Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SESUMBAR itu pagi-pagi sudah dikumandangkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Kata para pengurusnya, apa pun hasil pemilihan umum legislatif 2009, PDI Perjuangan akan tetap mencalonkan Megawati menjadi kandidat presiden. Yang kini mereka cari adalah sosok wakil presiden. ”Kami adalah leader coalition. Jadi kami tak menerima tawaran posisi kedua,” kata Wakil Ketua Dewan Pimpinan Pusat Mangara Siahaan.
Tekad itu adalah hasil Rapat Koordinasi Nasional di Jakarta, September 2007. Akhir November nanti, dalam forum Rapat Kerja Nasional IV di Solo, lowongan calon wakil presiden akan ditawarkan ke partai lain.
Meski resminya tawaran itu baru disampaikan bulan depan, PDI Perjuangan bukan belum punya kandidat. Setidaknya ada enam calon pendamping Mega yang dipercaya politikus Banteng bakal memiliki tingkat keterpilihan tinggi. Mereka adalah Sultan Hamengku Buwono X, Hidayat Nur Wahid, Prabowo Subianto, Fadel Muhammad, Wiranto, dan Pramono Anung.
Enam nama yang disusun tanpa urutan ini bagian dari daftar 14 orang yang diunggulkan sebagai calon wakil presiden dari hasil kompilasi data dan survei hingga pekan lalu. Delapan nama lain yang masuk daftar adalah Surya Paloh, Akbar Tandjung, Din Syamsuddin, Sutiyoso, Ryamizard Ryacudu, Syafi’i Ma’arif, Jusuf Kalla, dan Rizal Ramli.
Ke-14 nama ini mengerucut dari 18 nama yang diusulkan utusan daerah dalam Rapat Kerja Nasional III PDI Perjuangan di Makassar, Mei lalu. Adapun nama Pramono muncul dari hasil jajak pendapat Recode, lembaga survei internal partai.
Untuk memastikan siapa pendamping Mega, menurut Mangara Siahaan, partainya akan menggandeng partai besar, misalnya Golkar. ”Biar tak capek.”
Aliansi ini akan membuka jalan bagi koalisi itu menguasai lebih dari 50 persen kursi legislatif. Koalisi dengan partai lain tak ditutup oleh bekas bintang film ini. Tapi, syaratnya, PDI Perjuangan tak mau menerima calon dari pecahan partai. ”Itu percuma,” kata Mangara.
Sesumbar banteng gemuk itu ditanggapi dingin oleh Beringin. ”Apabila suara kami di atas 20 persen, ada kemungkinan kami tak perlu berkoalisi,” kata Ketua Kajian Badan Pengendali Pemenangan Pemilu Golkar Anton Lesiangi. Tapi Anton tak menutup kemungkinan kerja sama Banteng-Beringin. Tapi, ya, tetap menunggu hasil pemilu legislatif.
Salah satu yang masuk bursa calon wakil presiden, Fadel Muhammad, menyambut baik penyebutan nama dirinya. ”Suatu kehormatan nama saya disebut,” ujar Fadel lewat layanan pesan pendek.
Adapun Akbar Tandjung masih berfokus pada mekanisme penjaringan yang berlangsung di Partai Golkar. ”Setelah proses itu selesai, baru saya melihat kemungkinan-kemungkinan di tempat lain,” ujarnya.
Sementara itu, Moeslim Abdurahman, salah seorang pendukung Sultan Hamengku Buwono X, mengatakan pihaknya menyambut baik tawaran semua kelompok. ”Komunikasi intens terjadi antara PDI Perjuangan dan Golkar,” kata Moeslim.
Sumber Tempo lainnya di Partai Banteng menyebutkan PDI Perjuangan bukan tak punya skenario kedua jika mereka tak mendapat suara terbanyak dalam pemilu legislatif.
Rencananya, jika memang suara mereka tak cukup, PDI Perjuangan akan menyiapkan kandidat lain selain Mega sebagai calon presiden atau wakil presiden. ”Kekalahan dua kali dalam pemilihan harus dihindari. Apalagi saat ini hasil survei terus menunjukkan Megawati kalah oleh Yudhoyono,” kata sumber ini. Saat ini skenario kedua tersebut diusung alumni Institut Teknologi Bandung yang ada di kandang Banteng.
Kabarnya kelompok ini—di antaranya Pramono Anung dan Heri Akhmadi—sudah bertemu dengan alumni ITB yang ada di kubu Beringin Syamsul Muarif dan Rully Chaerul Azwar.
Tapi cerita ini dibantah oleh Heri. ”Itu hanya gosip,” katanya. Syamsul tak sepenuhnya menyangkal. Tapi Ketua Bidang Organisasi Kelembagaan dan Keanggotaan Partai Golkar menyatakan skenario kedua PDI Perjuangan itu hanya pemikiran sekelompok orang. Golkar pun, kata dia, tak akan gegabah. ”Kami sudah punya mekanisme mengandalkan pemilihan legislatif dan hasil survei,” ujarnya.
Bantahan juga datang dari Ketua Dewan Pertimbangan PDI Perjuangan Taufiq Kiemas. Katanya, ”Popularitas Mega memang naik-turun. Tapi tak ada skenario lain itu.”
Yuliawati, Dwi Riyanto Agustiar, Cornila Desyana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo