Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Zaken kabinet kembali mencuat setelah calon presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo mengatakan dirinya telah mempunyai kandidat-kandidat yang akan mengisi kursi menteri untuk mengurus ekonomi jika terpilih nanti.
Ganjar memastikan bahwa kabinet dalam pemerintahannya nanti adalah kabinet zaken atau kabinet yang diisi oleh para ahli sesuai dengan bidangnya. “Dan tentu saja zaken kabinet atau kabinet ahli itu memang penting, khususnya untuk ekonomi,” kata mantan Gubernur Jawa Tengah tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, pada 2019 zaken kabinet juga diusulkan sebagai kerangka kabinet bagi presiden terpilih saat itu, Joko Widodo. Lantas, apa itu zaken kabinet?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dikutip dari ilmuhukum.uin-suka.ac.id, zaken kabinet adalah kabinet yang jajaran menterinya berasal dari kalangan ahli dan bukan representasi partai politik tertentu. Namun, ahli tersebut juga bisa dari kalangan partai politik tertentu. Fungsi utama dari adanya zaken kabinet adalah supaya tidak ada multifungsi kabinet, memaksimalkan kinerja dari para menteri, dan menghindari terjadinya korupsi yang dilakukan para menteri di kabinet.
Dalam catatan sejarah, kabinet ini tepatnya pernah muncul antara medio tahun 1957 hingga 1959, pasca-negara mengalami beberapa ketidakstabilan. Dilansir dari esi.kemdikbud.go.id, Kabinet itu adalah kabinet Djuanda dan notabene menjadi zaken kabinet yang memiliki masa jabatan dari 9 April 1957 sampai dengan 5 Juli 1959. Kabinet disebut sebagai zaken kabinet atau kabinet extra-parlementer yaitu kabinet yang dibentuk tanpa melihat jumlah kursi di parlemen
Dilansir dari zenius.net, kemunculan zaken kabinet tak lepas dari Manipol USDEK di akhir era Demokrasi Liberal dan menandai era Demokrasi Terpimpin. Saat itu, Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah konsep atau gagasan pemikiran yang sering dikenal dengan Konsepsi Presiden pada 21 Februari 1957.
Konsep ini memuat tentang penghapusan Demokrasi Liberal karena menurut Soekarno, sistem ini dianggap tidak cocok dengan kepribadian bangsa Indonesia. Ia mengusulkan diterapkannya Demokrasi Terpimpin, yaitu sistem pemerintahan yang ditafsirkan dari sila ke-4 Pancasila.
Di dalam konsepsi tersebut, Soekarno juga mengusulkan pembentukan Kabinet Djuanda (Kabinet Zaken) yang dirancang langsung oleh Presiden Soekarno. Ternyata, kabinet ini cukup efektif dalam menjalankan program-programnya. Salah satu keberhasilan dari kabinet ini adalah adanya Deklarasi Djuanda. Namun, sebenarnya jenis zaken kabinet sudah ada di Kabinet Natsir pada 6 September 1960 sampai 21 Maret 1951. Saat itu, Kabinet Natsir sudah diisi oleh para ahli non politisi.
Dikutip dari ilmuhukum.uin-suka.ac.id, pembentukan zaken Kabinet bukanlah sebuah ide untuk menyingkirkan peran parpol dalam pemerintahan. Parpol sebagai salah satu pilar terpenting dalam sistem demokrasi modern tetaplah wajib secara aktif dan partisipatif dalam mengurus negara.
Zaken kabinet diharapkan akan lebih berpihak kepada rakyat ketimbang kabinet berbasis kepentingan partai. Apalagi, kabinet berbasis politik bagi-bagi kekuasaan rentan akan adanya konflik kepentingan. Salah satu contoh adalah kepentingan menteri sebagai pejabat publik yang harus melayani publik, di sisi lain juga digenjot untuk melayani partainya
ANTARA | KEMDIKBUD.GO.ID
Pilihan editor: Bahlil Sebut Dengar Kabar Burung Soal Mahfud Mundur Siang Ini