Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Melacak Surat Palsu di Pasar Sentral

Surat mendagri mengenai pembangunan pasar central ujungpandang dipalsukan. tapi tanda tangannya ti- dak palsu. sejumlah pegawai diperiksa. pt ekacipta artha dipecat, melanggar kontrak.

22 Juni 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Mendagri dalam soal pembangunan Pasar Sentral Ujungpandang dipalsukan. Sejumlah pegawai sedang diperiksa. Tapi ada yang bilang tanda tangan dalam surat itu tidak palsu. BAU pesing bercampur anyir membersit di sana-sini, sampah bertebaran di mana-mana. Jorok, semrawut tapi Pasar Sentral Ujungpandang seluas lima hektare lebih itu adalah pasar terbesar di kota itu, bahkan di seluruh wilayah Indonesia Timur. Bahaya kebakaran senantiasa mengancam pasar yang dibangun sekitar tahun 1960 itu, karena kabel listrik yang sudah tua dan banyak yang terkelupas. "Itulah yang mendorong kami untuk segera merenovasi pasar itu," ujar Wali Kota Ujungpandang Suwahyono. Untuk itu, Maret tahun lalu, Pemda menunjuk PT Ekacipta Artha, sebuah perusahaan dari Jakarta, sebagai developer yang akan meremajakan Pasar Sentral. Ternyata, sampai kini pasar yang terletak di jantung Ujungpandang itu tak sedikit pun berubah. Malah yang muncul dari kasus pasar itu adalah sebuah berita yang mengagetkan: pemalsuan tanda tangan Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Surat Mendagri yang dihebohkan itu bertanggal 21 Mei 1991, ditandatangani oleh Sekjen Depdagri Nugroho. Surat yang ditujukan kepada Wali Kota Ujungpandang itu isinya menunjuk PT Ekacipta Artha sebagai developer untuk membangun Pasar Sentral di kota angin mamiri itu. Isi surat itu bertentangan dengan surat Mendagri Rudini, 9 Februari 1991, yang menyarankan Wali Kota Ujungpandang untuk membatalkan kerja sama dengan PT Ekacipta Artha dalam membangun Pasar Sentral. Atas dasar surat inilah, dua pekan kemudian, Wali Kota Suwahyono memecat developer itu. Malah, kata Wali Kota, sesuai dengan saran Mendagri itu, telah ditunjuk perusahaan lain (PT Melati Tunggal Inti Raya) sebagai gantinya. Surat palsu yang menunjuk kembali PT Ekacipta Artha sebagai developer pasar sentral itu tentu saja membuat Rudini berang. "Tindakan ini benar-benar memalukan. Jika terbukti nanti, saya telah memerintahkan untuk me-nonjob-kan mereka begitu diyakini mereka bersalah," kata Rudini, ketika menutup Sekolah Staf dan Pimpinan Administrasi (Sespa) di Jakarta, Selasa pekan lalu. Rudini memang tak cuma berhenti sampai di sana. Dua hari kemudian, ia memberi deadline dua minggu kepada aparatnya untuk mengungkapkan kasus itu. Yang ditunjuknya memimpin pengusutan itu adalah Nugroho, Sekjen Depdagri. Tapi kenapa Ekacipta Artha dipecat? Suwahyono mengatakan bahwa perusahaan itu melanggar kontraknya dengan Pemda. Dalam kontrak, Ekacipta harus membangun Pasar Sentral menjadi empat lantai, yang terdiri dari hampir tiga ribu kios, los, dan toko. Bangunan lainnya ialah perkantoran, pusat perbelanjaan, dan lapangan parkir. Keseluruhannya proyek itu akan menelan biaya Rp 27 milyar lebih. Sesuai dengan rencana, dalam tempo dua tahun, pasar yang jorok itu akan disulap sehingga mirip pasar yang ada di kota-kota besar di Jawa. Sebagai imbalan, perusahaan itu diberi oleh Pemda hak untuk mengelola kompleks perdagangan tersebut selama 25 tahun. Nyatanya, sampai Agustus tahun lalu, pasar itu tak juga diapa-apakan. Padahal, menurut rencana pada waktu itu, Pasar Sentral sudah harus dibongkar habis. Malah pembangunan kios-kios darurat tak jauh dari Pasar Sentral, untuk jadi tempat penampungan sementara para pedagang, tak kunjung beres. Lebih sial lagi, Februari 1991, sebagian besar kios darurat yang sempat dibangun itu musnah ditelan api yang sampai kini tak diketahui dari mana asalnya. Berita yang terbetik keluar, para pemilik perusahaan itu cekcok. Dua kali peringatan yang diberikan Wali Kota juga tak mengubah apa-apa, akhirnya palu pun jatuh dari Wali Kota: Ekacipta dipecat. Setelah itu, beberapa utusan Ekacipta masih menemui para pejabat Pemda di Ujungpandang atau pejabat Depdagri di Jakarta, minta agar mereka diberi kesempatan meneruskan pekerjaannya. Sebuah sumber di PT Ekacipta membenarkan hal itu. "Kalau tidak, kami bisa menuntut, soalnya kami sudah menghabiskan biaya Rp 5 milyar untuk proyek itu," kata sumber itu. Soal ini memang belum berlanjut ke pengadilan, yang muncul justru soal tanda tangan palsu. Benarkah tanda tangan dalam surat itu palsu? Menurut sumber TEMPO, sebenarnya tanda tangan itu tak palsu. Kepada TEMPO Senin pekan ini, Sekjen Depdagri Nugroho sendiri tak membantah ataupun membenarkan informasi itu. "Tulis sajalah bahwa itu surat palsu," katanya. Sumber lain menyebutkan, surat Mendagri itu terdiri atas dua lembar. Pada lembar kedua yang berisi kata-kata penutup surat, di bawahnya ada tanda tangan Nugroho. Lembar ini, dugaan sumber itu diambil dari surat sang sekjen yang benar, tapi kemudian lembar pertama surat itu telah diganti dengar surat yang dibikin sendiri oleh si pemalsu, dan isinya seperti yang sekarang: menunjuk PT Ekacipta Artha kembali sebagai developer peremajaan Pasar Sentral. Mana yang benar, masih harus ditunggu hasil pemeriksaan tim yang dipimpin Nugroho sendiri. Konon, yang diperiksa sekarang seorang pegawai di Sekretariat Jenderal dan lima pegawai Ditjen PUOD Depdagri. Para pegawai di PUOD itu, menurut sumber TEMPO, sempat mengaku memperoleh Rp 30 juta untuk urusan proyek ini. "Itu belum jelas. Akan sulit membuktikan itu kalau tak ada kuitansinya. Setidaknya harus dilakukan konfirmasi, cek, dan recek," kata Nugroho, yang bekas Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen itu. PT Ekacipta Artha yang bikin heboh Depdagri itu tampaknya bukanlah perusahaan yang besar. Para pemegang sahamnya: Rahman Sadeli dan anaknya Dharma Sadeli, kemudian Ulfana Murady dan Bondan Gunawan. Mereka pengusaha yang tak terkenal di Jakarta. Bondan Gunawan belakangan lebih dikenal sebagai salah seorang pencetus Forum Demokrasi, tapi seperti dikatakannya pada TEMPO, beberapa waktu lalu dalam kemelut di perusahaan itu, Direktur Utama Dharma Sadeli telah memberhentikannya sebagai komisaris perusahaan itu. "Kalau sekarang nama saya masih ia cantumkan, saya akan menuntut," katanya. Ulfana Murady, yang sebelumnya menjadi salah seorang direktur belakangan juga telah mengundurkan diri. Yang repot sekarang sejumlah pengusaha di Ujungpandang yang sempat melibatkan diri di Pasar Sentral. Jabir Patiwari, pemilik CV Sagita Utama yang ditugasi Ekacipta membangun kios-kios darurat, kini sedang kebingungan. "Sudah sebelas bulan kios-kios itu selesai saya bangun, tapi uang saya Rp 100 juta masih belum mereka bayar," kata Jabir kepada TEMPO. Lebih repot lagi Peter Gozal, 31 tahun, putra pengusaha beken di Ujungpandang, Tony Gozal. Ia ditunjuk oleh Ekacipta Artha untuk memasarkan kios dan pertokoan yang akan dibangun, dan untuk itu ia telah menyetorkan dana Rp 750 juta kepada Dharma Sadeli. Sampai sekarang, Peter tak berhasil menagih uangnya itu. "Saya lebih dirugikan lagi karena ayah saya diisukan terlibat, padahal dia di dalam penjara," kata Peter. Tony Gozal dihukum 7 tahun penjara karena kasus manipulasi tanah eks terminal bis Ujungpandang, beberapa tahun yang lalu. Rasa ingin tahu orang kini hanya tertuju pada kasus pemalsuan surat Mendagri tadi. Benarkah surat itu palsu? Siapa para pemalsu? Akankah kasus ini ke pengadilan? Amran Nasution, Dwi S. Irawanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus