Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Memanfaatkan pikiran positif

Hasil penelitian sofia retnowati menyimpulkan metode terapi kognitif ternyata efektif mengatasi depresi ringan & menengah.keadaan serba negatif bisa diubah dengan mempengaruhi pola pikir penderita.

28 Juli 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENDERITA depresi semakin banyak. Kehidupan keras kota besar, dampak kemajuan (umpamanya timbul kesenjangan sosial), serta kesulitan ekonomi, merupakan keadaan yang potensial membentuk depresi. Dalam perkiraan ahli perilaku, sekitar 12% orang dewasa dan 30% remaja di lingkungan kita mengalami gangguan jiwa tersebut. Angka ini tergolong tinggi. Upaya penyembuhan depresi yang kini sedang diperluas adalah pengobatan psikiatris dan neurologis. Ini jalan pintas yang murah dan cepat. Penderita diberi obat antidepresan dan obat lain agar keseimbangan jaringan saraf dan senyawa otak pulih kembali. Pengobatan ini tak selalu berhasil. Dalam banyak kasus, memang sulit tuntas. Rata-rata berhasilnya metode terapi psikiatris hanya 60% dalam arti sembuh betul. Dan selebihnya, kembali ke kondisi depresif: pangkal persoalan yang menyebabkan depresi tidak lenyap. Untuk menghindari gejala kambuhan ini, penderita yang sembuh biasanya dikirim ke psikolog supaya mendapatkan terapi lanjutan. Melalui terapi psikologis, pola perilaku bekas penderita itu diarahkan. Para psikolog biasanya memang cuma menangani gangguan kejiwaan yang belum mencapai kondisi sakit jiwa. Kemudian, sejak 1979, para psikolog menawarkan sebuah metode baru yang langsung dapat mengatasi penyakit jiwa tanpa melalui pengobatan psikiatris lebih dahulu. Metode ini dikenal sebagai terapi kognitif. Intinya menyembuhkan penderita dengan mempengaruhi pola pikirnya. Ternyata, metode terapi ini dinilai efektif mengatasi depresi. Di banyak negara, metode inilah yang senantiasa digunakan untuk mengatasi depresi, khususnya depresi yang tidak berat. Yaitu penderita belum mengalami gangguan neurologis yang akut. Tapi depresi ringan inilah justru paling banyak penderitanya. Psikolog Sofia Retnowati Noorrohman, dosen Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, baru saja menyelesaikan penelitian tentang metode kognitif. Ia ingin mengetahui terapi ini benar efektif untuk masyarakat kita dan layak dipromosikan di Indonesia. Hasilnya, metode ini ternyata efektif mengatasi depresi ringan dan menengah. Terapi kognitif yang lebih banyak melibatkan pikiran, menurut Sofia, beda dengan terapi psikologis yang lain. Pada dasarnya, terapi kognitif adalah usaha membuat penderita mengenali obsesi psikologis yang mengganggunya. Lalu, mereka diminta melawannya dengan pikiran positif. Metode ini percaya: kesalahan berpikir atau menarik kesimpulan bisa membangkitkan rasa tidak puas, dan pikiran bahkan mudah serba negatif. Perasaan yang demikian kemudian menjadi obsesi kejiwaan. Depresi adalah gangguan kejiwaan yang sering berawal pada salah pikir itu. Mereka, kata Sofia lagi, karena suatu pengalaman dan keadaan, merasa tak berguna. Lalu ia diburu rasa berdosa atau dibebani rasa malu. Akibatnya, keadaan yang dialami itu biasanya membuat ia terancam jatuh dalam depresi. Karena tidak terampilnya pikiran, sering mereka melakukan generalisasi yang tak tepat dan salah membandingkan kenyataan. "Dan mereka kemudian terperangkap ke pola pikir yang salah," ujar Sofia. Kesimpulannya, hasil pikiran itu tentu saja salah arah. Umumnya mereka terjebak dalam menyimpulkan takdir, materi filsafat yang akrab dengan kehidupan sehari-hari. Bila kesimpulan ini dipegang sebagai keyakinan, terbentuklah kondisi jiwa depresif. Dan lanjutannya, keadaan kejiwaan itu mempengaruhi perilaku. Si penderita merasa putus asa. Ia ingin menghukum diri sendiri, menghindar, atau bersembunyi. Akhirnya, beban psikis yang sangat menekan ini membangun keinginan untuk mati. Kesulitan panjang, cara hidup yang tidak tertib, dan persepsi bawaan yang muram membuat seseorang menjadi potensial terkena depresi. Keadaan ini aktif dengan adanya peristiwa-peristiwa yang menekan. Produk totalnya semua pikiran serba negatif, baik kepada diri sendiri maupun terhadap orang lain. Sebuah kejadian kecil bisa menjadi persoalan besar. Suatu kenyataan yang biasa berubah sebagai kesalahan besar. "Emosi negatif yang muncul bukan karena peristiwa yang kita lihat," kata Sofia. "Tapi pikiran kita yang muncul setelah melihat peristiwa itu." Dalam terapi kognitif, keadaan serba negatif itulah yang diubah. Caranya, penderita tidak sekadar diberi nasihat, tetapi membuat catatan harian dan mengevaluasi seluruh perilakunya selama enam minggu. Mereka diminta mencatat pikiran yang muncul otomatis tentang mereka sendiri. Di sisi lain, mereka diminta menulis tanggapan rasional tentang pikiran otomatis itu. Tanggapan ini diarahkan ke pikiran-pikiran positif. Kemudian, terdapat metode tes untuk mengukur distorsi pemikiran mereka. "Terapi ini dijalani setiap hari selama enam minggu," kata Sofia. Lalu secara berkelompok mereka diminta berdiskusi dan mengukur grafik mereka sendiri. Dalam penelitiannya, Sofia menjalankan terapi ini pada 14 responden yang semuanya dipastikan mempunyai gejala depresi. Kelompok lain, juga 14 orang, mendapat terapi perilaku lain. Sisanya masuk ke grup kontrol yang tak mendapat perlakuan apa-apa. "Kesimpulannya, terapi kognitif terbukti berhasil menurunkan simtom depresi dari kategori sedang ke kategori normal," ujar Sofia kepada Tri Jauhari dari TEMPO. Hal yang sama terlihat pada grup kedua. Dan kondisi kejiwaan para responden pada kedua grup ini berbeda jauh dari kondisi grup kontrol. Di samping menemukan kesembuhan dari depresi, Sofia menemukan terapi kognitif bisa meningkatkan kepercayaan diri responden. Keadaan ini sudah bertahan selama enam bulan -- batas minimal menandai keberhasilan suatu metode terapi. Namun, ia tidak menganjurkan penerapan terapi kognitif untuk mengatasi problem psikologis yang kecil-kecil, seperti kecemasan, kegelisahan, dan kurangnya konsentrasi. "Itu terlalu mahal," kata Sofia. Jim Supangkat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus