pun hasil pilihan nanti.

Jika pilihan otonomi ditolak dan Presiden Habibie memberikan rekomendasi kepada MPR agar Tim-Tim dilepaskan dari Indonesia tapi MPR ternyata menolak rekomendasi ini, apa yang akan terjadi?

Kemungkinan itu, secara teoretis, tentu ada. Sebab, kita tidak bisa mendahului keputusan sidang MPR nanti. Tapi, ini adalah pandangan saya pribadi, kalau ada penolakan terhadap usul otonomi tersebut, penolakan itu tentunya terjadi dengan disaksikan oleh seluruh dunia, dengan diliput pers nasional maupun internasional. Saya kira sangat sukar untuk mengabaikan apa yang telah dinyatakan dengan begitu gamblang melalui penentuan pendapat di Tim-Tim itu.

Bagaimana kalau sebagian wilayah prointegrasi, sementara sebagian prokemerdekaan? Apa akan terjadi partisi Timor Timur?

Ya, itu pun perlu kita cegah. Artinya, kita harus mencoba sekali lagi bahwa apa pun keputusannya harus diterima oleh pihak yang menang atau kalah. Sebab, tujuannya adalah menghentikan peperangan atau pertumpahan darah antara sesama warga Tim-Tim yang sudah berjalan 23 tahun dan memakan banyak korban, khususnya di pihak orang yang tidak bersalah.

Terdengar banyak suara agar Xanana segera dibebaskan. Bagaimana tanggapan Anda?

Sejak mula, posisi pemerintah Indonesia adalah Xanana akan dibebaskan atau diberi grasi dalam rangka dan sebagai bagian dari suatu penyelesaian masalah Tim-Tim secara tuntas, komprehensif. Dengan dicapainya kesepakatan yang ditandatangani hari ini, kita sedang menuju ke suatu penyelesaian yang tuntas, dan pada waktunya pasti kita mengagendakan pembebasan Xanana.

Berarti Xanana akan diperbolehkan berkampanye sebelum pemungutan suara nanti?

Saya belum dapat mengatakan kapan dia dibebaskan. Sebab, hal ini belum sempat dibicarakan di kabinet untuk menjadi keputusan pemerintah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus