Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MAJELIS Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan hukuman lima tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider 3 bulan kurungan kepada Edhy Prabowo. Hakim menyatakan bekas Menteri Kelautan dan Perikanan itu terbukti menerima suap Rp 25,74 miliar dari pengusaha untuk mempermudah pengajuan permintaan ekspor benih lobster. “Terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” ujar ketua majelis hakim Albertus Usada, Kamis, 15 Juli lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Edhy juga wajib mengembalikan sejumlah uang suap yang diterimanya, yakni US$ 77 ribu dan Rp 1,12 miliar atau senilai total Rp 10,72 miliar. Hakim menilai Edhy tak perlu mengembalikan uang Rp 25,74 miliar karena duit itu digunakan oleh para anggota stafnya ketika ia menjabat menteri. Selain itu, hakim mencabut hak politik Edhy selama tiga tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perkara ini berawal dari kebijakan Edhy membuka pintu ekspor benur pada 2020. Edhy menunjuk anggota staf khususnya, Safri dan Andreau Misanta Pribadi, sebagai ketua dan wakil ketua pelaksana tim uji tuntas perizinan usaha budi daya lobster. Tim ini menentukan para eksportir hanya boleh mengirim benih lobster melalui PT Aero Citra Kargo dengan biaya Rp 1.800 per ekor. Dana itu disebut sebagai duit suap yang masuk ke kantong Edhy dan orang di sekelilingnya. Duit itu pun dipakai Edhy dalam kunjungan ke Amerika Serikat.
Edhy mempertimbangkan langkah mengajukan permohonan banding. “Saya akan terus melakukan proses, tapi kasih waktu berpikir,” ucap bekas Wakil Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya itu. Pelaksana tugas juru bicara KPK, Ipi Maryati Kuding, mengatakan lembaganya akan mempelajari putusan tersebut. Peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, menilai hukuman untuk Edhy terlalu ringan. Salah satu sebabnya, jaksa hanya menuntut dia dihukum penjara 5 tahun. “Seharusnya Edhy divonis maksimal, 20 tahun.”
Baca: Gaya Hidup Edhy Prabowo, Jam Limited Edition dan Bayar Apartemen Atlet Badminton
PPKM Darurat Diperpanjang
PEMERINTAH memperpanjang masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat. “Diputuskan dalam rapat terbatas oleh Presiden Jokowi untuk dilanjutkan sampai akhir Juli,” tutur Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Jumat, 16 Juli lalu.
PPKM Darurat semula direncanakan berlangsung pada 3-20 Juli. Selama masa PPKM darurat, angka kasus positif harian belum mengalami penurunan berarti. Pada Jumat, 16 Juli lalu, tercatat ada 54 ribu kasus baru.
Menurut Muhadjir, perpanjangan tersebut memiliki sejumlah konsekuensi, seperti keharusan menyeimbangkan pelaksanaan protokol kesehatan dan pemberian bantuan sosial. Juru bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, menyebutkan perpanjangan PPKM darurat dipilih untuk menjaga keselamatan dan kesehatan masyarakat.
Baca: Kolapsnya Fasilitas Kesehatan setelah Angka Covid-19 naik
Dua Terduga Teroris Ditembak Mati
Polisi berjaga di sekitar ruang jenazah yang menjadi tempat proses identifikasi dan otopsi dua jenazah terduga teroris MIT di RS Bhayangkara, Palu, Sulawesi Tengah, 14 Juli 2021. ANTARA/Mohamad Hamzah
PERSONEL Komando Operasi Gabungan Khusus (Koopsgabsus) Tentara Nasional Indonesia menembak mati dua terduga pelaku terorisme yang juga anggota Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Poso di Pegunungan Tokasa, Kecamatan Torue, Kabupaten Parimo, Sulawesi Tengah, Ahad, 11 Juli lalu. Panglima Koopsgabsus Tricakti Mayor Jenderal Richard Tampubolon mengatakan pasukan yang dipimpin Letnan Satu David Manurung dari Komando Pasukan Khusus berhasil menyusup ke kamp MIT.
“Anggota tim harus merayap ke sasaran sejauh 500 meter sejak pukul 22.00 Wita tadi malam sampai penyergapan pukul 03.00,” kata Richard. Tiga terduga teroris disebut terluka dan melarikan diri.
Jenazah baru bisa dievakuasi pada hari keempat setelah penembakan karena masuk ke jurang sedalam 50 meter. “Kondisinya sudah membusuk dan sulit diidentifikasi,” ujar Wakil Ketua Satuan Tugas Hubungan Masyarakat Operasi Madago Raya, Ajun Komisaris Besar Polisi Bronto Budiyono.
Revisi Undang-Undang Otonomi Papua Disahkan
Wapres K.H. Ma'ruf Amin luncurkan Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme 2020-2024, di Jakarta, 16 Juni 2021. Dok. Setwapres
DEWAN Perwakilan Rakyat mengesahkan revisi Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) Papua. Dengan aturan tersebut, dana otonomi khusus di provinsi itu naik dari 2 persen menjadi 2,25 persen.
Revisi itu juga mengatur pembentukan badan khusus otonomi Papua yang dipimpin oleh Wakil Presiden Ma'ruf Amin. Ketua Panitia Khusus Revisi Undang-Undang Otsus Papua Komarudin Watubun mengatakan badan ini bertugas meyakinkan rakyat Papua tentang otonomi khusus. "Salah satu penyebab otsus tidak berjalan adalah ada ego sektoral setiap kementerian," ucap Komarudin, Rabu, 14 Juli lalu.
Kuasa hukum Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB), Saor Siagian, menuding pemerintah dan DPR sembarangan menuntaskan revisi tersebut. Ia menyatakan revisi tak melibatkan MRP, yang merupakan representasi rakyat Papua. "Seharusnya ada persetujuan dari MRP dan MRPB sebelum pemerintah mengirim draf rancangan undang-undang ke DPR,” tuturnya.
Sanksi Etik Penyidik Bansos
Ketua Majelis Hakim Dewas KPK, Harjono memberikan keterangan terkait pelanggaran kode etik M. Praswad Nugraha dan Muhammad Nur Payoga di gedung KPK, Jakarta, 12 Juli 2021. TEMPO/Imam Sukamto
DEWAN Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi menjatuhkan sanksi terhadap dua penyidik yang menangani kasus korupsi bantuan sosial Covid-19, Muhammad Praswad Nugraha dan Muhammad Nor Prayoga. Praswad dihukum pemotongan gaji pokok 10 persen selama enam bulan. Sedangkan Prayoga mendapat sanksi teguran tertulis I dengan masa berlaku tiga bulan.
Praswad dan Prayoga dituding melakukan pelecehan dan perundungan terhadap saksi kasus dugaan korupsi bansos, Agustri Yogasmara, terduga perantara suap untuk politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Ihsan Yunus. “Terperiksa II (Prayoga) menyatakan sangat menyesal atas perbuatannya,” kata anggota Dewan Pengawas, Harjono, Senin, 12 Juli lalu.
Praswad menilai putusan itu tak adil karena ucapannya terhadap Agustri Yogasmara dilepaskan dari konteks kejadian. “Situasi sebenarnya tidak dihitung sama sekali oleh mereka,” ujar Praswad.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo