Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mengamankan Rakyat Dari Godaan

Wawancara tempo dengan kol. m. yunus yosfiah, 42, korem 164/wira dharma, tim-tim, mengenai sasaran peningkatan kesejahteraan penduduk tim-tim, gangguan gerakan pengacau keamanan, dan islamisasi. (nas)

19 Juli 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KETIKA pentolan GPK Fretilin Lobato tertembak mati oleh anggota Batalyon 744 di Gunung Maubesi, akhir 1978, hari itu juga Pangab Jenderal M. Jusuf langsung terbang ke lokasi. Orang yang disalaminya secara hangat, siang itu, seorang perwira muda berambut sedikit gondrong. Kini, perwira itu menjadi orang pertama Korem 164/Wira Dharma di Timor Timur. Dialah, Kolonel M. Yunus Yosfiah, 42, lulusan Akmil 1965, perwira pertama dari generasinya yang menduduki jabatan itu. Hari terbunuhnya Lobato itu agaknya merupakan salah satu hari penting dalam perjalanan karier Yunus. Buktinya, di saatsaat senggang, ia suka memutar kembali rekaman video peristiwa tersebut. Memang, sejak itu, karier Yunus melonjak cepat. Tahun 1979, tak lama setelah menikah dengan seorang putri kelahiran Timor Timur, ia mengikuti Sesko di Fort Leavenworth, AS. Pulang dari AS, Yunus, kelahiran Rappang, Sulawesi Selatan, kembali ke Kopassandha (kini: Kopassus) dan menjabat sebagai Wakil Komandan Grup III di Ujungpandang. Jarang orang seperti dia, setelah hampir dua tahun memimpin batalyon infanteri biasa, kembali lagi mengenakan baret merah. Pertengahan 1985, Yunus, yang ketika itu menjabat Asisten Operasi Kopassandha, mengikuti Sesko ABRI di Bandung. Tamat pendidikan, enam bulan kemudian, ayah tiga anak ini (Erik, 6 Erika, 4 dan Melissa, 2), langsung ditugasi sebagai Komandan Korem 164/Wira Dharma. Sekalipun Yunus kini menjabat komandan teritorial, motto komandonya (an officer must be fit, not fat) tak pernah hilang. Sekali sebulan, tiap Jumat pagi, seluruh jajaran Korem 164 diperintahkannya mengikuti gerak jalan di bukit pinggiran Kota Dili. Kini, Yunus, yang punya hobi main tenis, lagi getol-getolnya membudidayakan ikan lele dan melakukan penghijauan. Semua Kodim diperintahkannya beternak lele -- ikan yang tak disukai penduduk Timor Timur, karena mereka anggap lulik (tabu). Berikut ini petikan wawancara Herry Komar dengan Kolonel Yunus: Apa sasaran Anda dengan gagasan peningkatan kesejahteraan penduduk Timor Timur? Setelah melihat langsung kondisi kehidupan penduduk di desa-desa, saya berkesimpulan bahwa masalah gangguan GPK bisa lebih cepat ditanggulangi kalau kesejahteraan rakyat juga meningkat lebih cepat. Saya yakin, godaan-godaan GPK tak bakal mempan mempengaruhi rakyat yang hidup berkecukupan. Apa cara yang Anda pergunakan untuk memperbaiki kehidupan mereka? Memberi contoh pada mereka, bagaimana cara berkebun yang baik, dan memilih jenis tanaman yang cepat dipanen serta menghasilkan uang lebih banyak. Ide kebun percontohan itu timbul setelah saya melakukan orientasi selama dua bulan. Sekarang ini, tercatat sekitar 500 kebun percontohan, mulai dari yang dikelola Babinsa samai Korem, dengan luas areal 250 m sampai 1 hektar. Kalau 1 kebun percontohan ditiru oleh 10 kepala keluarga per tahun, berapa banyak penduduk yang bisa memperbaiki kehidupan mereka. Dan, saya optimistis tempo 3-4 tahun lagi, rakyat sudah bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Sekarang ini, saya juga sudah minta para Komandan Kodim membikin tambak percontohan peternakan ikan lele. Sasaran Anda berikutnya? Melakukan pendekatan pembangunan. Setiap kali GPK membakar rumah rakyat, penggantinya segera dibangun dengan kondisi lebih baik. Selain itu, membantu pembangunan gereja juga diprioritaskan. Akhirnya, rakyat akan tahu siapa yang merusak, dan siapa yang membangun. Kapan kira-kira gangguan GPK bisa dituntaskan? Itu bukan kewenangan saya menjawabnya. [Tapi banyak orang yang optimistis, masalah ini akan tuntas kurang dari satu tahun. Alasannya, kekejaman GPK telah membunuh "akar"-nya sendiri, sehingga mereka tak mungkin berkembang]. Betulkah ada masalah Islamisasi di Timor Timur? Itu tidak benar. Para petugas teritorial justru membantu Pastor meng-Katolik-kan rakyat di pedalaman, seperti di Kabupaten Aileu, misalnya. Bagaimana bisa dikatakan ada Islamisasi? Di Dili saja, misalnya, cuma ada satu masjid. Umumnya, yang ke sana adalah para pendatang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus