Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mencari biang teror dan intimidasi

Wawancara tempo dengan pangdam I bukit barisan mayjen a pranowo tentang pemogokan buruh di medan berbuntut kerusuhan rasial.

30 April 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BULAN ini, Mayor Jenderal A. Pranowo genap setahun menjadi Pangdam I Bukit Barisan di Medan. Tapi bulan ini juga, ayah tiga anak ini menghadapi PR aksi buruh yang menjurus ke kekerasan dan rasialis. Kamis pekan lalu, bersama Kapolda Sumatera Utara Brigjen Soebandy, ia meluncur ke Tanjungmorawa, kota kecil dekat Medan, yang hari itu menjadi ajang aksi buruh. Ia menilai pola gerakan buruh itu sudah mengandung intimidasi dan teror. "Bayangkan, perusahaan yang buruhnya tak siap untuk demonstrasi didatangi oleh gerombolan lain yang mengintimidasi mereka agar ikut unjuk rasa. Contoh yang saya datangi di Tanjungmorawa itu begitu. Jadi, ini sudah kasus serius," kata Pranowo dalam wawancara khusus dengan wartawan TEMPO Bersihar Lubis, di kantor Kodim Medan, Kamis pekan lalu. Jenderal berbintang dua kelahiran Yogya 52 tahun silam itu cukup terbuka meski dipancing pertanyaan keras. Mungkin, karena ia punya hobi berat "mancing" di laut. Berikut petikan wawancara itu: Gerombolan tadi itu siapa? Mungkin buruh dari perusahaan lain. Yang jelas ini polanya sudah berkembang. Awalnya kan cuma menuntut hak normatif. Sekarang main intimidasi dan teror. Apa tak mungkin gerombolan itu malah bukan buruh? Disinyalir demikian. Tapi, yang sekarang tengah diperiksa umumnya buruh. Yang di Tanjungmorawa ini tanda tanya. Mestinya kalau dia orang Tanjungmorawa pasti dikenal. Tapi setiap buruh di sana saya tanya, enggak kenal mereka. Ada yang ditangkap di Tanjungmorawa? Ada 12 orang. Dari mereka inilah kami ingin mengembangkan: mereka itu digerakkan siapa atau inisiatif siapa. Mulanya demo itu sekadar menuntut hak normatif. Sejak 15 Apil muncul kerusuhan. Apa yang terjadi sebenarnya? Memang muncul tanda tanya besar. Pertama kali munculnya unjuk rasa itu menjelang Hari Raya. Diinventarisir, unjuk rasa itu lebih 40 kali. Inti tuntutannya: tunjangan hari raya (THR). Setelah Hari Raya, tuntutan menjadi hak normatif. Hak normatif selesai, berkembang lagi, mereka menuntut upah Rp 7.000 sehari. Kemudian menuntut agar SBSI diakui. Kelihatannya ada eskalasi. Apa mau mereka? Dari pemantauan terakhir, sistem yang menggunakan intimidasi dan teror itu persis terjadi menjelang tahun 1965. Ketika itu PKI dengan segala cara menghasut, intimidasi, teror, dan sebagainya. Misalnya, peristiwa Bandar Betsi yang dilakukan komunis itu. Tapi, maaf, ada pendapat yang mengatakan penanganan Bakorstanasda terlambat. Begini, jika ada persoalan yang menyangkut kemasyarakatan, yang kami kedepankan instansi fungsional, misalnya kepolisian dan Departemen Tenaga Kerja. Apabila tak bisa diatasi karena begitu kompleks, barulah instansi yang ada kaitannya dengan masalah itu mengajukan permintaan ke Bakorstanasda untuk menangani permasalahan secara terorganisasi. Aturannya begitu, kan? Tapi penanganannya kan jadi alot? Harus diketahui bahwa Pemerintah sendiri memberikan semacam green light atau toleransi kepada unjuk rasa yang tertib dan bersifat normatif, objektif, murni. Ini menanggung risiko. Kemudian, mengedepankan kepolisian juga mengandung risiko. Sebab, kepolisian berapa, sih, jumlahnya? Di Medan dan sekitarnya cuma ada tiga satuan setingkat kompi, sebanyak 360 orang. Bagaimana mereka menangani ribuan buruh yang bergerak itu. Terakhir, pihak baju hijau tak boleh terlalu cepat terjun sebelum memang diperlukan. Nah, situasi inilah yang menimbulkan kesan terlambat tadi. Ini dilema yang kita hadapi. Kalau massa berkumpul, risiko selalu ada. Salah satu contoh, final sepak bola di Stadion Senayan, Jakarta, kemarin. Berapa ribu satuan yang disiapkan. Toh sekian kendaraan juga hancur. Massa yang begitu besar tak gampang dievaluasi. Tapi kerugian material sudah sempat terjadi? Kerugian itu memang risiko. Tapi kita berusaha memperkecil seminimal mungkin, lalu seterusnya itu bisa dicegah. Ya, mungkin ada kerugian Rp 400 juta sehari, karena terhentinya produksi industri. Tetapi kan tak ada mobil yang dibakar. Tak ada mesin pabrik yang dibakar hingga tak lagi berguna. Persentase kerugian itu sangat kecil jika dibanding dengan aset yang selamat. Pengamanan selanjutnya bagaimana? Sebenarnya kami prihatin terhadap nasib buruh. Karena memang pengusaha nakal juga banyak. Karena itu, kami membentuk tim. Tim inilah yang membuat terobosan turun langsung ke perusahaan: mendorong majikan supaya melaksanakan hak normatif buruh seperti yang diatur ketentuan. Coba, kalau main pengadilan, prosesnya pasti menahun. Jadi, mengapa tak musyawarah saja agar prosesnya lebih cepat. Kira-kira satu triwulan ini akan tuntas? Mudah-mudahan. Tim akan terus ke lapangan dengan memprioritaskan perusahaan yang bermasalah di Medan. Selain itu, bagaimana mengefektifkan SPSI, sehingga SPSI tak lagi seperti hidup segan mati tak mau. Dapatkah Anda menjamin keamanan untuk investor? Kami semaksimal mungkin menjamin dan berusaha membongkar peristiwa ini sampai ke akar-akarnya. Itu diharapkan dalam waktu yang tak lama. Tapi begini, ya, baju hijau itu tak bisa terus- menerus terjun dan menangani permasalahan begini. Jadi, nanti akan kembali instansi fungsional yang menanganinya. Akan betul-betul aman? Kalau masyarakatnya semua malaikat, barangkali bisa. Kalau aman 100 persen, ya, itu cuma di surga, ha...ha...ha....

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus